57. Sahabat Sesungguhnya

9.3K 388 3
                                    

📍بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ📍

Jika bukan karena anugerah-Nya, maka tidak ada satupun diantara kita yang bisa melakukan kebaikan, walau sekecil apapun. Maka bersyukurlah jika hari ini kita dapat melakukan kebaikan-kebaikan.

Ustadzah Aisyah Farid BSA
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

" Happy reading "
________________

Alifa terbangun tidak mendapati keberadaan Gus Akram disampingnya, Alifa bangkit lalu menatap keseluruh ruangan, Alifa melihat Gus Akram yang sedang duduk diatas sajadah.

Alifa terseyum mengingat kejadian semalam dirinya memeluk Gus Akram lebih dulu. Meskipun tidur saling berpelukan mereka berdua tidak melakukan hal yang lebih dari itu.

Bagi Gus Akram tidak ingin terburu-buru, mereka butuh pendekatan secara perlahan. Tentu saja Gus Akram merasa senang bukan kepayang, melihat perubahan Alifa yang sudah mau memeluknya lebih dulu.

"Sudah bangun sayang?"

Deg

Hati Alifa menghangat begitu kalimat Sayang meluncur dari bibir merah Gus Akram.

"Sudah, Gus Sholat apa?"

"Tahajud"

"Kok enggak bangunin aku?"

"Maaf mas enggak tega buat bangunin, tadi kamu pules banget tidurnya" jawab Gus Akram dengan lembut membuat jantung Alifa berdesir.

"Aku Sholat dulu Gus"

"Bisa diralat panggilannya? saat ini kamu bukan santri tapi istri" protes Gus Akram.

Alifa mencebik, karena masih canggung untuk menganti panggilan.

"Atau mau dihukum?" canda Gus Akram pura-pura mengancam.

"Enggih, kakang mas prabu Akram Nur Azmi" ucap Alifa lalu berlari menuju kamar mandi.

Sementara Gus Akram masih terpelongo mendengar istrinya yang menyematkan panggilan untuknya yang begitu panjang mirip di kolosal kerajaan.

Alifa pun tertawa terbahak-bahak didalam kamar mandi begitu mengingat kejadian barusan.

"Sudah tahu aku masih canggung mengganti panggilan, masih aja berani mengancam" gumam Alifa sambil terkikik geli.

****

"Gimana sudah selesai adegan kangen-kangenan nya?" canda Umi Nurul begitu Alifa dan Gus Akram menuruni anak tangga untuk sarapan bersama.

"Ya pasti sudah mik, lihat tuh, wajah mereka sumringah begitu" Abah Abdullah ikut menimpali.

"Syukurlah semoga umi cepat menimang cucu" jawab Umi Nurul sambil menyentong kan nasi kepiring suaminya.

"Aamiin"

Sementara Alifa dan Gus Akram yang mendengar ucapan Umi Nurul saling berpandangan, tentu saja Alifa shok mendengar mertuanya membahas cucu di depan mereka.

Gus Akram menarik kursi lalu mempersilahkan Alifa duduk, setelah itu Gus Akram menarik kursi yang berada disebelah Alifa, untuk didudukinya.

Gus Akram yang melihat raut wajah Alifa terlihat muram, berinisiatif meraih telapak tangan Alifa di bawah meja lalu meremasnya, menimbulkan gelenyar aneh didadanya.

Alifa melirik Gus Akram lalu tersenyum, dengan jantung yang berdebar-debar.

"Manten baru memang beda ya Mik, cukup saling senyum-senyum sudah kenyang gak perlu makan" sindir Abah Abdullah yang sempat melihat gerak-gerik putra dan menantunya.

Ana Uhibbuka Fillah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang