82. Kesabaran Alifa Dalam Menghadapi Fan's Gus Akram

9K 338 0
                                    

📍بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ📍

Melihat sepasang sandal mu saja mampu membuat senyuman di bibirku, bagaimana kalo aku hidup dalam atap yang sama dengan mu...

Akram Nur Azmi
━━━━━━━━━━━━━━━

" Happy reading "
________________

Acara mujahadah akan segera dimulai, Gus Akram, beserta Kiya Abdullah dan para ustadz naik keatas panggung untuk memimpin mujahadah. Posisi panggung berada di depan tepatnya di tengah-tengah antara pembatas santri putra dan santri putri sehingga dari arah panggung, Gus Akram dapat melihat seluruh santri baik santri putri ataupun putra.

"Sejak kapan pakaian hitam diperuntukan di acara mujahadah?" batin Gus Akram sambil menatap santri putri yang memakai gamis serba hitam.

"Tapi Alifa dan Tika, pakai baju putih, ada apa ini?" Gus Akram merasa heran, namun karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, sehingga acara mujahadah akan segera dimulai.

Mulai dari pembacaan ayat suci Al-Quran, dilanjutkan dengan tawasul, lalu sholawat nabi, berbagai Zikir di lantunkan secara bersama-sama, hingga puluhan Do'a mereka panjatkan secara serempak.

Kiyai Abdullah pun mengisi tausian untuk acara tersebut. Di tengah-tengah tausiahnya kiyai Abdullah mempertanyakan pakaian yang digunakan oleh santri putri.

"Boleh, saya bertanya?" ujar kiyai melalui microfon, sehingga dapat di dengar oleh seluruh santri.

"Boleh, kiyai"jawab mereka sempat.

"Saya perhatikan hari ini ada yang terlihat berbeda" Kiyai Abdullah sengaja menjeda ucapannya "atau memang ada peraturan baru, yang tidak saya ketahui?" Kiyai Abdullah menatap santri putri yang tertunduk, tanpa berani mengangkat wajahnya.

"Kenapa kostum putih berubah menjadi hitam? tolong di jelaskan supaya saya tidak salah berasumsi, atau ustadzah boleh di bantu!"

"Mohon maaf pak kiyai, sejauh ini tidak ada peraturan baru, saya sebagai ustadzah yang bertanggung jawab atas santri putri, juga merasa terkejut, begitu melihat santriwati memakai pakaian serba hitam" jawab salah satu ustadzah "sebaiknya biar mereka yang menjelaskan alasannya kenapa mereka membuat peraturan sendiri"

Setelah mengatakan hal itu, ustadzah memberikan microfon secara acak pada salah satu santriwati. Alifa dan Tika merasa cemas, karena hanya mereka berdua yang menggunakan gamis warna putih.

"Ayo, silahkan Nduk dijelaskan!" Titah kiyai Abdullah begitu melihat salah satu santri sudah memegang microfon. Tentu saja santri tersebut tubuhnya merasa gemetar, namun harus tetap menjawab pertanyaan dari kiyai mereka, tidak ada satu pun yang berani menolak titah beliau.

"As-Assalamu'alaukum warahmatullahi wabarakatuh"

Mereka semua serempak menjawab salam dari santri Tersebut.

"Sebelumya kita semua minta maaf, kiyai, atas kelancangan kami yang sudah berani membuat peraturan sendiri" ucap santri tersebut tetap dengan wajah yang menunduk "alasan kami semua memakai pakaian serba hitam, karena kami sedang merasa patah hati kiyai"

"Hooooooo" terdengar suara riuh dari arah santri putra, yang menyoraki kekonyolan mereka.

"Kenapa bisa patah hati? apa yang menyebabkan kalian semua patah hati?" tanya kiyai Abdullah dengan suara yang cukup lembut namun penuh ketegasan.

Gus Akram hanya bisa mengulum senyum mendengar jawaban dari santrinya "ada-ada aja" batin Gus Akram lalu menatap ke arah Alifa yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu Umi Nurul, entah sejak kapan Umi Nurul tiba-tiba sudah berada di samping Alifa.

Ana Uhibbuka Fillah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang