Bab 1

1K 38 2
                                    

"Udah tante bilang jangan dekat - dekat dengan keluarga tante apapun urusannya. Nanti saya ketularan miskin kayak kalian!" Mia memaki Renata—keponakannya sendiri.

Renata mengerjap, merasa sakit dengan ucapan tantenya tadi. Namun, dia hanya menghela nafas panjang.

"Ayah itu kan adik kandung Tante. Apa tante nggak peduli sama sekali? Renata cuma pinjam, Te, bukannya minta. Biaya operasi ayah butuh 700 juta. Renata udah coba jual rumah tapi belum laku sampai sekarang," ujar Renata menerangkan keadaannya.

Tidak mudah menjual rumah. Renata hanya berharap tantenya yang kaya ini bisa meminjaminya uang karena dia butuh cepat. Urusan membayarnya, Renata berniat menjual rumah atau apapun yang dia miliki nanti.

"Jual aja ginjal kamu pasti cepet!" Mia menengok ke kanan dan kiri seolah memastikan bahwa orang yang dia takutkan tidak sedang mengawasinya.

"Denger ya Renata, kalau sampai mertua dan suami saya tahu saya berasal dari keluarga miskin, saya bisa ditendang. Saya bilang ke mereka kalau semua keluarga saya mati lalu keluarga saya yang jahat ambil semua warisan orang tua saya. Saya nggak bisa biarin mereka tahu kalau saya aslinya miskin dari orok kayak kalian. Sekarang, kamu pergi! Sebelum mereka datang mergokin kita."

"Astaga Tante ... Tante memutus hubungan sama keluarga Tante sendiri demi keluarga lain yang bahkan menilai tante dari latar belakang?" Renata tak habis pikir dengan tantenya yang baginya terlalu picik itu.

"Dengan mereka saya hidup enak, kenapa nggak? Saya udah bosen miskin, Renata!" ujar sang tante.

BUGH!

Mia mendorong keras tubuh Renata hingga keponakannya itu terhuyung ke belakang.

"Oke, Renata pergi. Tapi Tante inget ya. Kalau suami dan mertua Tante yang nggak tulus itu membuang Tante suatu hari nanti, jangan pernah cari Renata ataupun ayah!" Renata memperingatkan Mia dengan tegas.

Dia pun punya harga diri. Jika bibinya itu tidak ingin berhubungan dengannya, dia tidak akan mengemis lagi.

"Cih! Mana mungkin? Sana pergi!" Mia mengusir Renata dengan tegas.

Renata berbalik untuk pergi. Baiklah, satu anggota keluarganya itu akan dia lupakan sebagai bagian dari masa lalunya yang tidak perlu dikenang.

Sekarang, harapan Renata hanyalah tante Suri. Walaupun tante Suri tidak sekaya tante Mia, tapi hubungan tante Suri dan Bagas—ayahnya yang sekarang sedang sakit—selama ini berjalan cukup baik.

Bahkan, dulu, setiap kali tante Suri kesulitan keuangan, ayah Renata selalu saja memberi bantuan atau meminjamkan uang walaupun jumlahnya tak seberapa.

Renata menuju rumah Suri dengan harapan tinggi. Tapi lagi-lagi harapan itu dihempaskan ke tanah.

"Aduh, Renata, tante lagi nggak ada uang. Beneran!" ujar tante Suri. "Kamu tahu kan kehidupan tante nggak sesukses tante Mia."

"Oh gitu. Hm... maaf Tante, tanah di kampung udah kejual kan? Itu kan warisan kakek untuk Tante dan ayah. Berarti... ayah punya bagian 50% kan dari hasil jual tanah itu?" tanya Renata penuh harap.

Suri terlihat gelagapan tapi dia berusaha setenang mungkin menghadapi Renata. "I–iya ada bagian ayah kamu tapi ... tapi Tante kemarin terdesak, Renata. Uang masuk kuliah Ardi harus dibayar cepat. Kalau nggak, Ardi bakal diganti sama peserta cadangan. Itu kan jurusan dan kampus impian Ardi. Tante nggak tega kalau dia batal diterima. Sedangkan kalau cuma pakai 50% hasil jual tanah, masih kurang untuk menutup semua biaya kuliahnya."

"Renata ngerti, Tante. Nggak papa kok jatah ayah berkurang untuk tambahan biaya kuliah Ardi. Tapi masih ada sisa kan, Te?" Masih penuh harap.

"Eh? Nggak... nggak ada sisanya, Renata," jawab Suri.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang