Bab 103

120 15 0
                                    

Satriya sempat melirik nama yang tertera pada kartu identitas karyawan milik pria itu. Suara langkah sang petugas security terdengar sangat tegas. Ketukan sepatu semibotts-nya dengan lantai juga cukup jelas karena toko sudah sepi. Apalagi, musik anak-anak sudah dimatikan dan pintu masuk sudah tertutup untuk pelanggan baru. Karyawan hanya melayani pembayaran dari pelanggan yang masih ada di dalam.

Setelah membayar semua belanjaannya, Renata dan Satriya kembali ke mobil untuk menuju restoran masakan cina yang buka 24 jam. Kebetulan lokasi restoran itu tak jauh dari toko mainan.

Saat mobil baru saja berjalan, Satriya menelepon seseorang. Renata hanya melirik tanpa bertanya siapa yang suaminya telepon malam-malam begini.

"Halo? Ya, Tuan Dirga?" Aditya menjawab dengan suara bass-nya yang khas.

"Saya Satriya. Barusan saya ke toko mainan. Ada seorang petugas keamanan yang mencurigakan, namanya Erlangga. Bisa tolong selidiki dan awasi dia? Saya yakin dia kenal dengan Dirga. Tapi dia mengelak waktu saya tanya," Satriya memberi perintah. Perasaannya tidak enak. Jika benar CCTV toko tadinya ada dalam posisi yang baik tanpa titik buta, maka petugas keamanan adalah yang paling berpotensi besar mengubah posisinya sebelum kejadian.

"Erlangga Dwiputra petugas keamanan toko mainan itu? Jangan khawatir, Tuan, saya sudah menyelidikinya sejak beberapa hari yang lalu," jawab Aditya.

"Oh, ya?" Satriya mengangkat satu alisnya. Cukup kagum dengan kerja Aditya yang cepat.

"Keren juga," ungkap Satriya dalam hatinya. "Tapi masih lebih keren gue."

"Mari kita bertemu besok, Tuan. Saya punya banyak hal untuk disampaikan termasuk soal Mahira dan Erlangga," pinta sang detektif.

"Oke. Datang aja ke kantor saya saat jam makan siang besok. Kita bicara di ruangan saya," Satriya setuju. Sepertinya, Aditya punya banyak sekali informasi. Satriya sendiri tidak sabar mendengarnya.

"Siap, Tuan!"

Panggilan berakhir. Renata yang sedari tadi hanya menyimak memutuskan untuk bertanya sekarang.

"Kamu curiga sama bapak-bapak tadi?" tanyanya.

"Iya. Kamu denger nggak? Waktu baru tabrakan sama aku, dia sempat mau menyebut nama Dirga tapi ucapannya terpotong. Dan waktu aku tanya apa dia kenal sama aku, matanya bergerak ke samping, kayak orang lagi bohong," papar Satriya. Walaupun dia bukan psikolog ataupun detektif, tapi sebagai pemimpin perusahaan, dia belajar sedikit psikologi manusia terutama ekspresi semacam tadi. Ilmu yang cukup berguna saat mewawancarai calon karyawan.

"Iya juga sih. Trus jadi gimana? Aditya bilang oke buat selidiki dia?" Karena Renata hanya mendengar ucapan Satriya, dia tidak tahu jawaban Aditya.

"Bahkan dia udah menyelidiki sejak beberapa hari yang lalu karena dia juga curiga sama si Erlangga itu. Udah ada hasilnya. Besok kami ketemu di kantor. Jadi, besok kita bagi tugas, ya? Kamu temui Tari di rumah sakit, aku temui Aditya," Mobil melambat, sekarang Satriya sudah masuk ke gerbang besar restoran cina yang Renata inginkan.

Renata mengangguk paham. Perutnya berbunyi lagi saat menyadari dia sudah dekat dengan makanan enak.

"Ayo makan dulu," Satriya melepas sabuk pengaman Renata sebelum dia sendiri turun dari mobil.

"Aku bisa sendiri," ujar Renata.

"Tapi aku nggak suka kamu apa-apa sendiri," balas Satriya sempat-sempatnya sambil mendaratkan kecupan singkat di kening Renata.

"Tunggu sini, aku bukain pintunya, "Satriya turun lalu berlari kecil ke pintu Renata. "Mari, Yang Mulia Ratu," ucapnya usai membukakan pintu tersebut.

Renata menyambut uluran tangan Satriya. Senyumnya merekah. Mereka berjalan mesra masuk ke dalam restoran seperti pengantin baru yang menikah bulan lalu.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang