Bab 37

221 16 0
                                    

Renata memeluk erat pinggang Ares. "Jangan terlalu ngebut, aku lagi hamil."

Ciiiiit.....

Baru saja Ares memutar gas motor dengan kencang, dia seketika menginjak kencang remnya.

"Jangan ngerem dadakan juga!" rutuk Renata.

"Kamu hamil?" Ares memiringkan kepalanya dengan motor yang terus melaju, hanya saja kecepatannya berkurang.

"Hah?" Renata mendekatkan telinganya karena suara Ares mengecil seolah terbawa angin.

"Kamu hamil?"

"Aku centil?"

"Astaga! KA-MU HA-MIL?"

"Ooooh... maaf suara kamu kebawa angin. Makanya jangan kenceng - kenceng bawa motornya. Iya aku hamil, pelan - pelan dong!"

Ares kembali mengurangi kecepatannya. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia bahkan tidak tahu perasaannya. Untuk itu dia tidak membahasnya lagi sampai mereka tiba di markas.

"Ares, aku harus pulang ke rumah Dirga. Di sana keadaan lagi gawat. Sherly sakit. Lalu Sheryl-"

"Itu anak siapa?" potong Ares sembari menunjuk perut Renata yang masih datar, mengabaikan perkataan Renata sebelumnya. "Anakku atau anak Dirga?"

Renata melongo dibuatnya. "Gimana aku harus jawab pertanyaanmu itu? Kalau nanti tes DNA, sampel Dirga adalah rambut ini," Renata mencabut rambut Ares dengan tangan kanannya.

"Lalu sampelmu adalah rambut ini juga!" Renata mencabut rambut Ares lagi namun dengan tangan kirinya.

"Kira - kira gimana hasilnya, Tuan Ares yang terhormat?" Kali ini, dengan kesal Renata menyodorkan dua sampel rambut itu ke depan wajah Ares.

"Te - tetep beda! Kalau telur itu terbentuk saat kamu sama Dirga berarti dia anaknya Dirga. Kalau lagi sama aku berarti anakku," Ares tidak mau mengalah.

"Trus dengan teknologi apa aku bisa tahu dia terbentuk kapan dan saat aku sama siapa?" Renata mengangkat kedua bahunya, tak habis pikir dengan jalan pikiran Ares. "Dan ngomong - ngomong dia bukan telur, dia embrio yang akan tumbuh jadi janin. Kamu pikir aku ayam bertelur?"

"Bukan telur? Bukannya perempuan menghasilkan telur?"

"Sel telur. Tapi kalau udah ketemu sperma namanya bukan telur!"

"Oke oke. Aku nggak peduli dia telur apa bukan. Aku cuma penasaran dia anaknya siapa!"

"Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan," Renata nyaris limbung menghadapi sikap ajaib Ares. Matanya berkunang - kunang dan sekarang pelipisnya mulai berkedut nyeri.

"Renata, kamu kenapa? Pusing?"

Renata hanya mengangguk. Sebenarnya tidak terlalu menyakitkan. Tapi ini kesempatannya untuk berhenti membahas topik aneh mengenai anak ini anak Dirga atau Ares. Jadi Renata pura - pura nyaris pingsan.

"Aku capek, aku mau istirahat," katanya.

Ares tiba - tiba menggendong Renata dengan gaya bridal dan membawanya ke kamar sebagai respon.

"Eh, aku bisa jalan sendiri."

Ares berdecak singkat dan menatap Renata dengan tajam. "Belajar menurut dan jangan banyak protes, Renata. Kamu mau dihukum? Sudah kubilang hubungan kita bukan vanilla relationship."

Tapi harus Ares akui, dirinya memang terlalu lembek terhadap Renata dan tidak seperti biasa.

Renata sontak mengatupkan bibirnya mendengar ancaman itu. Hamil muda begini, dia tidak sedang ingin menjalani hukuman Ares.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang