Bab 59

177 17 0
                                    

"Pantesan bilang sayang kayak nahan boker. Jadi daritadi itu Ares? Tapi kok dia mau quickie kayak tadi? Ngapain pura - pura jadi Dirga? Apa tujuannya?" Renata terus bergumam sambil menggelengkan kepalanya, heran.

Banyak sekali pertanyaan di benaknya. Dia akan mencari tahu nanti. Sekarang, dia hanya ingin mencari hiburan dengan mengerjai Ares.

"Baby, ayo kita kasih pelajaran papa kedua karena udah bohongin mama," Renata mengusap perutnya.

Dengan senyum licik, Renata membuka aplikasi pemesanan makanan online di ponselnya lalu membeli menu makan siang untuknya dan Ares.

45 menit kemudian, makanan yang dipesan Renata telah tiba. Beruntungnya, jam istirahat siang tak berselang lama semenjak makanannya datang sehingga menu yang Renata pesan masih hangat saat disajikan.

"Dirga, sayang... udah jam makan siang nih. Aku udah bawain kamu makanan," Renata menunjukkan kotak makanannya dengan ceria.

Ares yang sudah mulai lapar sejak satu jam lalu ikut bersemangat melihat kotak makanan itu. Tapi senyumnya pudar saat Renata membuka tutup kotaknya.

"Bubur ayam?" Ares syok. Ini adalah makanan yang paling tidak bisa dia telan karena bentuknya mengingatkan Ares pada muntahan manusia. "Siang - siang kok makan bubur ayam sih.... sayang?"

"Kenapa? Pencernaan kamu lagi nggak bagus akhir - akhir ini. Bubur ayam bisa meringankan kerja lambung kamu. Ini aku belinya di resto favorit kamu lho. Aku tuangin kuahnya ya, masih anget kok, enak," Renata menuang kuah berwarna kekuningan itu ke atas bubur Ares.

Perut Ares semakin bergejolak, sudah buburnya seperti muntahan, masih disiram kuah yang warnanya setipe dengan cairan lambung, pikirnya.

Mata Ares semakin melotot ketika Renata mengaduk bubur ayam itu dengan barbar sampai semua isinya bercampur. Ini seperti makanan ayam dalam pandangan Ares.

"Hm.. Renata... sebentar... "

"Aku suapin ya. Kamu jangan sampai telat makan. Aaa...," Renata menjejalkan sesendok penuh bubur lembek itu ke mulut Ares.

"Renata, sebenernya-"

"Sebenernya apa, sayang? Jangan banyak ngomong kalau makan nanti tersedak. Aaa lagi," Renata menyuapkan satu sendok penuh bubur sekali lagi. Padahal yang sebelumnya belum berhasil ditelan oleh Ares.

"Stop! Hagu Ahes!" Ares bicara dengan mulut penuh sambil menepuk - nepuk dadanya.

"Apa? Kamu bilang apa, DIR-GA, sayang? Gak jelas. Telan dulu dong makanannya baru ngomong," Renata menyeringai puas saat Ares bekerja keras menelan buburnya.

Menelan dua sendok bubur ayam saja membuat Ares terengah - engah seperti baru selesai lari pagi.

"Renata, aku Ar- emph!" Ucapan Ares terpaksa terpotong karena Renata menjejalkan satu sendok bubur lagi.

"Dirga itu panggil aku Rena. Jarang - jarang dia panggil Renata," Renata menyuapkan satu sendok lagi.

"Dirga itu panggil sayang nggak kayak nahan boker."

Satu sendok lagi masuk ke mulut Ares.

"Kopi Dirga gulanya dua sendok kecil campur arabika karena dia suka rasa asamnya."

Satu sendok lagi.

"Lain kali yang totalitas kalau akting jadi Dirga, okay, Master?"

Renata tersenyum lebar, puas melihat Ares syok karena sadar dirinya sudah ketahuan tapi pipinya menggembung penuh makanan yang dia benci.

Ares berusaha menelan mati - matian suapan terakhir ini. Tapi sepertinya dia sudah mencapai batasnya jadi dia berlari cepat ke arah wastafel dan memuntahkan sisa makanan yang tidak sanggup dia telan.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang