Bab 71

166 17 0
                                    

Dirga kecil tidak mau keluar kamar dan tidak mau makan sama sekali karena mama yang dia tunggu tidak kunjung meneleponnya.

Saat dia juga diberitahu bahwa dirinya sudah SD,  dia tidak ingat kejadian saat Bruno sakit dan mati padahal dia sendiri yang mengubur Bruno dibantu oleh para pelayannya saat itu.

Kepala Dirga sakit. Pusing karena banyak menangis dan larut dalam kesedihannya.

"Mama... Bruno...kenapa mama pergi... kenapa Bruno mati...?" Dirga meremas kepalanya sambil menangis sejadi - jadinya.

Begitu seterusnga sampai Arga menemukan Dirga tidur meringkuk di lantai sambil memeluk album foto saat. Saat itu, Arga membawakan senampan makanan untuk putranya. Album itu berisi foto - foto Bruno.

Saat Arga membangunkan Dirga, Dirga menjadi sangat pendiam. Dirga terlihat takut saat melihat Arga. Takut dan malu selayaknya anak kecil yang bertemu orang asing.

"Bruno lapar," Itulah kalimat pertama yang berhasil keluar dari mulut bocah itu setelah seharian diam.

Arga tidak mengerti kenapa Dirga mengatakan 'Bruno lapar' bukan 'Dirga lapar' seperti biasa. Saat itu, Arga masih menyimpulkan bahwa Dirga sangat rindu pada anjingnya sehingga dia menyebut dirinya sendiri Bruno berkali - kali. Tanpa Arga ketahui bahwa itu adalah momen terbentuknya alter ketiga Dirga yaitu Bruno.

Tanpa protes dan mengikuti permainan Dirga, Arga menyuapi putranya.

"Kalau gitu Bruno makan yang banyak ya," kata Arga.

Bruno mengangguk. Dalam benak Bruno, dia adalah seorang anak berusia empat tahun. Empat tahun adalah usia saat pertama kali Dirga memiliki Bruno sebagai teman.

Bruno adalah alter ketiga yang terbentuk sekaligus child alter pertama sebelum Andika. Bruno terjebak dalam usia 4 tahun dan tidak pernah tumbuh besar.

*****

"Dirga mau ketemu mama.... Dirga mau ketemu mama... Pa...," igau Dirga dewasa.

Pria itu berbaring di ranjang besarnya, dipeluk oleh istri tersayangnya.

Renata terus saja mengecup kening dan pipi suaminya, menyeka keringatnya, dan mengusap dahinya. Itu semua untuk memberikan kenyamanan kepada Dirga. Air mata Renata terus menetes. Betapa sakit hatinya melihat keadaan Dirga seperti ini.

"Haus... aku haus...," ucap Dirga lirih.

Renata segera mengambil segelas air untuk Dirga. "Ini air, ayo minum dulu."

Tapi, Dirga bergeming.

"Dirga? Katanya haus? Dirga, kamu tidur lagi?"

Renata pikir, Dirga kembali terlelap. Tapi baru saja gelas air itu mendarat di atas nakas, mata Dirga terbuka lagi.

"Dirga?"

"Ares," Ares duduk menyingkirkan selimutnya. "Apa yang terjadi? Akh!"

Ares memegangi kepalanya yang tiba - tiba terasa nyeri.

"Ares? Kenapa? Sakit ya? Perlu aku ambilin obat sakit kepala? Ares?"

"Satya. Aku Satya," Satya menatap Renata dengan mata berembun.

"Sakit banget, Renata. Kepalaku sakit. Akh!"

Renata mulai panik. "Tunggu! Tunggu sini, aku ambilin obat."

Dengan cepat, Renata mengambil obat sakit kepala. Tapi saat dia kembali, dia mendapati suaminya menatapnya dengan bingung.

"Kenapa lari - larian, Re?"

"Daniel?"

Daniel mengangguk. "Oh my God! Kenapa ini? Kepalaku mau pecah!"

"Ini ini, minum ini biar hilang sakitnya," Renata menyerahkan obat itu kepada Daniel yang langsung menelannya.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang