Bab 160

101 9 0
                                    

Hari itu Aditya bicara sampai sore dengan Imaniar. Banyak catatan yang dia peroleh dari hasil percakapannya dengan ibu muda itu.

Namun, Aditya belum melaporkan apapun kepada Daniel. Itu karena Aditya tidak pernah melaporkan temuannya hanya berdasarkan keterangan saksi. Dia selalu mengumpulkan bukti terlebih dahulu.

Hari ini adalah waktu yang sudah Aditya atur untuk bertemu lagi dengan Imaniar. Mereka akan melanjutkan percakapan mereka yang terpotong karena Imaniar harus mengantarkan ibunya ke rumah sakit kemarin.

Setelah dia mendapatkan semua keterangan Imaniar, dia akan mengumpulkan buktinya, baru dia akan melaporkan kepada Daniel.

Pertemuannya nanti sore. Siang harinya, tepat saat matahari bersinar sangat terik, Aditya kembali mengunjungi apartemen Julie.

"Haus?" tanya Julie tanpa basa-basi saat dia membukakan Aditya pintu.

Aditya mengangguk. Sementara tanpa Aditya duga, Julie tersenyum dan mempersilakan dia masuk.

"Masuk," ucapnya.

Senyum Aditya melebar. Dia mengikuti langkah Julie ke dapur. Biasanya, dia langsung duduk di ruang tamu. Namun belakangan hubungan Aditya dan Julie berkembang menjadi lebih akrab karena hampir setiap hari Aditya meminta minum kepada Julie seperti anak SD yang menghemat uang sakunya dan tidak sanggup beli air di pinggir jalan.

Dia jadi sering ke dapur Julie karena terkadang Julie memintanya mengambil minum sendiri.

Kebiasaan Aditya sebagai penyidik membuat matanya otomatis menangkap perbedaan yang cukup mencolok pada dapur Julie hari ini. Perbedaan itu cukup membuat dirinya besar kepala.

"Koleksi sirup kamu makin banyak, Julie," komentar Aditya.

Julie memang belanja bulanan ke supermarket kemarin dan dia memborong aneka jenis soda, sirup serta minuman instan olahan susu.

"Habisnya tiap hari ada gembel minta minum ke sini. Aku cuma mau sedekah," sindir Julie.

Dia sendiri tidak tahu kenapa kemarin dirinya semangat sekali membeli beragam jenis minuman. Saat membeli belanjaan untuk mengisi kulkasnya, tiba-tiba saja Julie teringat kebiasaan Aditya. Tanpa sadar, Julie memenuhi trolinya dengan minuman itu.

Aditya kesulitan menahan senyumnya mendengar jawaban Julie. Walaupun meminta minum adalah alasan yang dia buat-buat demi bisa menemui Julie di sini, tapi bukankah apa yang Julie lakukan itu semacam lampu hijau untuknya datang terus setiap hari?

"Bentar ya, aku ada telepon dari papa. Kamu ambil aja minuman yang kamu mau di kulkas." Julie meninggalkan Aditya sendirian di dapur.

Karena mau yang cepat, Aditya mengambil sekaleng susu bersoda dari dalam kulkas dan membawanya ke ruang tamu.

Saat menunggu Julie selesai bicara dengan papanya melalui telepon di balkon, papa Aditya juga menelepon putranya.

Aditya dengan segera menjawab panggilan itu. "Ya, Pa?"

"Adit, kamu udah buka email papa soal Anindya?" tanya sang papa.

"Aku belum buka email hari ini, Pa. Ada email numpuk dari klien dan kenalanku. Kebanyakan soal kasus-kasus yang kutangani sekarang jadi biasanya aku luangin wakti nanti malem buat buka semuanya. Kenapa papa kirim email? Bukannya biasanya kalau cuma foto papa kirim lewat chat?"

Aditya meneguk sodanya, menunggu jawaban sang papa.

"Hah? Foto?" Papa Aditya balik bertanya.

"Ya. Foto Anindya, 'kan?"

"Buat apa papa kirim foto Anindya? Papa kirim berkas perkara soal sengketa tanah ayahnya Anindya tiga tahun lalu," terang sang papa.

"Oh, haha!" Aditya tertawa kaku. Dia mengetuk dahinya sendiri, bisa-bisanya dia malah berpikir papanya berusaha menjodohkannya dengan gadis itu.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang