Bab 39

217 19 1
                                    

"Bohong! Aku nggak pernah kayak gitu!" Irena mengelak.

"Aku punya bukti!" Sheryl tidak ingin kalah. Dia menunjukkan rekaman teleponnya dengan Irena seperti yang dia berikan pada Dirga.

Irena terbelalak. Dia tidak menyangka Sheryl bisa pintar juga. Carla sontak berlari memeluk putrinya.

"Sudah jelas Sheryl dikendalikan oleh Irena, Ares. Dia masih kecil, pantas kalau tertekan. Irena yang bersalah!" ujar Carla membela Sheryl.

Renata sendiri sudah menduga pasti ada orang dewasa yang menekan si kembar untuk menjebaknya. Dia pikir itu Albert atau Vincent. Tidak disangka ternyata Irena. Kebencian Renata semakin menjadi saja pada wanita itu.

Ares mengalihkan tatapan tajamnya dari Sheryl dan Carla ke arah Irena.

"Lo nggak boleh nyakitin Irena!" ujar Reyhan tiba - tiba.

"Siapa lo bisa menentukan apa yang boleh dan nggak boleh gue lakuin?" Ares menyunggingkan senyum miringnya. "Buktiin dulu lo layak. Berantem sebentar aja udah babak belur lo."

"Sampai mati gue bakalan lindungin istri gue!" bentar Reyhan.

Ares bersiul mendengar ucapan Reyhan itu. Wajahnya menampilkan raut penuh ejekan. "So... sweet. Coba aja kalau gitu. Gue malah seneng kalau lo mati."

Tanpa mempedulikan ucapan Reyhan, Ares mencekal pergelangan tangan Irena dan menariknya. "Lo ikut gue!"

Irena menggeleng ketakutan. Sekuat tenaga dia berusaha melepas cengkeraman Ares, menolak dibawa pergi.

"Nggak mau! Lepasin aku! Rey, tolong!"

Namun sebelum Reyhan bergerak, Ares memberi kode kepada Gery untuk menangani Reyhan. Lia berteriak histeris begitu Gery maju lalu menghajar Reyhan dengan brutal hingga pria itu nyaris pingsan.

Irena masih terus meronta walaupun gerakannya sangat sia - sia.

"Diem!" bentak Ares.

"NGGAK MAU!!"

Kretek!

"Aaaaarrghh!!!" Irena memekik kesakitan saat Ares memutar lengannya hingga terdengar suara seperti tulang yang patah.

"Makanya diem!" ancam Ares.

Renata terperangah sambil menutupi mulutnya dengan dua telapak tangan.

"Ares, Ares, udah cukup, kita bawa dia ke kantor polisi aja. Okay?" Renata memegangi satu lengan Ares untuk mencegahnya bertindak lebih jauh.

"Kita serahkan aja dia ke kantor polisi supaya dia dipenjara," lanjut Renata. Nafasnya tersengal karena ketagangan di ruangan ini. "Kamu nggak boleh melukai siapa pun, nggak boleh menghabisi nyawa siapapun."

"Kamu belain dia? Aku di sini belain kamu!" Ares menatap nyalang ke arah Renata.

"Nggak, bukan gitu! Bukan aku belain dia tapi... tapi aku sayang sama kamu. Aku nggak mau kamu dapat masalah," Renata sengaja mengusap lembut lengan atas Ares untuk menenangkan pria itu.

"Dia dan Om Rudy, kita bawa ke kantor polisi aja. Ya?" bujuk Renata.

"Lho, papaku selama ini ada sama kalian?" Irena terkejut saat nama ayahnya disebut. Air mata yang sudah mengalir deras karena menahan sakit di tangannya jadi semakin deras saat tahu ayahnya mungkin selama ini diculik Ares.

"Iya. Dia gue kurung di ruang bawah tanah dan nasibnya sekarang mengenaskan. Lo harusnya juga. Tapi lo beruntung karena Renata minta lo dibawa ke polisi aja. Ger, lo bawa tali atau apapun?" Ares beralih menatap Gery.

"Ada, Bos!" Gery melempar sapu tangan tipis yang cukup panjang.

Ares mengikat pergelangan tangan Irena dengan itu lalu melemparkan tubuh Irena ke Gery. "Bawa dia ke polisi!"

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang