Bab 35

210 17 0
                                    

"Begitulah ceritanya, Pak," Sang sopir taksi mengikuti arahan Sheryl untuk melaporkan kejadian yang menimpanya ke kantor polisi.

Dia menyerahkan tas Renata beserta isinya dan juga rekaman cctv bagian depan mobil.

"Oke. Laporan Anda akan kami proses. Harap pastikan nomor yang tertera di sini mudah dihubungi. Kami akan menghubungi Anda jika ada perkembangan," ujar petugas polisi yang menerima laporan sang sopir taksi.

"Baik, Pak."

Sang sopir keluar dengan perasaan lega. Setidaknya walaupun tadi dia bersikap lemah demi keselamatan dirinya sendiri dan juga kebaikan anak istrinya, dia masih berusaha membantu wanita itu lewat jalur belakang dengan melapor kepada polisi.

Sepeninggal sang sopir, petugas polisi yang mencatat laporan itu dikejutnya dengan kehadiran seorang penyidik muda yang sering kali datang ke sana dalam rangka melaporkan temuannya untuk beberapa kasus.

"Laporan apa tadi itu?" tanya Prasetya - penyidik muda itu.

"Penculikan wanita. Sopir taksinya yang melapor," jawab petugas tadi malas - malasan.

"Lagi? Boleh lihat laporannya? Apa polanya sama? Ciri - ciri wanitanya mirip? Kurus, putih, rambut panjang, bermata lebar?"

Petugas tadi menghela nafas. "Sudahlah, Pras. Urus kasusmu yang lain aja. Ini bukan bagianmu. Kamu bukan kepala unit, biar dia yang menentukan siapa penanggungjawab kasus ini. Kamu masih muda, karirmu masih panjang. Patuh pada atasan, kamu aman."

Prasetya tersenyum getir lalu terpaksa mengangguk. "Ya, memang nggak ada pilihan lagi kan? Biar kuantar berkasnya."

Bukan mengantar, Prasetya diam - diam membuka dokumen itu.

Lagi - lagi dia tersenyum getir. Saat matanya menatap bayangan dirinya di cermin, Prasetya bergumam. "Sepertinya kita nggak akan lama bersama, kawan," ujarnya menepuk seragamnya sendiri.

"Mungkin lebih asyik jadi detektif swasta. Aku lebih suka memburu Vincent daripada pakai seragam ini. Kepala unit pasti menerima suapmu kan, Vincent? Nggak cuma menyeretmu ke sini, aku akan membuktikan keterlibatan beberapa anggota polisi yang selama ini menjadi pelindung di belakangmu. Tunggu saja!"

Muda, energik dan tidak bisa dicegah melakukan apa yang menjadi obsesinya, itulah dia. Tanpa memikirkan segala resiko yang menakutkan, Prasetya mengumpulkan bawahannya sendiri lalu menyusun rencana untuk menyergap markas Vincent yang sudah dia selidiki lokasinya sejak beberapa bulan ke belakang.

******

Usai mengadakan pertemuan dengan para direksi di kantornya, Dirga mengirim pesan kepada Renata untuk menanyakan keadaan Sherly.

Namun dia tak kunjung mendapatkan jawaban hingga dua jam berikutnya. Itu membuatnya resah. Satu jam pertama masih dia maklumi karena bisa saja Renata sedang sibuk membantu Sherly mungkin mandi atau makan. Tapi dua jam rasanya terlalu lama.

"Apa Rena ketiduran?" gumamnya.

Dirga mencoba menelepon Renata namun ponsel Renata tidak aktif. Baru saja dia hendak menelepon Sheryl, namun gadis itu sudah mendatanginya lebih dulu.

"Kak Dirga!" Sheryl datang tanpa mengetuk pintu.

"Sheryl, ada apa?"

"Se- sebelumnya aku minta maaf kak. Aku sama Sherly tertekan. Kami terlalu bingung dan nggak tahu harus berbuat apa. Kami melakukan kesalahan. Kak Renata sekarang dalam bahaya gara - gara kami."

"Apa? Yang jelas ngomongnya, Ryl. Ceritakan langsung apa yang terjadi! Renata kenapa?" Jantung Dirga berpacu mendengar keterangan singkat ini.

Entah apa maksud adik sepupunya tapi mendengar kata Renata dalam bahaya saja Dirga seperti sulit berpikir jernih.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang