Bab 105

134 17 0
                                    

"Pertama, Tuan Dirga datang ke toko mainan pukul 18.30. Itu adalah kebiasaan Tuan Dirga yang dia lakukan hampir setiap hari. Jam yang sama, toko mainan yang sama. Seseorang pasti sudah mengikuti Tuan Dirga untuk waktu yang lama sampai tahu rutinitasnya," Aditya mengawali penjelasannya.

Satriya dan Putra masih diam menyimak tanpa memberikan komentar apapun.

"Seseorang itu pasti menyuap orang dalam untuk membuat satu titik buta di toko yang tidak terekam oleh CCTV manapun. Petugas keamanan adalah yang paling masuk akal. Jika tidak ada petugas keamanan yang terlibat, agak mustahil karena mereka mengawasi kamera itu terus menerus," Aditya melirik sebotol air mineral yang ada di atas meja. "Boleh saya minum itu? Agak haus, hehe."

"Maaf, Detektif. Saya lupa menawarkan," ujar Putra sambil menyodorkan minuman itu. "Silakan!"

"Terimakasih," Aditya meneguk air tersebut. Akhirnya dia minum juga. Saking sibuknya, kerongkongannya kering karena tidak sempat makan dan minum sejak pagi.

"Ehem," Pria itu berdeham lalu melanjutkan penjelasannya. "Saya memeriksa rekaman CCTV toko perhiasan yang ada di seberang toko mainan. Ini yang saya temukan."

Aditya menyalakan tabletnya lalu menunjukkan sebuah video kepada Satriya dan Putra. Video itu memperlihatkan pintu depan toko mainan. Seorang wanita berambut ikal masuk ke toko mainan pada pukul 17.30. Video dipercepat ke pukul 20.00 di mana langit sudah gelap dan wanita itu keluar dari toko.

"Itu Mahira," ucap Satriya.

"Ya," Aditya mengangguk. "Ini adalah video tanggal 25 Februari. Saya akan mempercepatnya. Setiap hari sejak 25 Februari, Mahira masuk ke toko sekitar jam setengah enam sore dan keluar lagi jam delapan malam. Begitu terus kecuali tanggal 29 Februari. Tanggal 29, dia masuk pukul setengah enam seperti biasa tapi keluar sebelum jam 7 malam."

Video berjalan memperlihatkan aktifitas Mahira yang terekam kamera CCTV toko perhiasan. Seperti kata Aditya, tanggal 25 sampai 28 Februari, Mahira keluar masuk toko mainan di jam yang sama.

"Apa artinya?" tanya Satriya. Pria itu mengalihkan pandangannya dari tablet ke wajah Aditya.

"Artinya titik buta CCTV itu ada sejak tanggal 25. Lalu sejak saat itu, Mahira menunggu tuan Dirga di sana, menanti tuan Dirga berdiri di lokasi titik buta berada. Saat dia gagal, di pulang dan kembali keesokan harinya," jawab Aditya.

"Menunggu?" Satriya mengulang ucapan Aditya untuk mengonfirmasi bahwa dia tidak salah dengar.

"Ya. Dari keterangan nyonya Renata, tuan Dirga membeli mainan tanpa aturan khusus. Walaupun anak-anak berusia 4 bulan tapi tuan Dirga membeli mainan sesukanya bahkan mobil remote pun dia beli," Aditya sedikit terkekeh saat mengatakan kalimat ini. Tapi dia segera mendatarkan wajahnya lagi karena baik Putra maupun Satriya sama-sama kaku dan tidak ikut tertawa bersamanya.

Putra juga ingin tertawa sebetulnya, tapi tidak berani.

"Maaf," ujar Aditya. "Saya lanjutkan. Karena itu, sulit untuk membuat tuan Dirga berada di titik yang tepat. Andai saja tuan Dirga membeli mainan dengan range usia yang tetap, maka bisa saja petugas menata mainan pada range usia tersebut di rak yang berada di titik buta CCTV. Sayangnya, tuan Dirga tidak seperti itu, jadi tidak ada pilihan lain selain menunggu."

"Dan akhirnya baru pada tanggal 29 Dirga berdiri di titik itu. Makanya Mahira pulang lebih awal daripada biasanya karena dia sudah berhasil bicara dengan Dirga, ya kan?" sambung Satriya. "Pantas saat Putra yang memeriksa CCTV toko, tidak terlihat apapun yang mencurigakan. Tidak terlihat interaksi Mahira dan Dirga. Yang terlihat hanya Dirga yang memilih mainan lalu tiba-tiba keluar tanpa membeli apapun."

"Saya bukan detektif, Tuan. Pikiran saya tidak sejauh itu," Putra membela diri.

"Memangnya saya menyalahkan kamu?" jawab Satriya dingin. Putra seketika terdiam dan reflek menggaruk lehernya padahal tidak gatal.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang