Bab 147

75 10 0
                                    

Di sebuah Cafe yang tenang, Aditya dan Julie duduk berseberangan, menikmati secangkir kopi hangat.

Cafe itu terletak di sudut jalan yang ramai, dikelilingi oleh pepohonan rindang yang menciptakan suasana yang nyaman dan teduh. Di sore hari, cahaya matahari yang semakin meredup menyelinap melalui celah-celah daun, menciptakan bayangan di atas meja-meja kayu yang tertata rapi. Aroma kopi dan teh yang harum bercampur dengan aroma roti panggang, menggoda setiap pengunjung yang lewat.

Di meja Aditya dan Julie, terhidang menu yang sama, roti panggang isi coklat kacang. Aditya memesan menu itu karena tergoda oleh aromanya.

Julie kini sedang menatap Aditya dengan tatapan penuh harap, mencoba membujuknya agar mau mempertemukannya dengan Daniel lagi.

"Aditya, tolong ya, aku bener-bener ingin ketemu Daniel lagi," pinta Julie dengan suara lembut. "Kali ini bukan sekedar masalah kangen, tapi aku beneran mau minta maaf sama dia dan Renata soal kemarin. Aku kebawa emosi. Kamu lihat sendiri, 'kan? Kemarin aku beneran menahan diri. Tapi Renata malah negur aku di toilet. Aku kesel dan kebawa emosi. Tapi sekarang aku menyesal."

Aditya menghela napas, raut wajahnya menunjukkan bahwa dia kesal dengan perbuatan Julie kemarin. Pria itu menghela nafas untuk menenangkan diri dan mengatur agar emosinya lebih stabil. Diedarkannya pandangan ke sekeliling cafe semi outdoor ini. Aditya pikir, suasana natural akan membuat perasaannya sedikit terobati.

Para pelanggan terlihat duduk santai di kursi yang empuk, sambil menikmati minuman dan camilan pilihan mereka. Beberapa di antara mereka sibuk dengan laptop atau buku, sedangkan yang lain terlibat dalam percakapan hangat dengan teman-teman atau keluarga. Di sudut ruangan, sebuah rak berisi berbagai majalah dan novel menarik, menambah pilihan hiburan bagi para pengunjung yang ingin menenangkan pikiran. Namun, pikiran suntuk Aditya maupun Julie membuat semua hiburan dan suasana itu gagal merilekskan mereka. Padahal, mereka sengaja memilih kafe ini karena suasananya yang sangat nyaman.

"Aku kan udah bilang sama kamu sebelumnya. Kamu udah janji nggak akan bikin masalah apalagi berusaha mendekati Daniel lagi. Kalau kayak gini, aku yang nggak enak sama Daniel dan Renata. Aku nggak akan ambil resiko terjadi keributan lagi di antara kalian. Jadi, maaf, Julie. Aku nggak bisa bantu kamu lagi. Bahkan, aku mungkin akan menghalangi kamu kalau kamu nekat menemui Daniel lagi," ujar Aditya tegas setelah jeda yang cukup panjang tadi.

Ucapan Aditya membuat Julie merasa putus asa dan air mata mulai menggenang di sudut matanya. "Aku emang masih cinta sama Daniel. Apa kamu nggak pernah jatuh cinta? Saat kamu jatuh cinta, rasanya sakit banget saat orang yang kamu cintai membenci kamu. Itulah yang aku rasain sekarang. Aku nggak mau Daniel membenciku."

Sekali lagi, Aditya menghela nafas panjangnya. Dari luar, bunyi gemerincing gelas dan sendok yang saling bersentuhan menambah kehidupan pada suasana cafe yang tenang ini. Di latar belakang, irama musik jazz yang lembut mengalun, seolah mengajak setiap orang untuk melupakan kesibukan dan kepenatan sejenak, menikmati sore yang damai di cafe yang hangat dan menyenangkan.

Tapi berkebalikan dengan suasana cafe yang tenang, hati Julie sedang bergemuruh. Aditya menatap Julie dengan tatapan tajam dan tegas. "Julie, aku ngerti perasaanmu, tapi seperti yang aku bilang barusan. Aku nggak mau ambil risiko. Daniel udah bahagia sama Renata. Walaupun awalnya hubungan kami adalah hubungan profesional antara detektif swasta dan kliennya, tapi selama empat tahun terakhir, hubungan kami bertiga udah jadi deket banget kayak sahabat. Aku nggak ingin lihat sahabatku terluka karena masalah ini."

Julie menunduk, menyeka air mata yang mulai jatuh dari matanya. Dia merasa kecewa, namun juga menyadari bahwa Aditya hanya ingin melindungi sahabatnya. Pada akhirnya, Julie hanya bisa menerima kenyataan bahwa dia tidak akan bisa bertemu dengan Daniel lagi.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang