Bab 125

112 14 0
                                    

"Pak Ryan, ada masalah, website perusahaan diretas. Pak Jerry sekarang memanggil Anda untuk menemui beliau di ruangannya," lapor salah seorang staff kepada Ryan.

Pria yang tadinya sedang sibuk dengan pekerjaannya itu sontak memberi tatapan serius kepada bawahannya. "Diretas? Yang bener kamu?"

Rasanya tidak percaya, padahal sebelumnya masih baik-baik saja. Namun karena sang manager sudah memanggilnya, mau tidak mau Ryan segera menemui atasannya itu. Cukup lama Ryan bicara dengan pria berusia awal 40-an itu. Keluar dari ruangan sang manager, para staff mendapati wajah kusut Ryan yang tentu saja baru mendapat cercaan dari atasannya.

"Selesaikan masalah ini sebelum besok pagi," ucap Jerry—sang manager yang berdengung dengan sangat menyebalkan di telinganya. Sepertinya, hari ini dia dan seluruh staff di departemen ini terpaksa lembur untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kalian sudah tahu kan apa yang menimpa website perusahaan?" tanya Ryan mengawali pembicaraannya saat dia mengumpulkan semua staff di ruang meeting. "Pak Jerry hanya memberi kita waktu satu hari untuk menyelesaikannya. Masalahnya nggak hanya website utama yang menyimpan data customer, sistem HRIS kita juga secara ajaib diretas. Kita nggak bisa biarkan data customer dan karyawan kita bocor. Semua tanggung jawab ada pada kita. Jadi walaupun tim cyber secutiry yang bertugas penuh menyelesaikan masalah ini, tim lain juga harus membantu. Kita akan lembur malam ini."

Sekarang, tidak hanya wajah Ryan yang kusut melainkan juga wajah hampir seluruh karyawan. Setelah meeting mengenai langkah apa yang akan mereka ambil, mereka segera bergerak agar persoalan pencurian data ini segera teratasi.

Tari sebagai anak magang yang selama ini hanya diberi tugas ringan seperti perekapan laporan dan dokumentasi pun ikut kena getahnya. Tentu saja aktifitas perekapan laporan performa dan bug yang dia buat menjadi lebih banyak daripada biasanya.

Hingga jam 7 malam, departemen yang dipimpin oleh Ryan itu masih terlihat sibuk. Progresnya sudah sangat baik, tapi masih banyak yang perlu dikerjakan.

Tari mulai merasa lelah dan karena itulah perutnya yang terdapat jahitan bekas tikaman menjadi nyeri dan terasa ngilu. Memang beginilah yang dia alami belakangan. Sejak pulang dari rumah sakit, Tari tidak bisa terlalu lelah. Luka tikamnya akan terasa nyeri dan kata dokter itu normal. Tari hanya perlu mengatur aktifitasnya agar tidak terlalu berat karena luka pasca operasi itu baru akan sepenuhnya sembuh tanpa terasa nyeri lagi setelah beberapa bulan ke depan.

Untuk meredakan rasa sakitnya, Tari menelan pil anti nyeri dan mengistirahatkan dirinya sejenak di toilet kantor. Cukup lama dia duduk di dalam bilik sampai salah satu temannya merasa khawatir lalu menyusulnya ke toilet.

"Tari?" Seorang gadis berambut ikal yang disemir coklat mengetuk satu-satunya bilik toilet ya tertutup.

"Ya, Win?" jawab Tari dari dalam bilik.

"Lo baik-baik aja? Kok lama banget? Temen-temen sampai khawatir semua," tanya gadis yang ternyata bernama Wina itu.

"Eh, iya. Nggak papa kok. Ini udah selesai," Tari pura-pura menyalakan flush toiletnya lalu keluar dengan wajah yang dibuat senormal mungkin.

Obat anti nyerinya sudah mulai bekerja jadi rasa ngilu yang dia alami jauh berkurang. "Ayo balik ke ruangan," ajak Tari.

Dua staff magang itu pun kembali ke ruang departemen mereka, kembali bekerja membantu para seniornya. Satu hingga dua jam kemudian, Tari bisa kembali bekerja dengan lebih baik karena rasa sakitnya benar-benar hilang. Namun kondisi tubuhnya yang kurang fit ditambah kerja hingga lewat jam 9 malam ini membuat kekuatan anti nyerinya seolah berkurang. Tapi tari mati-matian menahannya.

Untung saja pukul 10 lewat beberapa menit, semua sudah beres. Berkumpul sebentar, Ryan mengucap terima kasih kepada semua staff yang telah bekerja sama dengan baik. Para staff pun bertepuk tangan sebagai penghargaan untuk diri mereka sendiri kecuali Tari yang diam saja karena konsentrasinya jauh menurun.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang