Bab 158

81 9 0
                                    

"Hah?" Julie linglung. Kepalanya semakin berat karena mabuk.

"Habisi Renata..."

"Mendapatkan Daniel ... "

Hanya dua kata itu yang berputar-putar di otak Julie untuk saat ini. Kepalanya berat dan otaknya sedang lambat dalam berpikir. Selain lantai yang membawanya seolah ikut berotasi, kini matanya hanya bisa menangkap bayangan kabur dari apapun yang ada di sekitarnya. Semua sensasi ini membuat Julie merasa tidak nyaman hingga akhirnya dia pun pingsan.

Julie sadar dalam keadaan tubuh yang lengket. Badannya tidak nyaman karena masih mengenakan pakaian semalam dan wajahnya terasa berat karena masih penuh dengan make up.

Julie menggeliat dan membuka mata. Baru pertama kali Julie terbangun dalam keadaan tidak ideal begini. Biasanya, dia punya ritual rutin sebelum tidur. Julie hanya tidur setelah mandi air hangat dan wajah polos yang bersih dari make up. Dia tidak pernah mabuk separah semalam sebelum ini.

"Duh ... sakit semua badan gue," gumamnya.

Julie duduk di ranjang untuk beeberapa saat untuk menstabilkan keadaan dirinya. Tidak ada yang aneh, dia ada di kamar apatemennya sendiri.

"Eh?" Tapi setelah bisa berpikir dengan jernih, justru itulah keanehannya. Kemarin dia tertidur di bar, mungkin pingsan. Lalu siapa yang mengantarnya ke sini?

Saat Julie berusaha menajamkan indera penciumannya, dia berhasil menghirup aroma teh di ruang kamarnya. Matanya sontak mengarah ke nakas dan benar saja, di sana ada secangkir teh yang masih hangat.

"Siapa nih yang bikin teh?"

Julie tinggal sendirian tanpa pelayan. Dia memang lebih suka tinggal di apartemen ini daripada di rumah besar orang tuanya yang penuh keributan.

Samar-samar, Julie juga mendengar suara orang yang sedang melakukan aktifitas di dapur. Ketakutan akan siapa yang telah menyusup di apartemennya, Julie berjalan mengendap-endap keluar dari kamarnya.

Seorang pria memang sedang terlihat melakukan sesuatu di dapur, memasak mie instan.

"Siapa?" bisik Julie pada diri sendiri.

Untuk sesaat, Julie tidak bisa mengenali pria itu sampai akhirnya terlintas lah memori saat dia di club semalam. Pria itu adalah pria yang menemuinya dan mengatakan sesuatu soal Daniel dan Renata. Kesal, Julie menghampiri pria itu dengan langkah pasti.

"Lo yang bawa gue ke sini? Kok bisa masuk? Dari mana lo tahu pinnya?" todong Julie tanpa basa-basi sama sekali.

"Ulang tahun Daniel. Gampang. Lo harus ganti pin kayaknya. Terlalu mudah ditebak," jawab pria itu dengan santainya seolah amsuk ke rumah seseorang tanpa ijin dan beraktifitas seenaknya di dapur adalah hal biasa. "Gue pikir kulkas cewek isinya lengkap. Nggak tahunya cuma isi apel sama yogurt basi. Gue laper. Tapi di dapur lo cuma ada mie instan. Nggak papa kan gue masak?"

"Lo siapa sih? Kok lo tahu banyak soal gue dan Daniel?" tanya Julie penuh kewaspadaan. Matanya menatap aneh ke arah pria yang dengan santainya merebus air dan membuka kemasan mie instan itu.

"Lo nggak inget ucapan gue semalem?"

Julie terdiam sejenak. Mencoba mengingat apa yang pria itu katakan. Saat akhirnya dia berhasil ingat, Julie tersentak. "Orang sinting! Lo lagi ngomongin percobaan pembunuhan? Pergi lo! Gue nggak mau ikut-ikutan!"

Julie menarik sebilah pisau dapur dan menodongkannya ke arah pria itu.

"Woo ... santai ...." Pria itu mengangkat tangannya menerima todongan pisau itu.

"Makanya gue bilang pergi!" bentar Julie.

"Yah, padahal baru aja mau masak mie." Pria itu mematikan kompor dengan kesal.

"Pergi!"

"Oke oke. Nanti kita bicara lagi ya." Pria itu berjalan ke pintu keluar, masih dengan gayanya yang santai.

Sebelum dia mencapai pintu, pria itu berbalik dan berkata, "Nanti gue bakal temui lo lagi. Sekarang pikirin dulu aja apa kata gue semalem."

"Buruan pergi!" Julie membuka pintu dan mendorong pria itu keluar.

BRAK!

Julie menutup pintunya dengan keras. Masih memegang pisau dapurnya, Julie bersandar di balik pintu dengan nafas terengah-engah. Dengan cepat, dia meraih ponsel di kantongnya lalu mengganti pin masuk pintu rumahnya dengan ponsel itu.

Baru saja Julie hendak melangkah kembali ke kamar, bel pintu berbunyi. Julie membukanya dan pria itu berdiri dengan senyum aneh di depan pintu. Julie mengeratkan pegangannya pada pisau dapur di tangannya.

"Gue belum kasih ini," ujar Pria itu menyerahkan selembar kartu nama.

Julie meraihnya dalam diam.

"Hubungi gue kalau lo berubah pikiran," ucap sang pria.

Lalu, pria itu berjalan pergi dan Julie cepat-cepat menutup pintu lagi.

Kembali ke kamarnya, Julie membuang teh yang dibuatkan oleh pria itu. Julie juga membuang air di panci dan mie instan yang sudah terbuka di dapur. Baru 10 menit berlalu sejak kepergian pria itu, bel pintu apartemen Julie berbunyi lagi.

"Ngapain lagi sih dia?" rutuk Julie mulai kesal dengan kehadiran pria itu.

Dia meraih panci yang hendak pria tadi gunakan untuk merebus mie instan lalu mengisinya dengan air sampai penuh.

Julie berjalan dengan langkah yang tegas ke arah pintu dan membukanya. Tanpa melihat atau mengintip sebelumnya, Julie menyiramkan air dalam panci itu kepada sosok seorang pria yang berdiri di sana.

BYUR!

Pria yang berdiri di depan pintu menjadi basah kuyup bagian kepala dan wajahnya. Pria itu mematung, menatap heran ke arah Julie tanpa bisa berkata-kata mengapa dia disiram dengan air.

"Eh? A–Aditya?" Julie tergagap dan merasa bersalah karena telah menyiram orang yang tak seharusnya.

"Apa salahku?" Aditya merentangkan tangannya, melongo.

"Duh, maaf, maaf. Kirain orang lain," Julie semakin merasa bersalah. "Masuk gih! Dikeringin di dalem itu kepalanya."

Aditya mengangguk lalu melangkahkan kakinya perlahan ke dalam rumah. Sesampainya di ruang tamu, dia menarik napas dalam-dalam, merasakan aroma vanila di ruangan itu. Dia duduk di salah satu sofa, menunggu kedatangan Julie sambil merenung sejenak, menyesuaikan perasaannya dengan suasana di ruang tersebut.

Julie kembali tak lama kemudian membawa handuk kecil.

"Kaosku juga basah. Ada kaos gede nggak di sini? Buat ganti. Gak nyaman," tanya Aditya.

"Yah, nggak ada yang seukuran cowok. Kaosku kecil-kecil semua. Mau?"

"Nggak lah! Ntar kayak lepet. Kujemur aja boleh? Di mana jemurannya?" Aditya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari lokasi yang cocok untuk menjemur kaosnya.

"Di luar aja, di jemuran balkon. Sini!" Julie merentangkan tangannya meminta kaos Aditya.

Aditya pun melepas kaosnya. Saat Aditya melakukannya, Julie terbelalak saat melihat dada bidang Aditya. Bentuk tubuh Aditya terlihat sangat seksi di matanya.

Saat Aditya mengulurkan kaosnya, Julie tanpa segan masih terpaku menatap dada Aditya.

"Woy!" bentak Aditya sengaja mengagetkan Julie dari lamunannya. "Ngelihatin apa?"

"Eh? Nggak lihat apa-apa kok." Pipi Julie merona karena malu tertangkap basah sedang memeloti dada Aditya. Dia segera merebut kaos basah Aditya dan berlari menuju balkon apartemennya untuk menjemur kaos tersebut.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang