Bab 7

329 23 0
                                    

"Pagi ini, Opa ingin mengumumkan sesuatu," Danar memulai pembicaraan serius di meja makan saat keluarga Mahendra sarapan pagi ini.

Semua mata sontak menatap wajah sang tetua. Dari nadanya, sepertinya orang nomor satu di keluarga Mahendra itu ingin mengatakan sesuatu yang penting.

Dirga diam - diam meremas sendok dan garpunya. Sepertinya, dia bisa menduga apa yang akan kakeknya itu sampaikan. Ini sudah sebulan sejak pria tua itu memarahi Dirga karena telah menampar Renata.

"Opa sudah memutuskan bahwa pengganti posisi Opa sebagai presdir nanti tidak lagi diputuskan berdasarkan prinsip primogenitas yang selama ini Opa anut. Jadi, kalian tidak harus menjadi anak pertama atau cucu pertama untuk mrnempati posisi itu," ucap Danar sontak membuat beragam ekspresi terukir di wajah - wajah mereka yang sedang mengelilinginya di meja makan itu.

Dirga tidak terlihat sedih atau marah, hanya datar dan dingin seperti biasa. Sedangkan Renata mengangguk - angguk tanpa beban. Dia cuek, tentu saja. Sejak Dirga menamparnya demi Irena, Renata sudah tidak peduli akan apa yang terjadi pada Dirga. Yang penting mereka tidak bercerai sesuai perjanjiannya dengan Danar, itu saja. Selebihnya, mereka hidup masing - masing.

Keluarga Beny, Lia dan Reyhan tentu saja sangat senang. Itu artinya ada harapan agar Beny bisa menempati posisi itu. Dan jika Beny yang menjadi presdir, sudah tentu Beny akan memberi Reyhan posisi yang sangat strategis bahkan menunjuknya menjadi presdir di masa depan saat dia pensiun.

Sedangkan si kembar tidak peduli, prioritas mereka saat ini adalah bersenang - senang. Sementara kedua orang tua mereka juga terlihat biasa saja.

"Mulai sekarang, kalian harus menunjukkan bahwa kalian kompeten untuk bisa menempati posisi itu. Tidak peduli apakah itu anak, menantu atau cucu, yang berkualitaslah yang akan Opa pilih. Jadi, jika kalian menginginkannya, berusaha keraslah mulai sekarang," lanjut Danar.

"Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi bahkan melampaui ekspektasi Papa," Beny berkata dengan penuh semangat. Dia melirik istri dan putranya yang juga terlihat sama sumringahnya seperti dia.

Beny menatap Dirga dengan penuh ejekan bahkan dia juga menatap Carla, adik kandungnya dengan wajah meremehkan. Carla menyuapkan rotinya sambil mengangat kedua bahunya, tidak menggubris tatapan meremehkan itu.

"Lia senang Papa mengubah prinsip Papa. Di saat tertentu, sangat bijak mengambil keputusan yang bisa MENYELAMATKAN perusahaan dari kehancuran karena dipimpin oleh orang yang tidak kompeten," Lia melirik Dirga.

Dirga seperti sebelum - sebelumnya, menerima begitu saja sindiran dan hinaan dari tantenya. Renata akhir - akhir ini menjadi lebih diam di meja makan. Dia tidak lagi bicara membela Dirga seperti saat itu. Selain karena dia tidak lagi peduli, Dirga juga dulu memintanya untuk diam kan?

Maka kali ini pun, dia tidak berada di sisi siapapun. Biarkan saja para Mahendra ini berebut warisan atau apapun itu, dia hanya akan bertahan di sana asal 100 juta perbulannya masih terus ada.

"Wah, ini perubahan besar," celetuk Reyhan. "Aku yakin papa bisa menunjukkan bahwa papa layak untuk posisi itu, Opa."

"Ya, baiklah, berusahalah kalian semua."

"Oh ya, aku juga ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian semua," Reyhan bicara dengan penuh kebahagiaan.

Sepertinya, ini hari baiknya.

Sepertinya, ini adalah awal dari kehancuran Dirga.

"Apa?" tanya Lia.

"Sebentar, ada tamu spesial yang akan ikut sarapan dengan kita," Reyhan berdiri lalu beranjak ke ruang depan, sepertinya ke ruang tamu atau ke pintu utama untuk menjemput seseorang.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang