Bab 77

179 16 0
                                    

"Hadeeeh... dasar si Satyantoro, bingung ngebuntel badan pakai selimut segala," Renata berdecak kesal.

Renata memang harus berpikir keras bagaimana caranya menakhlukkan suaminya yang satu ini. Masalahnya, Satya bukan sulit dibuat jatuh cinta, melainkan prinsipnya terlalu kuat. Dia terus saja berpikir bahwa dirinya adalah kakak kembar Dirga yang tidak boleh menyentuh Renata.

Jika dia bersikap agresif menahan Satya dan memaksa melanjutkan sebagaimana yang Renata lakukan ke Andika dulu, itu tidak akan berhasil. Yang ada, Satya akan marah dan makin menjauh.

Sepertinya, merayu Satya tidak bisa dengan mengandalkan nafsunya. Satya harus didekati dari hati ke hati dan dibuat mengerti bahwa hubungannya dan Dirga tidak senyata itu.

Di sisi lain, Satya sedang berjuang keras menahan gairahnya di kamar mandi. Lagi - lagi dia harus berendam dengan air yang sangat dingin untuk meluruskan otaknya yang nyaris nekat.

Bukan perkara mudah menghindari wanita yang dia cintai saat dalam posisi seperti tadi. Tapi Satya terlalu menjunjung tinggi moralnya.

"Astaga... godaan in terlalu berat," gumam Satya lirih.

Lama sekali dia berendam di bathtub. Kulit jemari sampai berkerut saking lamanya.

Satya sudah hendak keluar dari bathtub saat tiba - tiba bayangan wanita asing muncul dalam pikirannya. Dalam pikiran Satya, ada momen saat para wanita itu terikat dengan posisi yang sangat sensual. Matanya tertutup. Mereka mendesah, sesekali mengeluh sakit, berdiri, duduk, berbaring di bawah tubuhnya.

Memori itu datang silih berganti seperti film berseries. Tunggu, bahkan Satya tahu nama mereka.

Chloe, Nirina, Shella, Baby, Safira, Vina, Lolita, Fiandra, Violeta...

Itulah nama mereka.

Satya memegangi kepalanya. Dia tidak nyaman dengan apa yang dia lihat. Pria yang bermain bersama mereka di atas ranjang adalah dirinya.

Bukan, bukan dirinya, bukan Satya. Tapi pria lain yang juga menggunakan tubuh ini.

"Ares...," gumam Satya. "Ini memori Ares. Kenapa? Kenapa aku dapat memori Ares lagi? Nggak, jangan, jangan bergabung sama Ares. Kami orang yang berbeda."

"Berani lo ngomong sama gue?" 

Satya merasakan dirinya menatap Carla dengan penuh kebencian.

"Udah lama gue pengen bunuh lo. Harusnya lo bersyukur gue mengampuni nyawa lo selama ini. Lo nggak berhak nanya apapun ke gue, ngerti?" 

Satya juga merasa dia mencekik leher Carla sampai wanita itu sangat kesakitan.

"Bukan. Itu Ares. Itu Ares yang bicara dan melakukannya, bukan aku!" Satya menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Satya merasa gempuran memori yang berdatangan ini sangat menyakitkan. Berulang kali dia bergumam bahwa dia bukan Ares.

Dia bukan Ares.

Dia bukan Ares.

Tapi semakin dia menolak, semakin banyak memori Ares yang masuk ke kepalanya. Dia mendapat memori saat Ares SMP dan memukuli temannya, saat Ares kebut - kebutan, menang balap motor liar, membangun markas untuk gangnya, bahkan saat Ares menyelamatkan Renata dari Vincent.

Yang paling buruk adalah, Satya merasa dirinya lah yang mengalami itu semua.

Satya menenggelamkan dirinya di air dingin. Dia tidak keluar selama dia mampu menahan nafas, berharap air yang dinginnya menusuk kulit ini bisa menghentikan transfer memori yang sedang berlangsung.

"Haaaah!" Satya terengah saat dia keluar dari air karena tidak mampu lagi menahan nafas.

Namun, sepertinya usahanya cukup berhasil. Serangan memori itu akhirnya berhenti juga. Satya mengatur nafasnya agar dia bisa lebih tenang. Lalu dia mengeringkan tubuhnya dan keluar.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang