Bab 40

225 17 0
                                    

"Pelan - pelan... pelan - pelan... pelan - pelan...."

Renata bangun keesokan harinya dalam keadaan segar. Tubuh yang terasa remuk redam akhirnya bisa kembali bugar. Namun suara bisikan aneh seorang pria cukup mengganggu telinganya.

"Pelan - pelan... pelan - pelan... pelan - pelan...."

Renata mengucek matanya dan mendapati Ares duduk bersila di lantai kamar sambil menggumamkan kata "pelan - pelan". Saat Renata mendekati pria itu, ternyata mata Ares juga terpejam.

"Ares, kamu lagi apa?" Renata duduk di hadapan Ares, memperhatikan pria yang terlihat penuh konsentrasi dan ketenangan itu.

"Meditasi," jawab Ares singkat.

"Meditasi untuk apa?"

Ares tidak langsung menjawab. Setelah beberapa kali menghirup nafas dalam - dalam dan mengeluarkan secara perlahan, Ares membuka matanya.

"Supaya bisa pelan - pelan."

Renata berpikir keras. "Pelan - pelan apa?"

"Kan kamu yang minta pelan - pelan supaya kehamilanmu aman. Aku udah cari di internetnya. Katanya... katanya aku harus meditasi untuk... untuk mengontrol nafsuku."

Kening Renata berkerut. Setelah dia paham sepenuhnya, tawanya terlepas.

"Kenapa malah ketawa? Apa kamu nggak tahu gimana susahnya perjuanganku ini?"

Renata sontak mengatupkan bibirnya mendengar nada tak enak dalam ucapan Ares tadi.

"Hm... maaf. Mungkin... kalau kamu biarin aku pegang kendali, kamu bisa sekalian belajar gimana itu pelan - pelan," Renata mengerling nakal.

"Apa? Kamu mau pegang kendali? No no no! Jangan harap! Aku dominan, kamu submisif, selamanya!" Ares mengacungkan jari telunjuknya ke depan muka Renata.

Bukannya takut, Renata malah mencondongkan badannya ke arah Ares.

"Sesekali nggak papa kita coba...," Sengaja menggunakan nada manis yang menggoda, Renata tanpa gentar terus mendekatkan tubuhnya.

"Renata, jangan macam - macam. Stop! Berhenti di sana!"

Kegigihan Renata tidak berkurang sedikit pun. Semakin Ares memintanya menjauh, semakin nekat wanita itu. Ares reflek memundurkan badannya karena Renata tanpa canggung menduduki pahanya.

"Renata, ini peringatan terakhir," ancam Ares.

"Ayolah, ini variasi."

"Haha! Aku udah punya cukup banyak variasi. Renata, stop!"

Renata menggeleng. "Aku nggak mau stop."

"Oh ya?"

"Hm. Aw! Ares!" Renata tidak menyangka bahwa anggukan kecilnya berakibat dirinya digendong di pundak kiri Ares seperti sekarung beras yang dipikul seorang kuli.

Tubuh mungil Renata dilempar begitu saja di ranjang dalam keadaan terlentang. Untung saja tempat tidur mahal ini hanya membuat tubuh Renata terpantul - pantul alih - alih sakit.

"Aku meditasi hampir satu jam dengan penuh konsentrasi. Bisa - bisanya kamu datang cuma buat gangguin aku? Apa kamu nggak tahu sangat berat menghilangkan kebiasaan yang udah bertahun - tahun kamu lakukan? Sekarang terima sendiri akibat perbuatanmu, Renata,"

"Kamu mau apa?"

"Melakukan sesuatu yang pasti kamu suka," Ares membuka laci nakas yang paling atas lalu mengambil seutas tali dari dalamnya.

"Tangan."

Satu kata saja, Renata sudah mengerti apa maksudnya. Jadi Renata dengan patuh menyatukan dua pergelangan tangannya lalu mengulurkannya kepada Ares.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang