Bab 121

100 15 0
                                    

Terkadang, Renata berpikir sepertinya Satriya sangat dominan Ares kecuali saat bekerja di kantor dan sikapnya yang romantis. Bukan berarti Renata tidak suka. Hanya saja, Renata berpikir andai saja Satya mendominasi urusan Sherina, maka Satriya pasti bisa menyayangi bayi mungil itu seperti Dirga dan Daniel. Memang benar Sherina hanya keponakan, tapi Renata sudah sangat terikat secara batin dengan putri dari Sherly itu.

Satriya sepertinya menyadari kegalauan istrinya. Dan pria itu tahu betul apa masalahnya. Usai membersihkan dan menyegarkan tubuhnya di kamar mandi selama beberapa saat, Satriya turun bergabung bersama Renata dan para bayi.

"Halo, Papa," Renata yang sedang menggendong Ares menyapa Satriya dengan suara anak-anak sambil menggerakkan tangan Ares.

Sedangkan Satya duduk tenang di bouncer sambil memasukkan apapun yang bisa diraih tangannya, wajahnya penuh air liur.

"Weee... wooo ... hum ..." gumam Satya sambil menikmati teether miliknya yang berbentuk es krim.

Ares kecil, seperti biasa, tidak pernah bisa tenang walaupun dia merasa nyaman di pangkuan mamanya. Pantatnya trus melorot ke bawah dan kakinya tidak berhenti menendang-nendang.

"Ares, kasihan mama, yang anteng," komentar Satriya sambil mencubit gemas pipi putranya.

Seperti punya insting sedang diserang, Ares kecil mengeluarkan suara yang mirip erangan tapi terdengar sangat imut. Satriya terkekeh pelan dan malah mencubit kedua pipi tambun Ares dengan gemas. "Nantangin papa nih ceritanya? Kamu tuh masih bau kencur, lepas popok dulu kalau mau nantangin papa."

Ares mengerang lagi sampai liurnya menetes. Sedangkan Satya kecil tidak peduli pada dunia, dia fokus menggigit teether bentuk es krim dan bentuk donat secara bergantian.

"Baru lihat teether bentuk donat ini," ujar Satriya.

"Daniel yang belikan," jawab Renata.

Satriya memutar matanya, tahu betul mengapa Daniel membeli yang berbentuk donat.

"Oek ... oek ..." Suara tangis Sherina tiba-tiba terdengar.

Renata menyerahkan Ares kepada salah satu baby sitter karena Satriya sedang bermain dengan Satya. Lalu dia menggendong Sherina, berusaha menenangkannya.

Sayangnya, Renata tidak berhasil menenangkannya. Renata sudah memeriksa popok Sherina yang ternyata masih kering, mencoba memberi susu dan memeriksa seluruh tubuhnya takut gerah atau ada semut. Semua baik-baik saja namun Sherina belum juga bisa diam.

"Saya bantu, Nyonya?" tawar seorang baby sitter yang paling dekat dengan Sherina.

Renata mengangguk dan menyerahkan Sherina. Sang baby sitter menimang-nimang Sherina tetapi usahanya gagal juga.

"Apa mungkin kembung?" tanya Renata.

Baby sitter itu dengan cekatan memeriksa perut Sherina yang kelihatannya juga baik-baik saja. "Nggak kembung tuh, Nyonya," jawabnya.

Bukannya mereda, air mata bayi mungil itu malah keluar semakin banyak. Lalu tangan kecilnya menggapai-gapai Satriya seolah meminta Satriya menggendong dirinya.

"Sayang, Sherina kayaknya pengen digendong sama kamu deh," ujar Renata yang menebak gelagat Sherina.

"Masak sih?" Satriya merasa tidak percaya. Digendong Renata dan baby sitter-nya saja tetap menangis, apa iya Sherina akan diam saat dia gendong?

"Kayaknya iya deh, Tuan. Coba Tuan gendong dulu," Sang baby sitter menyerahkan Sherina kepada Satriya.

Satriya tak kuasa menolak. Dia pun berdiri dan menggendong Sherina. Tak disangka, tangis bayi itu seketika berhenti ketika tubuhnya ada dalam pelukan Satriya. Sherina bahkan menyandarkan kepalanya di pundak Satriya karena pria itu menggendongnya dalam posisi tegak menghadap belakang.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang