Bab 124

101 15 0
                                    

Hari minggu ini, lagi-lagi empat serangkai berkumpul dengan rencana mereka yang aneh-aneh. Untuk saat ini penyelidikan telah rampung. Mereka sudah tahu siapa saja yang bekerjasama dengan Irena mulai dari partner utama yaitu pacar Irena sendiri—Ryan, si ahli hipnotis ilegal—Mahira, om Renata—Pranata, petugas keamanan toko mainan—Erlangga, dan petugas keamanan rumah keluarga Mahendra yang tempo hari mematikan CCTV untuk menghabisi para kelinci—Deddy.

Sejauh ini, hanya Mahira yang diserahkan ke polisi. Itupun berdasarkan laporan setengah-setengah dari Daniel yang hanya mengatakan bahwa wanita itu berusaha menghipnotisnya tanpa consent. Daniel belum memberi keterangan lebih lanjut kepada polisi dan DIrga sengaja tidak memberi keterangan soal upaya manipulasi pikiran dan penganiayaan Tari karena dia punya rencana lain untuk Ryan dan Pranata.

"Dua petugas keamanan itu cuma pion yang dibayar sama si ratu jahat Irena. Kita akan serahkan mereka ke polisi kalau menteri Ryan dan menteri Pranata udah mendapat pelajarannya," ujar Satriya sambil dengan santainya meneguk sekaleng soda.

Tari agak terkejut mendengar penuturan itu. Dalam hati dia khawatir bahwa Satriya dan Dirga memang berencana menyusahkan Ryan, dia tidak tega. "Pelajaran? Kak Satriya mau kasih pelajaran apa buat Kak Ryan? Bukankah–"

"Ya, kalau dia bisa jatuh cinta sama kamu dan meninggalkan Irena, aku nggak akan ngerjain dia," jawab Satriya, melirik Tari untuk mengamati ekspresinya.

"Soal itu ... pasti Kak Ryan butuh waktu untuk berpindah hati," Tari menatap lekat ke arah Satriya. Matanya mencerminkan permohonan agar Ryan tidak diapa-apakan.

"Ya, aku kasih dia waktu kok," Satriya masih santai.

Renata menyikut lengan Satriya lalu berbisik, "Jangan terlalu ditekan, kasihan."

"Biarin aja, biar semangat," balas Satriya juga berbisik kepada istrinya.

"Iya, Kak, tolong kasih waktu yang panjang buat Kak Ryan. Aku yakin dia bukan orang jahat kok. Jangan keburu ngerjain dia," pinta Tari memelas.

"Ck ck ck," decak Aditya. "Bucin."

Tari berhasil dibuat cemberut oleh komentar itu. Tapi yang lain malah tertawa kecil tanpa perasaan.

"Yang penting sekarang waktunya ngerjain Pranata. Dia kerjasama dengan Irena supaya mental Dirga berantakan, kan? Sekarang ayo buat mentalnya berantakan juga. Sana, bergerak!" Satriya memberi perintah dengan tatapan dan gerakan kepalanya kepada Aditya serta Tari.

Aditya mencibir dalam hati. Kadang kesal dengan sikap Satriya yang paling bossy dibanding Dirga dan Daniel. Tapi Aditya tahu siapa yang tuan di sini. Jadi dia menurut saja diminta ikut campur dalam urusan yang jauh dari pekerjaan seorang detektif. Tidak apa-apa, semua demi bayaran tambahan karena dia suka uang.

"Ayo, Tar! Tukang riasnya udah nunggu tuh," ajak Aditya.

Tari mengangguk. Aditya lalu menemani gadis itu didandani. Sang penata rias mulai bekerja begitu Tari duduk di kursi yang dia sediakan. Tak lama, aktifitas merias wajah Tari sudah selesai dan sang penata rias mengambil kain putih lebar dari dalam tasnya.

"Duh, beneran aku harus pakai itu?" Tari melirik enggan ke lembaran kain putih polos yang biasanya dijadikan penutup tubuh jenazah umat muslim yang meninggal itu.

"Iya. Kan idenya Tuan Satriya. Sebentar aja kok. Sekali foto selesai," jawab Aditya.

"Oke," Tari bersedia dirinya dibungkus ala jenazah dengan kain kafan itu. Sejak awal wajahnya memang dirias pucat agar terlihat seperti orang yang baru saja meninggal. Tari tidak bercerita soal rencananya yang ini kepada ayahnya karena pasti dimarahi dengan alasan pamali.

Untungnya Aditya mengambil foto dengan cepat. Jadi, Tari tidak perlu lama-lama mengenakan kostum itu.

"Udah beres," gumam Aditya.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang