Bab 161

96 9 0
                                    

"Renata blom pulang, Mbak?" tanya Daniel pada salah seorang baby sitter yang sedang mensterilkan botol minum Satriya dan Andika.

"Belum, Tuan."

Baru saja Daniel selesai mandi setelah seharian main bersama dua bayi mungilnya. Sudah dua jam Renata keluar ke supermarket bersama dengan si kembar.

Mereka belum kembali karena Renata bilang si kembar merengek ingin main di playground. Sedangkan Sherina sedang keluar bersama mama kecilnya.

Jadilah Daniel di rumah mengasuh Andika dan Satriya bersama dua baby sitter mereka. Karena Andika terus menangis, Daniel berinisiatif menggendong putranya itu untuk menenangkan.

Daniel membawanya ke ruang terbuka agar mendapat angin segar. Sementara Satriya sedang diajak bermain dengan salah seorang baby sitter. 

Karena Satriya asyik bermain dan tenang, Daniel mengajak Andika berkeliling taman. "Mana ini mama sama duo abang kamu kok belum pulang? Kita jalan-jalan aja deh biar nggak bosen."

Andika hanya berkedip cepat sambil menatap papanya. "Ekspresi kamu kok unik? Hm ... papa punya feeling kamu bakal mewarisi kehebatan papa nih dalam hal–" Daniel berpikir. " Dalam hal mengubah suasana menjadi selalu ceria. Hehe."

"Masa Satya mini makin hari makin mirip Satya gede. Ares mini makin mirip Ares gede. Tuh si Satriya mini jangan-jangan jadi kayak Satriya gede juga. Bah! Apes bener nggak ada yang namanya Daniel. Tapi kalau ada namanya Daniel, artinya papa ngilang dong? Kamu suka nggak kalau papa ngilang? Kamu lebih suka punya satu papa Dirga apa punya dua? Harusnya tetep dua dong! Papa Dirga itu serius terus. Kamu pasti stres kalau cuma punya papa satu. Mending dua. Ya, kan?"

Daniel terus meracau, bicara pada Andika yang hanya bisa menatapnya tanpa memberi respon lain.

"Trus ... kamu jangan jadi kayak Andika ya? Nanti kamu nggak bisa tumbuh besar. Masa dari pertama muncul dia SMA terus, mampet pertumbuhannya. Kan somplak! Mending kamu niru papa Daniel aja, oke? Mulai sekarang, kamu papa angkat jadi anak didik ya. Hehe. Panggil papa Mahaguru." Daniel terkekeh. Hatinya puas membayangkan dia punya satu anak yang sifat dan karakternya mirip dirinya.

Walaupun Daniel membuatnya seperti bercandaan, sebenarnya dalam hati dia takut bergabung bersama Dirga. Walaupun Renata dan semua orang mengatakan rasanya tidak akan seperti menghilang, tapi dia pikir karakter Dirga akan lebih dominan.

Itu seperti Satriya yang lebih sering terlihat seperti Ares daripada seperti Satya.

"Mungkin suatu hari nanti, kalian akan jarang melihat sosok Daniel muncul dalam diri Dirga. Bagus kalau ada satu anakku yang mewarisi selera humor dan keceriaanku. Kalian bisa melihat Andika saat kangen sama sosok Daniel."

Mendadak ada air mata menggenang di sudut mata Daniel. Mungkin akan sangat menyenangkan menjadi orang normal tapi mengapa dia merasa akan kehilangan jati diri?

Bisa jadi, itu karena terlalu lama dia hidup dengan gangguan mental ini sehingga batas antara yang normal dan tidak normal terasa kabur.

"Oek ... ek ...." Andika tiba-tiba merengek tapi tidak menangis kencang.

"Eh? Kenapa nih anak papa Mahaguru? Sssh ... mau mimik? Yuk kita ambil cucunya." Daniel berjalan masuk ke kamar, hendak meminta baby sitter mengambilkan susu untuk Andika.

Sepanjang jalan, Daniel menyanyikan lagu 'Bintang Kecil' untuk menghibur Andika. Andika berangsur tenang sampai akhirnya berhenti menangis. Namun, saat hampir mencapai pintu, Daniel mendengar percakapan dua baby sitter itu.

"Eh, jangan sampai ketuker lho ya susunya Andika sama Satriya," ujar satu baby sitter memperingatkan rekannya.

"Iya paham. Nih sampai aku kasih nama botolnya. Nih, lihat!"

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang