Bab 97

128 17 0
                                    

Di rumah Bagas, Daniel dan Renata menikmati hari santai mereka.

"Ares, diam! Kenapa tangan dan kakimu nggak bisa diam sih?!" Daniel mengomel.

Pria itu mengusap keningnya yang berkeringat karena beberapa kali gagal memakaian baju Ares.

"Owa ... oo ... ooo ... wa ...," celoteh Ares.

Ares kecil sangat aktif. Tangannya menggapai-gapai udara sehingga Daniel kesulitan memasukkannya ke lubang lengan. Di saat bersamaan, kakinya juga menendang-nendang perut Daniel.

"Saya bantu, Tuan?" tawar salah satu baby sitter. 

"Eits! Jangan coba-coba! Sana-sana! Saya mau berusaha sampai berhasil," Daniel mengibaskan tangannya untuk mengusir baby sitter itu menjauh.

"Nggak papa, biarin papanya aja yang pakaikan. Kalian tunggu di luar, ya. Bawa Satya sama Sherina," ujar Renata kepada baby sitter itu. Lalu dia berpaling ke arah Daniel yang super sibuk. "Jangan kelamaan, Daniel, nanti Ares keburu kedinginan."

"Salahnya sendiri kalau kedinginan. Lihat itu Satya udah menikmati hidup pakai baju rapi dan minum susu. Dia masih aja olahraga cuma pakai diapers gini kayak tuyul," Daniel melirik Ares dengan sebal.

"Salah kasih nama nih kayaknya. Kelakuan jadi kayak bapaknya yang itu. Nggak bisa diem. Nah, udah masuk satu akhirnya, ayo sini masukin ke tangan satunya!" Terus saja Daniel mengomel sambil memakaikan baju.

"Anak kecil jangan diomeli terus! Ares emang lebih aktif daripada Satya," Renata mengambil kaos kaki untuk Ares. Dia menyerahkan kaos kaki itu kepada Daniel yang akhirnya berhasil memakaikan atasan Ares.

"Fiyuh ... sekarang celana," Daniel memasangkan celana Ares. Usaha ini juga menuai banyak kegagalan karena setiap kali Daniel mamasukkan kaki Ares ke lubang celana, kaki yang satunya keluar lagi dari lubang sebelahnya.

"Sampai kapan begini terus ya Tuhan ...," rutuk Daniel.

"Naikkan celananya sampai batas lutut baru masukin sebelahnya. Kamu pegangi aja kakinya nggak papa tapi jangan terlalu ditekan nanti sakit," Renata mengajari Daniel.

Daniel menjalankan instruksi Renata. Dan ternyata itu membuatnya berhasil. "Yes! Akhirnya ... baru empat bulan aja udah kayak baling-baling kipas kamu, Ares! Nggak bisa diem kalau nggak dipencet off! Empat tahun jadi baling-baling bambu kamu. Empat belas tahun baling-baling helicop–"

"Kaos kakinya, Daniel. Jangan malah diomeli terus!" tegur Renata.

"Oke, oke, kaos kaki," Daniel memasang kaos kaki. Kali ini sukses pada percobaan pertama.

Plok! Plok! Plok!

Renata bertepuk tangan.

Cup.

Satu kecupan dia daratkan di pipi Daniel. "Makasih papa."

"Tumben papa doang bukannya papa ketiga, hm?" Daniel mencubit gemas hidung Renata.

"Papa ketiga atau papa sama aja, sama-sama papa kesayangan anak-anak dan mamanya," Renata melingkarkan lengannya di leher Daniel dari posisi belakang. "Semua sayang sama kalian."

Daniel mengusap lembut rambut Renata. "Makasih, ya."

"He em," Renata mengangguk. Matanya menatap wajah Daniel. Bersamaan dengan itu, Daniel juga memalingkan wajahnya ke arah Renata sehingga mata mereka kini saling bertatapan.

Senyum tipis terukir di bibir keduanya. Mendadak suasana berubah menjadi romantis. Apalagi, suara gemericik hujan mulai terdengar dari luar.

Daniel mendekatkan wajahnya dan mereka berciuman untuk sesaat sebelum suara ketukan pintu terdengar.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang