Bab 114

113 14 0
                                    

Keesokan harinya. 

"Gimana?" tanya Aditya kepada seorang pria berperawakan tinggi besar yang sedang menyesap secangkir kopi di hadapannya.

"Mahira melakukan semuanya atas perintah seseorang. Dia mendapat bayaran beberapa ratus juta. Sebelumnya, seperti kata lo, dia lagi kesulitan keuangan. Dia dua kali gagal menikah sejak kejadian pelanggaran kode etik kedokterannya itu. Tapi bagian yang ganjil adalah dia nggak pernah ketemu sama yang namanya Reyhan. Jadi, dia cuma pernah bicara lewat telepon dengan seorang cowok yang mengaku namanya Reyhan dari awal sampai akhir. Bahkan, uang pembayarannya pun dibayar cash, bukan transfer," jawab pria itu.

Aditya dengan penuh konsentrasi mendengarkan semua penjelasan temannya itu. Matanya tidak beralih menatap si teman yang merupakan salah satu anggota kepolisian yang menangani kasus Mahira.

"Hm ...." Aditya mengangguk sembari meraih sepotong croissant bertabur gula lalu menggigitnya. "Gimana cara pembayaran cash-nya?"

"Dia bilang seorang pria suruhan mengenakan masker hitam datang ke rumahnya membawa sekoper uang. Setelah itu baru Mahira sendiri yang menyetor uang itu ke rekeningnya pribadinya," jawab pria itu.

"Oke. Jadi, bisa aja cowok itu emang orang di balik layar yang menfitnah Reyhan atau bisa aja dia emang suruhan. Makasih infonya," Aditya lalu menyodorkan sepotong roti juga ke arah temannya itu. "Makan nih! Lo minum doang dari tadi."

"Yoi," jawab pria itu lalu ikut menggigit roti tersebut.

*****

Dirga baru saja meletakkan Satya kecil di bouncer mungilnya saat Sherina ikut menangis dan juga minta digendong.

"Ututututu cayang cayang, mau digendong papa juga, ya?" Dirga mengecup kening Sherina lalu menggendongnya.

Dirga sedang bersantai di ruang santai rumah bersama tiga peri kecilnya dan dua orang baby sitter. Satu baby sitter lagi sedang cuti dan Renata belum keluar dari kamar sejak tadi. Padahal ini akhir pekan dan biasanya Renata yang paling semangat mengajak para bayi jalan-jalan keluar.

"Hoooaaam ...." Ares menguap lebar.

"Eits, masih bayi udah lebar aja kalau menguap," Dirga menjepit bibir Ares yang baru saja tertutup pasca dia menguap. Ares kecil malah tertawa sambil menggoyangkan kaki dan tangannya atas perlakuan papa pertamanya itu.

"Renata mana, Dirga?" Tiba-tiba muncul sosok Danar di belakang punggung Dirga.

Dirga memutar badannya sedikit untuk menatap pria tua itu lalu menjawab, "Masih di kamar, Opa. Tadi sih mandi waktu Dirga tinggal ke sini sama anak-anak."

"Hm ... Tumben belum keluar. Nggak coba kamu periksa?" tanya Danar yang sebenarnya baru saja menggendong Satya tapi terpaksa menyerahkannya kepada baby sitter karena bayi kecil itu menangis lagi.

"Nah itu dia!" Dirga menunjuk sosok Renata yang baru saja turun dari tangga dan berjalan ke arah mereka. "Kenapa, Rena? Kok kayak lemes gitu?"

"Habis muntah-muntah," jawab Renata.

"Eh? Jangan-jangan kamu hamil lagi?" celetuk Dirga.

Puk!

Sebuah bantal bayi terlempar ke wajah Dirga.

"Sembarangan kalau ngomong. Aku kan udah pakai kontrasepsi. Selama anak-anak belum umur tiga tahun, aku nggak mau hamil lagi. Gila aja kembar tiga mau disundul," gerutu Renata.

"Jangan ngomel dong, sayang," Dirga mencubit pipi Renata dengan gemas. "Kan aku cuma bilang jangan-jangan. Manusia kan bisa berencana tapi siapa tahu kontrasepsinya gagal."

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang