Bab 83

149 18 0
                                    

Renata menahan nafas untuk sesaat, berharap filenya masih baik - baik saja. Itu flashdisk keluaran lama. Tapi ini produk asli dari merk ternama yang berkualitas tinggi.

Ares masih maju mundur. Antara berharap filenya rusak atau bertahan di sana dengan kualitas yang sama. Ares berperang dengan dirinya sendiri yang sepertinya telah tercemar oleh Satya.

"Sialan, apa yang terjadi sama gue?" 

Ares terus merutuk dalam hatinya, menanti Renata berhasil membuka filenya dengan jantung yang berdebar.

"Ada! Ini kan filenya?" Renata menunjuk satu - satunya file yang dia temukan.

Ares menegang. Ini dia saatnya! Semoga setelah ini, Renata tidak memarahinya karena dulu telah menyembunyikan file ini dari Dirga.

Dari ekstensinya, sepertinya itu memang sebuah video. "Mari kita buka sekarang saudara - saudara," Renata dengan semangat membuka filenya.

"Hm," Ares mengangguk pelan, menyembunyikan rasa takutnya.

Sebuah software pemutar video pun terbuka. Dengan proses yang cepat, video pun berjalan.

"Halo Dirga," Arga melambai ke kamera. Ada suara - suara berisik di sekitarnya yang menyebabkan noise di video itu. Tapi Arga sepertinya tidak repot - repot mengeditnya.

Suara berisik itu berasal dari cekikikan anak - anak karena Arga sedang berada di lapangan basket sekolah Dirga.

"Papa lagi di sekolah kamu," lanjut Arga.

Renata menyamankan dirinya. Dilihat dari model pengambilannya, sepertinya ini video yang cukup ceria alih - alih menegangkan.

"Dirga, maafin papa ya. Selama ini papa kurang perhatian sama kamu. Papa sibuk kerja dan papa sering bertengkar sama mama. Papa bahkan nggak tahu apa yang terjadi sama kamu di sekolah. Papa ingat, beberapa waktu lalu, kamu sering mendatangi papa buat cerita apa yang kamu alami di sekolah, kan? Tapi papa mengabaikan kamu," Sampai pada titik ini, suara Arga sedikit bergetar dan genangan air membuat iris mata coklatnya terlihat buram di kamera.

"Papa salah. Papa minta maaf. Papa tahu susah bagi kamu memaafkan papa. Tapi papa ingin kamu tahu bahwa... sebenarnya papa sayang sekali sama kamu," Air mata Arga sudah menetes. "Sungguh, Nak. Papa sayang sekali sama kamu. Papa hanya bersikap bodoh selama ini. Papa selalu menganggap papa orang paling lelah dan menderita. Padahal papa sudah dewasa. Sementara kamu? Kamu hanya anak kecil yang nggak berdosa. Tapi papa membuat hidupmu menderita karena keegoisan papa."

Air mata Renata mengalir. Ternyata, Arga pernah semenyesal ini. Pasti hatinya terluka saat dia terus menerima penolakan dari putra yang tak kunjung memaafkannya sampai ajal menjemput.

"Papa sudah tahu sekarang kalau kamu sering diganggu teman kamu di sekolah. Karena itu, papa udah bicara sama teman - teman kamu dan orang tua mereka. Dan papa di sini karena mereka punya sesuatu untuk disampaikan kepada kamu," Arga mengusap air matanya.

Pria itu pun lalu berjalan ke suatu area di mana ada banyak anak duduk di sana. Kameranya bergoyang tak beraturan, Arga merekamnya seorang diri tanpa bantuan siapa pun.

Mendekati para anak yang berkumpul itu, kamera terarah ke wajah seorang anak perempuan dengan rambut kucir kuda.

"Dirga, maafin aku, ya. Aku dulu pernah hm... bilang rambut kamu bauk. Aku menyesal. Rambut kamu nggak bauk kok, aku cuma asal ngomong," kata anak perempuan itu.

"Maaf ya, Dirga," anak perempuan itu menyatukan kedua telapak tangannya. "Nanti kita main bareng ya..."

Anak itu pun melambaikan tangannya. Lalu kamera mengarah ke anak lain. Kali ini laki - laki dan berkacamata. "Aku juga minta maaf, Dirga. Aku sering ikutan bilang wuuuuuu wuuuuu wuuuuu waktu kamu diejekin teman - teman. Nanti kalau kamu balik ke sekolah, aku nggak akan gitu lagi deh."

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang