Bab 6

335 25 1
                                    

Merry sedang berdiri di salah satu balkon rumah keluarga Mahendra. Dia menyaksikan bagaimana Dirga menampar Renata.

Tidak hanya menyaksikan, Merry juga merekam adegan itu dengan ponselnya. Dan sekarang, dia sedang mengirimkan video itu kepada Danar.

*****

BRAK!!

Renata membanting pintu kamarnya dengan keras. Dirga sangat keterlaluan, baru sekarang Renata merasa sangat membenci pria itu.

Selama ini dia sudah merasa Dirga menyebalkan, tapi semuanya masih bisa dia tahan. Tapi menamparnya?

"Ini KDRT!" Renata mengeram marah.

Baru saja dia senang karena sosok Daniel sepertinya bisa menjadi temannya walaupun kelakuannya absurb. Ternyata Dirga malah menghancurkan harapannya seperti ini.

Lain kali Renata tidak akan susah - susah membantu budak cintanya Irena itu. Mau dia berubah jadi alien pun, Renata bertekad tidak akan peduli lagi jika kepribadian lain Dirga menolak untuk kerja atau melakukan hal tidak bertanggungjawab lainnya. Awas saja kalau Putra sampai minta bantuannya lagi!

Karena kesal, Renata segera membaringkan dirinya di ranjang usai membersihkan diri. Padahal masih jam tujuh malam, tapi dia tidak ingin melakukan apapun rasanya.

Tak lama, suara langkah kaki Dirga terdengar. Renata pura - pura tidur.

CEKLEK!

Pintu dibuka dan ditutup pelan. Dirga seperti tidak terganggu sama sekali oleh keberadaan Renata. Pria itu melakukan rutinitasnya seperti biasa, mandi dan mengganti baju.

"Nggak usah pura - pura tidur! Mata kamu gerak - gerak walaupun terpejam," sindir Dirga.

Renata sontak membuka matanya lalu melirik Dirga dengan tajam.

Dirga mengambil sesuatu di kotak obat lalu menghampiri renata. Renata mengernyitkan dahinya saat melihat pria itu mendekat dengan sebuah salep di tangannya.

"Mana pipinya, lihat! Sakit?"

Renata menepis tangan Dirga yang hendak menyentuh pipinya.

"Mana lihat, Renata!"

"Buat apa sih?" Renata menelangkup kedua pipinya sendiri lalu duduk masih dengan tatapan bencinya kepada Dirga.

"Tadi nampar, sekarang mau sok baik kasih obat. Nggak usah!"

Dirga menghela nafasnya. "Ya sudah."

Tanpa berusaha membujuk Renata lagi, Dirga kembali bangkit dan mengembalikan salepnya. Renata diam - diam mencibir. Dia juga tidak butuh obat. Lagipula tamparan Dirga tidak terlalu sakit. Tapi sakit hatinya lah yang lebih parah.

"Lain kali jangan kasar sama Irena! Saya juga nggak suka menampar perempuan. Tapi saya nggak bisa membiarkan dia marah sama saya. Dia terlalu berharga buat sa-"

"Cukup! Aku nggak mau tahu! Silakan kamu manjain dia, pacaran sama dia bahkan nikahin dia sekalipun, aku nggak peduli," Renata memotong ucapan Dirga. Ya benar, harusnya dari awal dia tidak perlu terlalu masuk ke kehidupan Dirga. Lagipula mereka bukan sepasang kekasih selayaknya suami istri lain.

"Andai aku bisa, aku juga maunya nikahin dia. Tapi opa nggak pernah merestui ka-"

"Aku tahu. Dan aku juga tahu kalau kamu terlalu lemah untuk memperjuangkan diri kamu sendiri. Kamu diam aja dihina sama keluarga kamu, aku nggak heran kamu juga nggak mampu memperjuangkan cinta kamu. Ya, walaupun perempuan yang kamu cintai itu bermuka dua," Lagi - lagi Renata memotong ucapan Dirga.

Dirga mengepalkan tangannya. Ada luapan emosi di dadanya. Kenapa Renata selalu saja mengatainya lemah? Tahu apa Renata soal hidup dan perasaannya?

"Irena nggak bermuka dua. Dia wanita baik dan tulus! Kamu nggak tahu apa - apa soal kehidupan saya. Dan saya nggak harus menjelaskan ke kamu kenapa saya -"

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang