Bab 149

88 12 0
                                    

Beberapa minggu yang lalu.

Satya dan Ares sedang duduk di kamar mereka, berbagi pikiran tentang cara membuat Papa Satriya lebih menyayangi Sherina. Wajah mereka yang masih polos memancarkan keingintahuan dan gairah mencari solusi. Seperti anak-anak berusia lima tahun, ide yang mereka miliki mungkin terlihat gila dan konyol.

"Aku punya ide!" seru Satya, mata berbinar penuh semangat.

Ares menatap kakak kembarnya dengan antusias, "Apa apa apa?"

"Gimana kalau kita tanya Mama? Daritadi ide kita susah dilakuin semua. Mungkin, ide mama lebih bagus," ujar Satya.

Ares berpikir sejenak, merasa ide kakak kembarnya itu sangat masuk akal. lalu, dia mengangguk penuh semangat, menyetujui ucapan Satya secara penuh.

"Bener juga. Mungkin kita bisa minta bantuan Mama. Mama pasti tahu cara membuat Papa Satriya lebih sayang sama Sherina," jawab Ares dengan penuh keyakinan. "Ayo ke kamar mama! Mumpung papa belum pulang."

Dua makhluk mungil itu pun melompat dari tempat tidur mereka lalu berlari kecil menuju kamar mamanya. Sampai di depan pintu kamar Renata, si kembar menggedor-gedor pintu dengan penuh semangat.

"Mamaaa ... Mamaaaa ...." Suara mereka beersaut-sautan memanggil Renata.

Tak lama, Renata membuka pintu kamarnya. Senyumnya terulas lebar mellihat dua putranya berdiri dengan wajah penuh semangat di depan pintu.

"Ada apa nih anak-anak mama kayaknya lagi semangat banget? Mama baru aja selesai mandi trus rencananya mau main ke kamar kalian. Eh, kalian udah datang duluan," ujar Renata sambil mengusap kepala kedua putranya.

"Kami mau ngomong serius sama mama," jawab Satya.

"Oh ya?" Renata melongo melihat keseriusan anaknya yang sok bergaya seperti orang dewasa itu.

"Iya, Ma. Kami mau bicara empat mata!" Ares mengangguk penuh semangat lalu keningnya mendadak berkerut karena merasa ucapan sebelumnya itu salah. "Eh? Satu, dua, tiga, empat, lima, enam! Enam mata yang bener."

Renata terkekeh melihat tingkah Ares yang menunjuk-nunjuk mata mereka termasuk matanya sendiri untuk menghitung.

"Ya udah, ayo masuk ke dalem! Ayuk ayuk," Renata memandu si kembar masuk ke kamar.

Mereka memutuskan untuk bicara di balkon karena itu permintan Ares. Renata muncul belakangan karena dia menyiapkan camilan dan minuman untuk mereka bercengkerama di balkon kamar.

"Udah siap semua camilannya. Yuk, mau ngobrol apa?" tanya Renata sambil memberi mereka wajah antusiasnya. Memang, penting tidak penting, Renata selalu menghargai keseriusan putra-putrinya. Terkadang, apa yang gawat dan serius bagi anak kecil, nyatanya adalah hal remeh bagi orang dewasa. Namun, seremeh apapun itu, Renata bertekad tidak akan meremehkannya agar anak-anak tidak kecewa padanya.

"Jadi gini, Mama." Satya mengawali. "Kami janji ke Sherina kalau kami bakal berusaha membuat papa Satriya sayang sama Sherina kayak papa Dirga dan papa Daniel."

"Wah ... beneran?" Mata Renata berbinar ceria. Dalam hati dia bangga kedua putranya tumbuh menjadi anak yang cerdas namun juga perhatian dan penuh kasih sayang.

"Beneran dong, Ma," jawab Ares. "Tapi ... ada masalah."

"Masalah? Coba terangin masalahnya ke mama," jawab Renata.

Renata menyimak dengan penuh perhatian dan kegembiraan atas keinginan anak-anaknya untuk memperbaiki hubungan antara Satriya dan Sherina. Renata tidak ingin Satya dan Ares kecewa karena harus menemui kegagalan. Jadi, dalam hati dia berjanji akan membantu dengan cara apa pun.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang