Bab 87

145 18 0
                                    

Daniel melempar barang belanjaannya, berlari secepat yang dia bisa kembali ke markas Satriya. Tidak tahu berapa kali dia terpeleset, Daniel melaju pantang melambat.

"Mana? Mana Renata? Mana istriku?" Akhir - akhir ini, Daniel sedang senang - senangnya menggunakan frasa 'istriku' untuk menyebut dan memanggil Renata.

"Buruan, Bos! Masih di atas orangnya, gue nggak berani bawa turun," Gery menunjuk kamar atas.

Daniel melesat ke atas. Dalam hati dia menyesal kenapa tidak memindahkan kamar mereka ke bawah begitu mendekati hari perkiraan lahir anaknya.

"Renata!" Daniel panik saat melihat Renata duduk di ranjang sambil terus memegangi perutnya yang sakit

"Ayo buruan anter aku ke rumah sakit, perutku sakit banget!"

"Iya, iya. GAS!!" Daniel menghampiri Renata, memasang posisi akan menggendong dengan gaya bridal. "Ayo!"

"Mau ngapain?" Renata keheranan.

"Gendong."

"Astaga! Trus turun tangga? Kalau kamu oleng gimana? Trus kita malah bergelinding sampai ke bawah? Nggak, nggak! Jalan aja, pegangi aku!" Renata mengangkat tangannya, meletakkan di bahu Daniel untuk disangga.

Mereka berjalan hati - hati namun tidak lambat. Satu persatu anak tangga dipijak. Renata menginjakkan kakinya dengan posisi yang sangat diperhitungkan agar tidak terpeleset. Sementara Daniel melotot memperhatikan langkah kaki itu karena dia sendiri berdebar. Satu tangannya melingkar di pinggul besar Renata sementara satu tangan lain berpegangan di pagar tangga.

"Fiyuh, selamat kita, Re. Ayo ke mobil! Woy, Ger! Bantuin bawa istriku ke mobil!" Daniel melambaikan tangannya kepada Gery begitu mereka tiba di lantai dasar.

"Siap, Bos!" Gery bergegas membantu Renata.

Mereka berhasil mendudukkan Renata di kursi belakang mobil tanpa masalah. Daniel masuk dari pintu lain dan duduk di samping Renata.

"Sakit ya? Sabar ya. Sini pegang tanganku," Daniel menyerahkan tangannya untuk menjadi pegangan Renata. Dia sudah siap kalau Renata akan meremasnya atau apa.

"Tapi, siapa yang mau nyetir?" tanya Renata sambil melirik kursi kemudi yang kosong.

Daniel mengikuti arah pandang Renata dan tersentak saat itu juga.

"Astaga! Gery!" Daniel memangil Gery lewat jendela pintu mobil. "Kamu yang nyetir! Buruan!"

"Eh? I- iya, Bos. Bilang dong, Bos! Kirain cuma bantu masukin doang," Gery bergegas masuk, memasang sabuk pengamannya lalu mulai melaju.

"Masukin doang pikiranmu! Buruan jalan! Cepet tapi hati - hati ya. Ngebut tapi jangan ngepot. Jangan nabrakin orang - orang juga," pinta Daniel sedikit sewot.

"Beres, Bos!"

"Gimana, istriku? Masih tahan ya?" Daniel menyeka keringat Renata.

Renata hanya mengangguk sambil mengatur nafasnya, sulit sekali untuk bicara. Untungnya jalan tidak terlalu macet. Mereka tiba di rumah sakit 45 menit kemudian.

Kontraksi yang dirasakan Renata semakin sering dan kuat. Saat mereka berhenti tepat di depan pintu UGD, Daniel berteriak memanggil tenaga kesehatan.

"Cepat, cepat! Pakai kekuatan Flash!" Daniel heboh sepanjang koridor. Padahal mereka sudah cekatan menyambut mobil Daniel tapi rasanya masih kurang cepat saja.

"Dan... Daniel... tolong, tolong jangan berisik. Tutup mulut, please!' Renata memohon sambil mengatur nafasnya. "Mereka udah benar. Jangan malah bikin heboh!"

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang