Bab 56

200 16 0
                                    

Renata menggenggam tangan Dirga sembari menyandarkan kepalanya di pundak pria itu.

"Oke. Aku akan selalu ada di sisi kamu. Jangan khawatir, udah aku bilang kan, kalau kamu nggak sendirian lagi," ucap Renata.

Dirga menghirup dalam puncak kepala istrinya. Harus dia akui, Renata mungkin adalah kunci kesembuhannya.

Bertahun - tahun Dirga melupakan masa kecilnya. Tidak ada satu pun kenangan yang mampir di kepalanya. Dirga harus pasrah dia tidak memiliki memori apapun tentang dirinya sendiri sebagaimana orang lain.

Parahnya, hidupnya kacau karena tiga alternya susah sekali diatur. Kalau saja tidak ada Danar yang menggunakan kuasa dan uangnya untuk menekan tiga alternya selain Satya, mereka pasti membuat onar secara rutin.

Tapi keputusan Danar yang dulu sempat sangat dibenci oleh Dirga ternyata membuat Dirga sedikit demi sedikit menjadi satu pribadi yang utuh.

Dia adalah Renata, wanita yang secara tiba - tiba dihadirkan oleh Danar dan dia dinikahi atas paksaan dari opanya itu.

Tak terbayang betapa murkanya Dirga saat itu. Tapi ternyata keputusan Danar saat itu adalah keputusan terbaik yang amat Dirga syukuri. Ternyata Renata adalah kekasihnya yang sebenarnya, bukan Irena.

Dan ternyata entah bagaimana Renata bisa mengendalikan semua alternya bahkan Daniel dan Ares yang paling suka membuat onar.

"Makasih, Rena. Tapi... gimana kalau ternyata aku adalah korban pelecehan? Kamu mau terima aku?"

Renata memejamkan matanya dan menghela nafas. Dia sempat berpikir orientasi seksual Daniel yang menyimpang dan kecenderungan Ares kepada BDSM mungkin adalah dampak dari trauma pelecehan seksual. Tapi Renata memang tidak pernah membahasnya.

"Nggak ada yang berubah, Dirga. Aku tetap cinta sama kamu. Kamu adalah Alvino, cinta pertamaku. Dan kamu adalah Dirga, cinta terakhirku. Aku nggak peduli masa lalu kamu. Lagian, kalau kamu memang korban, nggak seharusnya kamu dihakimi dan mendapat hukuman," Renata melingkarkan tangannya di perut Dirga, memeluk suaminya itu dengan erat.

"Makasih, ya. I love you," Dirga mengecup kening Renata.

"I love you more..."

Dirga begitu tersentuh. Mungkin karena luapan cinta, dia tidak tahan untuk tidak mengecup bibir Renata. Dia pun mengangkat dagu istrinya untuk melumat bibir manis itu. Mereka menikmati sentuhan lembut itu tanpa mempedulikan Merry dan Putra yang mendadak salah tingkah karena ulah atasannya.

Pipi Merry merona. Dia jadi teringat bagaimana dia terpaksa mencium Putra karena kalah taruhan. Walaupun ciuman mereka berakhir secepat kereta shinkansen tapi tetap saja mendebarkan. Pikiran Merry jadi melayang - layang membayangkan bagaimana seandainya dia dan Putra berciuman sedalam dan selama Dirga - Renata di belakang.

Merry cepat - cepat mengetuk kepalanya yang mulai liar. Putra melirik tingkah itu dan senyumnya tersungging tipis, sepertinya dia tahu apa yang ada di pikiran Merry.

Untungnya Dirga dan Renata masih ingat kalau mereka ada di dalam mobil dan ada dua asisten yang bisa melihat kelakuan mereka. Adegan romantis menjurus ke panas itu pun akhirnya berhenti.

Tiba di rumah, mereka mendapati Lia dan Beny lagi - lagi bertengkar. Suara pecahan barang - barang juga turut terdengar. Tapi Renata dan Dirga sama sekali tidak ambil pusing. Ini pemandangan yang rutin mereka saksikan semenjak Reyhan pindah dan Irena dipenjara.

Carla dan Fandy juga sama saja. Ketakutan mereka pada sosok Ares sudah mereda karena akhir - akhir ini Dirga tetap menjadi dirinya. Tapi mereka tidak banyak bicara dengan Dirga maupun Renata.

Perubahan besar terjadi pada Sherly dan Sheryl. Mereka berubah menjadi anak manis dan lebih dekat dengan Renata.

Malam ini pun, begitu Renata dan Dirga pulang, si kembar menyapa mereka dengan ceria.

"Kak, Renata, lihat! Aku belajar merajut. Aku bikin topi bayi tapi yah hasilnya masih begini, nggak simetris. Tapi lumayan kan? Aku bikin dua. Buat baby kita kembaran nanti," Sherly menunjukkan hasil kerjanya kepada Renata.

Masih kasar tapi kombinasi warna yang Sherly pilih berhasil menimbulkan kesan imut walaupun polanya berantakan.

"Wah, imutnya! Makasih Sherly. Next week end ajari aku merajut juga ya," ujar Renata.

"Siap, kak!" Sherly mengacungkan dua jempolnya.

"Tapi, Kak. Kak Renata kayaknya hamilnya lebih sehat ya? Aku lihat Sherly muntah tiap pagi. Siang malam juga sih tapi nggak selalu," timpal Sheryl.

"Iya, Kak. Kok Kak Renata nggak pernah mual ya? Apa janinku jangan - jangan bermasalah? Aku juga sekarang jadi pilih - pilih makanan. Yang dulunya aku suka nasi kebuli kenapa sekarang bau rempahnya bikin mual ya?" Sherly mengadu.

"Nggak papa," Renata mengusap lengan Sherly. "Bukannya nggak sehat. Normal kok. Beberapa kehamilan memang mual muntah lebih parah daripada yang lain. Tapi kamu masih bisa telan makanan kan?"

"Masih bisa kok, Kak."

"Kalau gitu nggak masalah. Masih tahap normal. Semoga nanti masuk trimester dua, mualnya hilang ya. Kalian istirahat aja sekarang, jangan tidur malam - malam," Renata menasehati mereka layaknya seorang kakak yang sangat perhatian.

"Oke," jawab si kembar bersamaan.

"Enak ya punya kakak perempuan," bisik Sherly.

"Iya. Perhatian. Untung kak Dirga nikahnya sama kak Renata ya."

Si kembar terus bergumam dan mengobrol sampai ke kamar mereka.

Dirga dan Renata juga kembali ke kamar untuk membersihkan diri sebelum makan malam.

"Kasihan Sherly Sheryl ya," ucap renata saat Dirga baru saja keluar dari kamar mandi. "Sheryl hamil di usia yang terlalu muda. Selain fisiknya, mentalnya juga nggak siap. Mereka juga kayaknya kurang perhatian orang tua. Om Fandy super sibuk sedangkan tante Carla juga jarang di rumah. Kenapa, ya? Tante Carla sibuk apa sih di luar?"

Dirga mengangkat kedua bahunya. "Aku juga nggak tahu."

Dirga sengaja menghindari topik tentang Carla. Entah kenapa memori Carla muda yang melotot murka ke arahnya terlihat sangat menakutkan bagi Dirga.

Apa dulu tante Carla sering memarahi atau bahkan memukulnya?

Entahlah, Dirga tidak tahu.

******

Keesokan harinya...

"Tuan, PT. Permata Building mengirim proposal lagi," Putra menyodorkan satu eksemplar proposal kepada Dirga.

Dirga berdecak kesal melirik sampul proposal itu. "Mau berapa kali kirim pun kalau isinya sama, tetap aja saya tolak. Sampah. Buang aja di tempat sampah!"

"Baik, Pak," Putra tanpa pikir panjang melempar proposal itu ke tempat sampah.

Lalu Putra melanjutkan laporannya mengenai banyak hal. Dirga, seperti biasa, selalu puas dengan hasil kerja asisten andalannya itu.

Namun suara ribut - ribut tiba - tiba saja terdengar dari luar.

"Apa itu?" tanya Dirga kepada Putra.

"Sepertinya Nyonya Renata, Tuan."

Belum juga Dirga merespon, tiba - tiba pintu ruangannya dibuka dengan keras.

"Om! Renata bilang, jangan!" Renata mengejar sosok pria yang berjalan di depannya, memaksa masuk ke ruangan Dirga.

"Tante juga nggak boleh masuk!" Renata menarik lengan Mia - tantenya.

"Jangan begitu lah kamu, Renata! Suami kamu pasti baik kan? Kamu aja yang kacang lupa akan kulitnya!" Mia tanpa segan malah memarahi Renata yang mencegahnya masuk ke ruangan Dirga.

"Ada apa ini?" Dirga berdiri dari kursinya lalu menghampiri dua anggota keluarga Renata itu.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang