Bab 151

92 11 0
                                    

Bulan demi bulan berlalu. Dua minggu menjelang Hari Perkiraan Lahir, perut Renata sudah sangat besar. Namun, kehamilan kali ini tidak sebesar ketika ia mengandung Satya dan Ares, karena kali ini bukanlah kehamilan kembar. Beberapa bulan yang lalu saat kehamilan Renata masih memasuki usia 5 bulan, Renata sudah meminta konfirmasi dokter akan jenis kelamin anaknya saat dia melakukan USG rutin, dan kini dia telah mengetahui bahwa janin yang ada di dalam kandungannya adalah seorang anak laki-laki.

Mendekati hari kelahiran, Dirga membuat penyesuaian dalam jadwal kerjanya. Dia berusaha untuk tidak terlalu sering hadir di kantor, kecuali untuk pertemuan-pertemuan yang benar-benar penting. Bahkan dalam situasi seperti itu, dia lebih sering mengadakan pertemuan secara online. Dirga ingin memastikan bahwa ia selalu hadir dan siap jika Renata membutuhkannya dalam situasi darurat.

"Nggak kerasa cepet banget ya. Habis ini udah mau lahiran aja," ujar Dirga seraya mengusap lembut perut buncit Renata.

Renata tersenyum, memandangi perutnya yang semakin membesar. "Ih, nggak kerasa apaan? Kamu sih nggak ngegembol benda seberat 4-5 kilogram di perut kamu. Mana nggak muntah-muntah pula."

Walaupun masalah yang mereka hadapi saat kehamilan kedua Renata ini tidak seberat masalah saat kehamilan pertama, namun Renata merasakan ketidaknyamanan yang lebih parah. Jika dulu Renata tidak pernah mual sama sekali, di kehamilan kali ini dia lebih sering mual. Bahkan, tidak hanya di usia kandungan yang masih muda saja, Renata nyaris mual sepanjang kehamilan di semua trimester jika dia terlambat meminum obat anti mual.

"Yah, aku kan cowok. Andai bisa, biar aku aja deh yang hamil biar kamu nggak menderita," ujar Dirga serius.

"Serius amat, Tuan Dirgantara? Nggak baik seriusan, nanti cepet tua!" Renata mencubit dua pipi suaminya dengan gemas.

Dirga meletakkan tangannya di perut Renata dan merasakan lembutnya anggota keluarga yang akan lahir itu. "Tahu nggak? Kamu itu kayak dewi keberuntungan di keluarga Mahendra.'

"Hm? kenapa?"

"Sejak kamu datang ke keluarga ini, semua membaik. Ya, walaupun jadinya banyak drama sih." Dirga tertawa kecil. "Tapi dulu hidupku kayak jalan di tempat. Masalahku berkutat di situ-situ aja seolah selamanya aku nggak akan bisa menyelesaikan itu semua."

Renata tersentuh dengan kata-kata Dirga, lalu wanita hamil itu menatap suaminya dengan tulus. "Sebenernya, hal yang sama juga aku alami kok. Mungkin kita emang takdirnya kita harus bersama supaya semua kerumitan hidup kita selesai."

Dirga mengangguk sepakat. Perlahan, dia mengecup perut besar Renata. Mereka tertawa tatkala ada gerakan yang cukup ekstrim dari dalam, sebuah tendangan yang cukup kuat meninju pipi Dirga.

"Heh! Anak papa jago taekwondo rupanya." Dirga terkekeh begitu pula Renata.

Saat mereka asyik bercanda dan menikmati waktu berdua karena tiga bocah sedang bermain di taman bersama mama kecil mereka, Renata dan Dirga mendengar suara seorang wanita yang lama tak mereka dengar.

Hari ini, secara tak terduga Lia datang berkunjung ke rumah. Sejak Danar mengirim Reyhan ke penjara, Lia dan Beny murka, mereka memutuskan untuk pindah dari rumah keluarga Mahendra beberapa minggu setelahnya. Mereka pergi dalam diam, tidak menyapa siapapun baik anggota keluarga ataupun pelayan.

Walaupun pada malam itu terjadi keributan besar dan sepasang suami istri itu tidak saling bicara akibat masalah perselingkuhan Lia terbongkar, tapi beberapa hari setelahnya mereka sepertinya berdamai. Sempat Dirga mendengar bahwa Beny akan menceraikan Lia. Tapi entah kenapa niat itu tidak terlaksana. Mungkin dua orang itu memang benar-benar memutuskan untuk mempertahankan pernikahan mereka. Mereka bahkan kompak meninggalkan rumah.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang