Bab 101

128 16 0
                                    

"Dirga, kamu baik-baik aja?" Renata menatap cemas ke arah suaminya yang baru saja berhasil kembali terjaga.

"Satriya," ucap pria itu lirih. "Apa yang terjadi?"

Renata sedikit terkejut saat tahu ternyata Dirga berubah lagi. Ekspresi itu terlalu kentara sehingga Satriya merasa tidak nyaman. Ini pertama kalinya Renata terlihat tidak terlalu suka dia keluar.

"Kenapa? Apa kehadiranku nggak kalian harapkan?" tuduh Satriya.

Pertanyaan itu membuat sang istri menghela nafas cukup panjang karena suaminya yang ini masih saja super sensitif.

"Aku cuma kaget aja. Aku pikir masih Dirga. Satriya, apa kamu mendapat memori Dirga?" Renata ingin memastikan apakah Satriya juga melihat apa yang Dirga lihat dalam terapi hipnosisnya tadi.

"Nggak," Satriya memicingkan matanya, memandang Renata dan dokter Teresa secara bergiliran dengan curiga. "Apa itu tadi semacam usaha untuk menyatukan aku dan Dirga?"

"Masih aja curigaan. Nggak ada terapi kayak gitu," jawab Renata. "Dokter Teresa barusan melakukan terapi hipnosis supaya Dirga ingat kejadian saat di toko mainan malam itu. Tadi Dirga sempat bilang dia udah dapat ingatan samar. Lalu kami mulai lagi terapi untuk ketiga kalinya. Tapi ternyata yang bangun adalah kamu."

"Oh. Trus? Petunjuk apa yang didapat Dirga?" Satriya meregangkan otot lehernya. Entah apa yang terjadi selama terapi, tapi dia merasa tubuhnya lelah dan pegal.

"Dirga bilang ada wanita yang bicara soal gadis itu sebelum dia keluar toko. Tapi Dirga belum tahu sepenuhnya apa yang wanita itu ucapkan," Renata menyandarkan dirinya di sofa sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Dia berpikir, berusaha menyatukan semua petunjuk yang ada.

"Selama Dirga terapi tadi, aku juga udah chat Aditya si detektif itu. Dia bilang, dia punya banyak petunjuk baru. Dirga udah cerita soal pengalamannya hari ini di catatan kalian, coba kamu baca dulu," Renata menyerahkan tablet Dirga kepada Satriya.

Satriya mengangguk lalu membuka catatan mereka. Satriya mencermati kalimat demi kalimat yang Dirga tulis dan mendengar semua pesan suara yang Dirga tautkan sampai dia mengerti apa saja yang dia lewatkan.

Saat Satriya hendak bicara, ponsel Renata bergetar, ada panggilan masuk dari Aditya.

"Aku angkat dulu," ujar Renata.

Wanita itu menekan tombol hijau di ponselnya. Getaran ponsel berganti dengan gemerisik suara dari lokasi Aditya menelepon. "Ya, Pak Aditya?"

"Adit saja, Nyonya," sela Aditya.

"Kalau begitu panggil saya Renata aja, nggak perlu nyo—"

"Ehem!" Satriya berdeham memotong ucapan Renata. "Harus nyonya! Nanti terlalu akrab. Aku nggak suka."

"Maaf, Adit. Silakan panggil saya nyonya," Renata meralat ucapannya tadi sambil mencibir ke arah Satriya. "Jadi, bagaimana?"

"Seperti yang saya bilang di chat, Nyonya. Saya mendapat banyak petunjuk baru. Saya bisa paparkan secara langsung saat kita bertemu. Tapi saya baru saja mengirim dua foto ke HP Anda. Satu foto gadis muda dan satu lagi foto wanita berusia akhir 40-an," Aditya menjawab dengan lugas.

"Identitas gadis muda itu saya dapatkan dari profil wajah yang berhasil dibuat dari rekaman CCTV tempo hari. Namanya Tari, dia masih SMA kelas 10. Sedangkan wanita yang lebih tua saya dapatkan sendiri dari hasil penyelidikan di toko mainan. Saya ingin mengonfirmasi satu hal. Anda bilang saat ini sedang bersama dokter Teresa?" tanya Aditya.

"Ya, saya masih bersama beliau sekarang. Kenapa?" Renata secara reflek melirik ke arah dokter Teresa saat nama sang dokter disebut.

"Tolong Anda tunjukkan foto wanita berusia 40-an itu kepada dokter Teresa dan tanyakan apakah beliau mengenalnya. Saya butuh jawaban dari beliau, Nyonya," terang Aditya.

"Oke. Kamu tunggu ya. Nanti saya hubungi lagi," Renata mengakhiri panggilannya dengan Aditya lalu membuka pesan dari detektif itu.

Seperti yang Aditya ucapkan sebelumnya, dia mengirim dua foto. Renata segera mengunduh keduanya lalu menunjukkan foto wanita yang lebih tua kepada sang dokter.

"Dok, apa Dokter mengenal wanita ini?" tanya Renata.

Dokter Teresa memperhatikan wajah itu. Pada mulanya, kening wanita itu berkerut lalu wajahnya memperlihatkan ekspresi terkejut saat dia berhasil ingat siapakah pemilik wajah itu.

"Kamu dapat foto ini dari mana, Renata? Wanita ini adalah senior saya," ungkap sang dokter.

"Senior? Dalam hal kedokteran jiwa?" Renata juga cukup terkejut dengan jawaban itu.

Satriya ikut mengintip foto wanita itu, tapi dia masih menahan diri untuk bertanya karena tidak ingin menginterupsi pembicaraan dua wanita itu.

"Ya. Dia seorang psikiater juga dulu," jawab dokter Teresa.

"Dulu?" Renata dan Satriya bertanya secara bersamaan.

"Ya. Sekarang ijin prakteknya dicabut secara permanen. Saat kejadian itu, dia sempat dijuluki dokter jiwa yang sakit jiwa. Agak heboh kejadiannya. Itu sekitar lima tahun yang lalu," Dokter Teresa sempat mengerutkan dahinya saat mencoba menggali memorinya sendiri.

"Apa Dokter bisa menceritakan kejadian lengkapnya? Saya pikir itu penting. Saya mendapat foto ini dari detektif Aditya. Katanya, wanita ini bicara dengan Dirga di posisi yang merupakan titik buta CCTV toko mainan," papar Renata singkat. Sangat mengejutkan baginya bahwa ternyata wanita itu adalah senior dari dokter Teresa yang telah kehilangan ijin prakteknya karena suatu hal yang dianggap gila. Mungkin, wanita itu berbahaya.

"Apa? Jadi dia yang bicara dengan Dirga di toko mainan? Astaga! Jangan-jangan—" Sang dokter menelan salivanya. Otaknya seketika menghubungkan semua kejadian yang Dirga alami membentuk sebuah praduga.

"Jangan-jangan apa, Dok?" tanya Renata semakin penasaran.

Dokter Teresa menggeleng. "Masih dugaan yang sangat mentah. Saya tidak berani mengungkapkannya. Tapi saya bisa menceritakan soal wanita ini. Namanya Mahira, dia adalah seorang dokter yang jenius. Saat saya masih jadi dokter residen spesialis jiwa, Mahira sudah jadi psikiater senior. Dia dikenal cukup ahli.

Tapi, suatu hari dia jatuh cinta pada pasiennya. Lalu, dia menyalahgunakan kemampuan hipnosisnya untuk membuat pasien itu membenci istrinya. Awalnya, pasien itu bersedia menjalani terapi dengan tujuan menghilangkan phobia yang dia miliki. Tapi ternyata Mahira menyelipkan sugesti lain dalam prosesnya," Sang dokter sempat tersenyum getir dan menggelengkan kepalanya saat mengingat kembali kisah ini.

"Lalu apa yang terjadi?" tanya Satriya.

"Entah bagaimana istri pasien curiga lalu membawa kasus ini ke ranah hukum. Mahira tentu saja membantah. Tapi saat pasien itu menjalani terapi pembatalan sugesti dengan senior saya yang lain, ternyata itu berhasil. Singkatnya setelah sidang yang cukup panjang, Mahira dinyatakan bersalah. Ijin prakteknya dicabut. Desas-desus mengatakan dia sempat dipenjara. Tapi saya tidak tahu apa itu benar. Selain itu, saya juga dengar Mahira tidak lagi tinggal di Indonesia sejak kasus itu. Entahlah. Dia tidak pernah memunculkan batang hidungnya lagi di komunitas kami," Dokter Teresa mengakhiri ceritanya.

Ada keheningan yang cukup panjang di ruang konsultasi itu. Masing-masing kepala sedang berusaha memikirkan skenario alternatif dari semua petunjuk yang mereka dapatkan.

"Kalau Mahira itu brilian dalam praktek hipnosis dan dia juga merupakan wanita yang ditemui Dirga, apa ada kemungkinan kalau Dirga dihipnotis? Jadi, Nathan itu sebenarnya nggak pernah ada," Renata sontak menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. Otot wajahnya menegang dan matanya sedikit terbelalak. "Apa Mahira membuat Dirga menganiaya Tari lalu melupakan segalanya?"

Dokter Teresa ikut tegang memikirkan kemungkinan itu. Dia sudah biasa berhadapan dengan penyakit pasiennya yang rumit dan bermacam-macam, tapi baru kali ini dia dipaksa memikirkan kasus kriminal.

"Itu bisa jadi dugaan sementara. Renata, lebih baik ceritakan semuanya segera ke detektif kalian supaya dia bisa cepat mendapat jawaban. Jika benar Dirga menganiaya gadis itu di bawah pengaruh hipnotis, secara hukum, Dirga bisa dinyatakan tidak bersalah. Kita harus segera mendapat buktinya. Nanti jika Dirga kembali, kita bisa tanyakan padanya apa yang dia ingat pada terapi ketiga tadi," Sang dokter memberi saran yang seketika itu juga dibalas anggukan setuju dari Renata.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang