Bab 4

380 24 2
                                    

Esoknya, pagi - pagi Renata sudah berpenampilan rapi untuk ikut sarapan bersama keluarga Mahendra yang lain. Dirga tentu saja sudah turun lebih dulu tanpa mengajak Renata. Tapi Renata tidak pusing sama sekali, dia dengan santai bergabung dengan mereka dan duduk di samping Dirga.

"Perkenalkan om, tante, Sheril dan Sherly, saya Renata," ucapnya dengan ramah kepada semua orang yang ada di meja makan.

"Oh, kamu perempuan yang dibeli untuk jadi istri Dirga?" Lia, salah satu bibi Dirga menjawab dengan ketus.

Renata tersenyum miring. "Benar, Tante. 700 juta untuk biaya operasi ayah saya dan 100 juta perbulan selama menjadi istri Dirga. Itu bayaran saya."

Renata tanpa canggung membalik piring di hadapannya dan mengisinya dengan makanan. Untuk apa memasukkan ke hati sindirian tante Lia? Dia tidak akan membuat orang - orang yang berniat mengintimidasinya merasa puas dengan melihatnya menangis dan tertekan.

Dirga hanya menggeleng heran melihat kelakuan Renata tanpa malu - malu menyebutkan harganya. Sementara anggota keluarga yang lain tentu saja mencibir dan memandang hina ke arah Renata.

Mereka semua memang tidak hadir di pernikahan tertutup Renata dan Dirga semalam. Renata juga heran, dia sudah tahu bahwa keluarga besar Mahendra mungkin tidak akan semuanya hadir. Hanya saja dia tidak mengira keluarga yang serumah pun tidak hadir.

"Pagi semua. Mana opa?" Seorang pria yang terlihat beberapa tahun lebih muda dari Dirga datang bergabung. Dia adalah Reyhan.

"Pagi - pagi sudah pergi. Mungkin urusan bisnis," jawab Benny - ayah Reyhan yang juga suami Lia.

"Ini...," Reyhan menatap Renata. "Istri barumu, Dirga?"

"Hm," deham Dirga.

Reyhan tertawa mengejek.

"Kapan diumumkan ke publik?" tanya Reyhan, masih dengan senyum mengejeknya.

"Belum tahu," jawab Dirga singkat.

"Belum tahu atau belum ada niat?" sindir Lia. "Kamu pasti malu kan punya istri murahan seperti ini?"

Renata kembali melirik Lia, kenapa ibu - ibu rempong ini sepertinya suka sekali merundung Dirga?

"Tante pikir, opa akan pilihkan dokter jiwa sebagai istri bayaran kamu. Kan lumayan bisa sekalian merawat kamu," Lia terkekeh.

"Bagaimana pengobatan kejiwaan kamu, Dirga? Kalau tidak ada kemajuan, bisa - bisa posisi kamu akan diserahkan ke Reyhan. Ya... walaupun opa selama ini menganut prinsip primogenitur yang selalu menjadikan anak pertama dan cucu pertama sebagai pewaris utama, prinsip itu bisa luntur juga kalau lihat cucu pertamanya mengidap gangguan mental," Benny menimpali.

Dirga terlihat mengeraskan rahangnya. Selama ini memang begini. Selalu saja paman dan bibinya itu melontarkan kalimat pedas padanya, tapi dia tidak mau ribut jadi dia diam saja.

"Ih, memangnya kenapa, Om?" celetuk Renata. Dirga saja sampai menoleh melihat kelakuan Renata yang sepertinya menantang Benny itu.

"Masalah Dirga hanya soal kepribadian saja. Kalau saya punya satu kepribadian bisa bisnis, satu lagi bisa menulis, saya malah senang. Lagipula bukan otak Dirga yang rusak kan? Dia masih pintar dan bisa menjalankan bisnis dengan baik. Apalagi... kalau satu kepribadian saya pintar berkelahi, saya akan puas karena mungkin saya bisa menyegel mulut - mulut pedas yang sukanya menyindir dan mengintimidasi."

"Kamu-," Lia melotot tidak senang.

"Bukankah Dirga keponakan kalian? Kenapa sepertinya malah senang kalau Dirga kehilangan posisinya? Di mata saya yang orang baru saja, terlihat sekali kalian punya iri hati dan dengki. Bertaubatlah!" Renata tak berhenti bicara.

My Six HusbandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang