Yang lebih lucu lagi, anak lelaki kecil dengan wajah berbentuk seperti muka seekor kera itu duduk dengan mengambil sikap seperti kakek tua itu, kaki kanan ditekuk, sedangkan kaki kiri dilonjorkan. Jika kakek tua itu merobah cara duduknya tentu ia akan mengikuti terus cara duduk kakek tua itu. Ia pun memegang sepasang dayung kecil pendek turut mendayung biarpun tenaga mendayungnya tidak membantu banyak untuk kakek tua itu, sebab tenaga bocah aneh ini tidak berarti, masih terlalu lemah untuk menghadapi ganasnya gelombang air laut dia hanya mendayung satu kali demi satu kali belaka.
Setelah mendayung sekian lama lagi, barulah kakek tua baju hijau itu bicara mengisi kesunyian di antara mereka, walaupun di luar mereka berdua, keadaan tidak sunyi karena suara di laut yang mendampar-damparkan dinding perahu:
"Kim Lo, kukira ada baiknya kau tidak ikut dalam pelayaran ini, diam bersama ibumu. Kukira kita baru tiba di Put-ciu di Put-hay tiga hari lagi. Perjalanan yang meletihkan tentunya ibumu tentu menguatirkan sekali keselamatan dirimu."
Dan orang tua itu menghela napas dalam-dalam. Tapi matanya mengawasi tajam lepas ke arah laut yang luas membentang di depannya.
Anak itu, Kim Lo, tersenyum. Aneh suaranya ketika bicara, agak sember, juga kata-katanya semacam pekikan, walaupun cukup jelas untuk ditangkap artinya:
"Mengapa kong-kong (kakek) berkata begitu? Bukankah ibu selalu mengatakan jika aku bersama kong-kong, ibu percaya selalu akan dilindungi Thian?" dan anak itu tertawa. la merobah cara duduknya, kaki kanannya yang semula dilonjorkan, telah dimiringkan, sebab anak itu melihat kong-kongnya merobah cara duduknya. Ia mengikuti dan menyamakan cara duduknya.
Laki-laki tua itu diam saja. Ia tersenyum melirik kepada Kim Lo, kemudian mendayung.
Kim Lo juga cepat-cepat mendayung. Ia memang selalu mengikuti gerak-gerik dan apa yang dilakukan Kong-kongnya itu.
"Kong-kong...!" Kata Kim Lo kemudian.
Laki-laki tua itu menatapnya sambil tersenyum.
"Aku ingin menanyakan sesuatu kong-kong. Boleh aku tanyakan!" tanya Kim Lo lagi.
"Ya, katakanlah!" Bilang kakek tua itu tersenyum, sikapnya sabar dan halus. Jelas ia sangat sayang pada anak itu, walaupun muka anak kecil ini tidak enak dilihat, seperti muka seekor kera.
"Apakah Kong-kong tidak marah?" tanya Kim Lo lagi.
"Mengapa harus marah?"
"Sungguh?"
"Kong-kong tak pernah mendustaimu. Katakanlah! Sejak kapan kau mulai tak percaya pada Kong-kongmu?" kata kakek tua itu, tapi ia tokh tidak marah, malah kembali tertawa-tawa.
"Kong-kong, lihat air laut yang bergelombang tinggi-tinggi itu?" Tanya Kim Lo kemudian sambil menunjuk ke arah belakangnya, kepada gelombang yang besar-besar....... Lihat, bukan?"
"Ya, ya, Kong-kong telah melihatnya!" menyahuti kakek tua itu. Ia mulai heran, karena tidak mengerti mendadak Kim Lo bertanya tentang gelombang. "Apa maksud pertanyaanmu Kim Lo?"
Kim Lo tertawa. Tapi cuma sebentar, karena kemudian memperlihatkan sikap bersungguh-sungguh waktu ia berkata: "Kong-kong selalu memberitahukan padaku, jika ingin bertanya haruslah menanyakan hal-hal yang penting. Dan kini, jelas urusan yang hendak kutanyakan pada Kong-kong adalah urusan yang penting."
Kakek tua itu tertawa mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menahan kayu penggayuhnya,
"Ya, ya, katakanlah Kim Lo. Jangan main teka teki seperti ini. Aku baru ingat, kau memang selalu menanyakan yang penting-penting!" Dan kakek tua itu tertawa lagi, senang tampaknya dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh Seruling Sakti
FantasyCinkeng ini merupakan lanjutan dari "Anak Rajawali".