Jilid 94

1.8K 37 0
                                    

Muka Hui-houw-to berobah. Orang bicara dengan sikap yang bengis, terus dia memang bermaksud tidak baik. Terlebih sekarang sudah diketahui, apa maksud orang itu yang menghadangnya, yaitu meminta surat yang tengah dibawanya.

"Hemm, siapa kau?" Tanya Hui-houw-to tanpa menjawab perkataan orang itu.

"Tidak perlu, kau ketahui siapa aku! Tapi sudah kuberitahukan, jika memang engkau hendak melanjutkan perjalanan dengan selamat dan tubuh tetap utuh, surat yang tengah kau bawa itu harus diserahkan kepadaku!"

Tiba-tiba orang berbaju biru itu, Hui-houw-to, mengangkat kepalanya, menengadah mengawasi langit. Mulutnya dibuka lebar-lebar, terdengar suara tertawanya yang bergelak-gelak, keras dan nyaring sekali.

"Apakah demikian mudah?!" Tanya Hui-houw-to dengan suara dingin: "Apakah kau kira akan sedemikian mudah untuk mengambil surat yang ada padaku?!"

"Itu terserah kepadamu! Aku memberikan dua pilihan, kau boleh memilihnya! Yang pertama adalah jalan kehidupan, di mana kau bisa hidup terus dengan tubuh yang utuh, asal kau menyerahkan surat itu kepadaku.

"Tapi jika memang tidak mau menyerahkan surat itu berarti kau memilih jalan kedua yaitu engkau akan terbinasa dengan tubuh tidak utuh. Sedangkan surat di tanganmu akan terjatuh juga ke tanganku. Mengerti kau?"

Hui-houw-to tidak hanyak bicara lagi. Tahu-tahu tubuhnya melesat turun dari punggung kudanya. Tubuhnya bergerak lincah sekali.

Sepasang kakinya hinggap di tanah berumput itu dengan ringan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun juga. Itulah gin-kang yang sangat mahir sehingga bisa membuat tubuh jadi begitu ringan.

"Bagus!" Berseru Hui-houw-to ketika ke dua kakinya sudah hinggap di tanah berumput itu. "Aku justeru ingin melihat, jika aku memilih jalan kematian, apa yang engkau bisa lakukan?"

Sambil berkata begitu, Hui-houw-to mengambil sikap bersiap-siap untuk menghadapi setiap terjangan dan serangan orang berpakaian hitam itu, yang tidak mau menyebutkan dan memperkenalkan namanya. Dengan sikapnya seperti itu, Hui-houw-to memang menantang orang-orang itu buat segera turun tangan, karena dia bermaksud akan melayaninya dengan cara keras di lawan keras.

Orang berpakaian baju hitam yang duduk di puuggung kuda hitam itu memperdengarkan suara tawanya yang dingin menyeramkan. Sikapnya tenang sekali.

Dia memang mendongkol ditantang seperti itu oleh Hui-houw-to, namun dia bisa menguasai diri. Dia masih tetap duduk di punggung kudanya.

"Apakah benar-benar engkau tidak mau mendengar kata-kata baik dariku?" Tegurnya.

Hui-houw-to menggeleng.

"Silahkan!" Tanyanya lagi.

Orang berbaju hitam itu tertawa.

"Baiklah. Rupanya memang engkau sudah tidak sabar ingin cepat-cepat pergi ke Giam-lo-ong!"

Setelah berkata begitu, tubuh orang berbaju hitam itu melompat dari punggung kudanya. Tapi dia melompat bukan buat hinggap di atas tanah berumput, melainkan tubuhnya seperti anak panah yang lepas dari busurnya, tampak telah melesat menerjang kepada Hui-houw-to. Tangannya berkelebat akan menghantam batok kepala Hui-houw-to.

Pukulan yang dilakukan orang berbaju hitam itu kuat sekali, karena Hui-houw-to merasakan, belum lagi tangan orang itu tiba dekat, justeru angin pukulannya sudah berkesiuran menerjang ke arah batok kepalanya.

Ccpat-cepat Hui-houw-to mengelakkannya dengan melompat dua tombak ke samping kanan.

Tapi, waktu itu justeru tubuh orang berbaju hitam itu hinggap di tanah berumput sambil tangannya sudah menghunus pedangnya dan tangannya itu tidak tinggal diam saja, karena dia telah menabas.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang