Jilid 72

1.8K 35 1
                                    

"Aku tahu! Tapi aku pasti bisa menghadapi mereka," jawab Bie Lan. "Nah bisakah kau mencarikan rumah penginapan yang baik buatku?"

"Bisa," mengangguk si pelayan setelah ragu-ragu sejenak. "Mari Kouwnio ikut dengan siauwjin."

Segera juga mereka keluar dari rumah makan. Pelayan itu memberi Bie Lan ke sebuah rumah penginapan yang tidak jauh letaknya dari rumah makan tempat ia bekerja.

Tampaknya pelayan rumah penginapan pun jadi kaget dan heran. Juga matanya memancarkan kecurigaan dan kekuatiran yang sangat.

Pelayan dari rumah makan telah membisikkan sesuatu padanya. Dia mengangguk-angguk.

"Silahkan kouwnio ikut dengan siauwjin!" Kata pelayan rumah penginapan itu.

Si gadis cuma mengangguk.

Dia melirik, dilihatnya dua orang tadi yang berewok dan yang mukanya bengis tengah berjalan menghampiri rumah penginapan juga. Mereka tampaknya memang tengah mengikut si gadis.

Cuma saja mereka tidak segera masuk ke dalam rumah penginapan. Mereka telah berdiri diam di luar rumah penginapan.

Si gadis tidak memperdulikan mereka, dia cuma tertawa dingin dengan hati mendongkol. Kemudian mengikuti si pelayan buat diberitahukan kamar mana yang bisa ditempatinya.

Sedangkan pelayan rumah makan yang hendak kembali ke tempatnya bekerja, telah dihadang oleh kedua orang itu, dan mereka menanyakan sesuatu.

Si pelayan tampak menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengulap-ulapkan tangannya. Malah, masih sempat Bie Lan melihat kedua orang itu membentak-bentak si pelayan. Sedangkan si pelayan tetap menggelengkan kepalanya berulang kali. Malah, wajahnya pucat sekali.

Akhirnya si pelayan rumah makan telah dibiarkan pergi meninggalkan tempat itu. Sedangkan kedua orang bermuka bengis dan yang satu brewok itu, masih tetap berdiri di luar pekarangan rumah penginapan tersebut.

Bie Lan tidak memperdulikan mereka lagi, telah melangkah masuk ke dalam kamarnya. Menutup pintu kamar setelah memberi hadiah pada pelayan dua tail perak.

Walaupun pintu kamar telah ditutup rapat tokh pelayan itu masih juga belum lagi berlalu, ia berdiri di situ, seakan juga tertegun. Pelayan tersebut membayangkan betapa ngerinya, malam ini pasti terjadi sesuatu pada diri si gadis tersebut.

Ia yakin, tentu malam ini si gadis akan menghadapi bahaya yang tidak kecil. Ia merasa kuatir dan berkasihan pada gadis itu, namun ia tidak berdaya. Ia tidak tahu bagaimana harus memberitahukan kepada gadis itu betapapun bahaya tengah mengintai.

Bie Lan rebah di pembaringan. Otaknya bekerja, ia telah memikirkan kata-kata si pelayan rumah makan, bahwa di kota ini banyak sekali penjahat pemetik bunga.

Ia pun baru menyadari mengapa kota ini jarang sekali terlihat wanita. Terlebih lagi gadis-gadis. Jika memang ia melihat ada juga wanita, itulah wanita yang sudah lanjut usia yang sudah nenek, atau yang buruk rupa.

Rupanya kota ini telah dilanda mala petaka seperti ini cukup lama dan penduduk kota Yu-kang ini selalu dihantui oleh perasaan takut akan bahaya yang mengintai. Dan jelas penduduk yang memiliki isteri cantik atau puteri, mereka akan mengirim anak isterinya ke kota lain, untuk menghindar sementara dari ancaman bahaya itu.

Setelah rebah sesaat lamanya Bie Lan duduk bersemedhi. Ia yakin malam ini ia harus menghadapi penjahat pemetik bunga. Pasti penjahat itu akan menyatroni padanya.

Dan itu berarti juga bahwa ia harus bertempur. Bertempur juga jelas membutuhkan tenaga. Maka dari itu, Bie Lan bermaksud memelihara tenaga dulu.

Setelah hari menjelang malam, Bie Lan mematikan api penerangan kamarnya. Ia rebah di pembaringan, akan tetapi bukan untuk tidur. Ia pun tetap rebah dengan pakaian yang utuh, tanpa salin pakaian. Hal ini akan mempermudah dia bergerak jika kelak penjahat itu sudah datang.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang