Jilid 37

2K 41 0
                                    

Pemuda ini tertawa dingin dia menangkis dengan tangan kirinya, "Bukk!" Tubuh si pemuda tergoncang. Bahkan Siangkoan Yap merasakan pergelangan tangannya sakit bukan main seakan juga pergelangan tangan kirinya itu patah.

Tapi dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya di hadapan si Lhama, karena pedangnya segera juga bergerak, telah menikam dua kali. Benturan dengan itu, tangan kirinya yang dirasakan masih sakit itu telah merogoh kantong senjata rahasianya, tahu-tahu dia telah melontarkan belasan jarum kepada Bun-ong Hoat-ong.

Ditikam dua kali dan dihujani jarum itu, maka Bun-ong Hoat-ong membatalkan maksudnya hendak menerjang lagi. Dia melompat ke belakang.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Siangkoan Yap untuk melompat lebih menjauhi. Dia berhasil, kemudian dia memutar tubuhnya untuk menjauhi diri lebih jauh lagi.

Namun dari bawah telah melompat naik ke atas genting tiga sosok tubuh, yang segera menghadang larinya Siangkoan Yap.

Tiga sosok tubuh itu adalah tiga orang tentara kerajaan yang lengkap berpakaian seragam. Tapi gin-kang mereka tinggi sekali, tentunya mereka adalah pahlawan istana kerajaan yang ikut dalam rombongan Bun-ong Hoat-ong menyamar sebagai tentara kerajaan biasa.

Mereka pun membentak berbareng, sambil menyerang dengan senjata masing-masing. Dua orang memakai golok, sedangkan yang seorang pedang.

Pemuda baju putih itu mengibaskan pedangnya. Segera terdengar suara "Trang, trang, trang" tiga kali, karena sekaligus dia telah menangkis tiga senjata lawannya, dua golok satu pedang.

Tiga tentara kerajaan itu melangkah mundur selangkah ke belakang terkejut sekali, telapak tangan mereka pedih dan sakit. Tenaga tangkisan, pemuda itu kuat sekali.

Tapi Siangkoan Yap tak berdiam diri. Disaat lawannya membuka kepungannya ia membarengi dengan tikaman.

"Cepp.......!" Pundak salah seorang lawannya kena ditikamnya, sehingga menancap dalam sekali. Pemuda itu sambil mencabut pedangnya telah melompat untuk menjauhi diri.

Dari bawah melompat naik beberapa sosok tubuh lagi, tapi Siangkoan Yap sudah tidak memperdulikan itu. Ia segera membentangkan gin-kangnya untuk lari menjauhi diri.

"Kejar!" terdengar bentakan Bun-ong Hoat-ong yang mengguntur. "Tangkap hidup-hidup bocah itu!"

Jika Bun-ong Hoat-ong sendiri yang mengejar Siangkoan Yap, tentu ia bisa mengejarnya dengan sama cepatnya. Tak mungkin pemuda baju putih itu bisa melarikan diri.

Tapi justeru ia merasa malu, tahan gengsi, karena dialah pemimpin dari pasukan kerajaan sebagai orang yang terhormat. Karena dari itu, ia telah perintahkan anak buahnya untuk melakukan pengejaran pada Siangkoan Yap dia sendiri tidak ikut mengejar.

Bun-ong Hoat-ong yakin anak buahnya yang umumnya terdiri dari pahlawan istana yang memiliki kepandaian tinggi, tentu akan berhasil menangkap Siangkoan Yap. Walaupun pemuda itu memiliki kepandaian yang tinggi tokh dikepung demikian banyak jago-jago istana kaisar, tidak mungkin dia bisa melarikan diri terus.

Karena dari itu, tampak dengan tenang tapi mukanya merah padam karena penasaran dan murka. Bun-ong Hoat-ong telah kembali ke kamarnya.

Dia melihat si gadis masih duduk di pembaringan dalam keadaan sepasang mata terpejamkan. Karena bukankah tadi memang telah dipesannya, agar si gadis memejamkan matanya dan tidak boleh dibukanya walau apapun yang terjadi.

Dengan tubuh yang ringan, si pendeta melompat ke atas penglarian. Dia telah menyambar pedang pendek dan tubuhnya telah turun lagi meluncur ringan hinggap di lantai.

Si gadis yang masih duduk di pembaringan memang mendengar suara ribut-ribut. Cuma saja, si pendeta telah berpesan apa pun yang terjadi dia tidak boleh membuka matanya. Maka dia tidak berani melanggar pesan tersebut, dia terus saja memejamkan matanya, sambil duduk bersila dengan hati bertanya-tanya.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang