Jilid 120

1.5K 30 2
                                    

Dalam saat seperti itu, Pek Ie Siu-cay sudah tak sabar, ia mengibaskan pedangnya.

"Cabut senjatamu!" bentaknya.

Kim Lo mendengus perlahan.

"Aku tidak mempergunakan senjata, sebab jika aku mengeluarkan serulingku, berarti kau harus mati!"

"Hemmm, kau jangan bicara besar dulu! Nanti kita lihat saja, siapa yang mampus! Keluarkanlah serulingmu itu!"

Kim lo telah melangkah terus mendekati Pek Ie Siu-cay.

"Aku akan menghadapi kau dengan ke dua tanganku ini!"

Muka Pek Ie Siu-cay jadi berobah merah padam. Sebagai orang ternama di dalam rimba persilatan, sikap Kim Lo itu merupakan ejekan dan hinaan baginya, ia mengibaskan pedangnya.

"Baiklah! Jika kau mampus jangan mempersalahkan aku yang telah mempergunakan pedangku ini!"

Sambil berkata begitu, tubuh Pek Ie Siu-cay menerjang maju, begitu ia menyerang dengan pedangnya, serentak dua jurus beruntun yang dipergunakannya, ia menebas dan menikam.

Kim Lo tetap berdiri tenang di tempatnya. Pelayan rumah makan, juga para tamu berdiri dengan sikap berkuatir, mereka mengawasi per¬tempuran yang akan berlangsung.

Mereka kuatir sekali melihat Kim Lo tak mencekal senjata, sedangkan pedang menyambar begitu cepat. Melihat pedang yang berkelebat, sudah jelas pedang itu bukan pedang sembarangan, pasti pedang yang ampuh sekali.

Dalam keadaan seperti itu, sikap Kim Lo tidak berobah, tetap tenang. Cuma saja, waktu pedang lawannya menyambar datang, ia hanya menyentil dengan jari telunjuknya, sentilan itu sangat kuat sekali.

"Triinngggg.......!" Kuat sekali sentilan tersebut menghantam pedang Pek Ie Siu-cay.

Sentilan yang dilakukan oleh Kim Lo bukan sentilan sembarangan. Tapi sentilan satu jari yang sakti. Itulah It-yang-cie! Karenanya tidak terlalu mengherankan kalau pedang di tangan Pek Ie Siu-cay terdengar keras sekali.

Pek Ie Siu-cay sendiri merasakan telapak tangannya sakit bukan main. Ia berseru nyaring mengempos semangatnya.

Walaupun hatinya tercekat kaget, tokh dia penasaran. Dia ingin berusaha untuk memperlihatkan hahwa dirinya sebenarnya tidak lemah. Karenanya berulang kali ia menyerang lagi.

Kali ini Kim Lo tidak menyentil seperti tadi, melainkan ia mengelak ke sana ke mari dengan lincah. Tubuhnya seperti bayangan saja.

Acapkali, tikaman maupun tabasan pedang Pek Ie Siu-cay jatuh di tempat kosong.

Bukan main penasarannya hati Pek Ie Siu-cay. Beberapa kali dia sudah mmgempos semangatnya, menikam dan menabas dengan serangan yang gencar.

Ia menyusuli jurus "Angin Topan Melanda Gunung", kemudian "Matahari Menyengat Kulit" disusul lagi dengan "Keledai Menendang Tiga Arah", Pedangnya itu menyambar tiga arah. Tapi tetap saja tidak berhasil mengenai sasarannya.

Diwaktu itulah. Tampak Kim Lo merasa sudah cukup mempermainkan Pek Ie Siu-cay, karenanya iapun berseru nyaring: "Sekarang kau yang harus hati-hati.....!"

Sambil berkata begitu, Kim Lo merobah cara bertempurnya. Tahu-tahu sepasang tangannya sudah bergerak-gerak ke sana ke mari dengan lincah sekali. Ke dua tangan itupun berulang kali menyambar ke bagian yang berbahaya di tubuh lawannya.

Karena terlalu cepatnya sepasang tangan Kim Lo menyambar ke sana ke mari, mata Pek Ie Siu-cay jadi nanar. Dia merasa pusing. Pandangan matanya jadi kabur. Iapun melihatnya betapa pun juga, memang kepandaian lawannya luar biasa.

Untuk melindungi keselamatan dirinya, dia memutar pedangnya cepat sekali, pedang itu bergulung sangat rapat, dan seandainya setitik airpun tidak akan berhasil menembusi kurungan sinar pedangnya. Dia yakin dengan memutar pedangnya rapat seperti itu, Kim Lo tentunya tidak bisa memaksa buat menerobosnya.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang