Jilid 104

1.5K 29 0
                                    

Pukulannya kali ini datangnya sangat cepat. Si pendeta hendak mengelakkannya. Namun dia perlu menarik pulang tangannya dulu, karena dari itu dia jadi terlambat dengan gerakannya.

"Bukk!" Pundak si pendeta kena dihantam telak oleh Coa Mei Ling.

Tapi si pendeta yang tadi menyadari dia tidak akan keburu mengelakkan serangan itu. Walaupun dia kaget si pendeta tidak menjadi gugup segera Tang-ting Hweshio sudah mengempos lwekangnya, untuk melindungi pundaknya.

Begitu pundaknya kena dihantam oleh pukulan Coa Mei Ling, dia hanya terguncang keras. Kemudian dia sudah bisa berdiri tetap lagi, tanpa terluka di dalam.

Hui-houw-to Khang Lam Cu melihat kejadian itu, kaget tidak terkira. Dia sangat mengandalkan sekali si pendeta. Kalau memang si pendeta kena dirubuhkan Coa Mei Ling niscaya dia akan kehilangan andalan.

Dia akan celaka ditangan orang-orang Hek-pek-kauw ini. Karenanya dia berdua, jadi mengharapkan sekali akan Tang-ting Hweshio bisa menghadapi Coa Mei Ling serta merubuhkan lawannya.

Beberapa kali dia telah mengawasi dengan sikap tenang telapak tangannya yang mencekal gagang goloknya juga berkeringat. Dia mencekal gagang goloknya itu kuat-kuat karena dia sewaktu-waktu bisa mempergunakannya, buat menerjang menolongi Tang-ting Hweshio, kalau saja si pendeta tengah berada dalam ancaman bahaya maut.

Tang-ting Hweshio sudah membalikkan tubuhnya menghadapi Coa Mei Ling dengan kedua tangan siap di muka dadanya. Waktu itulah tangan Coa Mei Ling sudah menyambar lagi dengan kuat sekali.

Karena memang Coa Mei Ling tidak memberikan kesempatan bernapas sedikit pun juga kepada si pendeta. Serangannya itu mengandung suatu kekuatan yang dahsyat, sebab Kauw-cu dari Hek-pek-kauw itu sudah mempergunakan enam bagian dari tenaga dalamnya.

Tang-ting Hweshio mengangkat kedua tangannya. Iapun mendorong dengan kekuatan tenaga yang tidak kecil. Dua kekuatan saling bentur, tangan mereka bentrok keras.

Tubuh Coa Mei Ling tergoncang tapi kuda-kuda kedua kakinya tidak tergempur, dia tetap mengempos semangatnya buat menindih kekuatan si pendeta.

Tang-ting Hweshio juga mengempos semangatnya, semakin tenaga dorongan dari kedua tangannya jadi semakin kuat, karena lweekang si pendeta adalah lweekang yang murni dari Siauw-lim-sie. Dengan demikian telah membuat tenaga itu dapat disalurkan bergelombang.

Celakanya buat Coa Mei Ling. Ia merasakan desakan tenaga dalam dari si pendeta telah membuat dia tergoncang keras, di mana tubuhnya seakan juga diterjang semakin kuat oleh gelombang yang kian hebat juga.

Perlahan kuda-kuda dari ke dua kaki Coa Mei Ling jadi terdorong, dan kakinya tergeser. Hati Coa Mei Ling terkesiap. Ia berusaha hendak mendorong lagi dengan mengerahkan seluruh kekuatannya. Namun gagal.

Waktu itu Coa Mei Ling merasakan betapa tenaga dorongan dari Tang-ting Hweshio semakin kuat juga, dan telah membuat Coa Mei Ling akhirnya menyadari, mungkin dalam beberapa detik lagi dia tidak akan sanggup bertahan terus seperti itu.

Dalam waktu yang cuma beberapa detik itu, Coa Mei Ling harus mengambil keputusan yang cepat. Kalau tidak, jika dia bertahan terus seperti itu. niscaya dia akan terluka di dalam yang tidak ringan, kalau saja sampai dia terserang dan tergempur oleh kekuatan tenaga dalam si pendeta.

Tang-ting Hweshio sendiri merasakan bahwa ia sudah berada di atas angin. Jika memang dalam keadaan seperti itu berlangsung lebih lama lagi, dia akan dapat merubuhkan Coa Mei Ling.

Hanya saja, sebagai seorang pendeta, hal itu tidak menggembirakan hatinya. Kalau sampai wanita im tergempur kuda-kuda kedua kakinya, niscaya dia akan terluka di dalam yang tidak ringan. Maka dia segera menarik pulang kedua tangannya dengan tiba-tiba sekali.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang