Jilid 22

2.2K 33 0
                                    

Dan hari sudah merangkak, malampun telah datang, kegelapan telah menyelimuti sebagian dari permukaan bumi di belahan ini. Dan di sekitar istana Pangeran Hakarsan sepi sekali cuma terlihat para pengawal yang tengah melakukan tugas mereka masing-masing.

Di sebuah kamar yang api penerangannya menyala terang sekali, tampak Hakarsan tengah duduk di meja kerjanya. Di hadapan Hakarsan duduk seorang gadis yang cukup cantik tengah menunduk dan menangis mengucurkan air mata.

"Kau menyanggupi bukan?" Tanya pangeran itu sambil menatap gadis itu dalam-dalam. "Dan jasamu ini akan kami sampaikan kepada Hong-siang, sehingga kelak kau akan memperoleh hadiah dan penghargaan yang sangat baik dari Hong-siang."

Gadis itu menyusut air matanya.

"Ya, Ong-ya, hamba akan melaksanakan perintah ini!" Kata gadis itu.

Wajah Hakarsan berseri-seri, dia berseru: "Bagus! Kau memang seorang hamba yang patuh!"

Kemudian Pangeran Hakarsan menepuk tangannya dua kali. Masuk ke dalam ruangannya seorang pengawal istananya.

"Antarkan Siu Lie ke kamar Taysu, Bun Ong Hoat-ong!" perintah pangeran Hakarsan.

Pengawal itu mengiyakan, sedangkan si gadis yang disebut bernama Siu Lie, telah bangun berdiri.

"Jadi malam ini juga hamba harus menemani Taysu itu?!" Tanya Siu Lie perlahan suaranya, tidak begitu jelas.

"Ya!" mengangguk perlahan pangeran Hakarsan.

Dengan air mata masih mengucur turun mengaliri pipinya, tampak Siu Lie mengikuti pengawal itu. Dan dia menyusuri lorong-lorong istana tersebut, untuk ke kamar Bun Ong Hoat-ong.

Siapakah sebenarnya Siu Lie?

Ternyata dia seorang puteri dari pelayan istana. Dialah gadis yang malang nasibnya! Justeru Pangeran Hakarsan telah menghubungi ayah gadis itu, meminta agar gadisnya dipersembahkan buat 'dipakai' oleh Bun Ong Hoat-ong. Sang ayah yang memang takut menolak permintaan majikan, terus saja tidak menolak keinginan pangeran ini. Segera juga puterinya dipanggil.

Demikian juga Siu Lie, tidak berani dia menolak perintah pangeran Hakarsan. Dan cuma bisa menangis dan meratapi nasibnya, namun perintah itu tetap saja harus dilaksanakannya.

Ketika sampai di depan pintu kamar Bun Ong Hoat-ong, pengawal itu meminta Siu Lie menunggu sebentar, sedangkan pengawalnya itu mengetuk daun pintu kamar.

Siu Lie merasakan jantungnya tergoncang sangat keras, dia ketakutan bukan main. Jika sekarang dia berada di depan kamar Bun Ong Hoat-ong, memenuhi perintah pangeran Hakarsan karena dia takut menolak perintah pangeran Hakarsan.

Dan juga ia kuatir kalau saja ia menolak, ayahnya akan mengalami sesuatu yang tak diinginkannya. Dan tentu saja pangeran Hakarsan akan mencari-cari kesalahan ayahnya. Karena itu, gadis ini terpaksa menerima saja dirinya akan dipersembahkan kepada Bun Ong Hoat-ong.

Setelah mengetuk dua kali, pengawal itu menunggu dengan berdiri mengambil sikap yang menghormat sekali.

Daun pintu terbuka.

Bun Ong Hoat-ong keluar. Dia memandang kepada pengawal itu, lalu kepada Siu Lie.

"Inikah kiriman Ong-ya?" tanya Bun Ong Hoat-ong.

"Benar Taysu!" Menyahuti pengawal itu dengan suara yang menghormat dan memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya. "Inilah kiriman untuk malam ini. Ong-ya pesan memang gadis ini bersedia menjalankan perintah!"

"Bagus!" Mengangguk Bun Ong Hoat-ong, "Kau boleh pergi!"

Pengawal itu pergi, Siu Lie membungkukkan tubuhnya lagi memberi hormat dan mengundurkan diri. Sebelum berlalu sempat ia melirik kepada Siu Lie yang masih menangis dengan kepala tertunduk.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang