Jilid 89

1.7K 36 0
                                    

"Hemmm, tapi merasakannya!"

"Terserah pada Cinjin, aku tidak mengatakan tidak menyukai Cinjin!"

Tojin itu mendongkol. Dia mengawasi tajam pada si pemuda pelajar tersebut.

"Kau tampaknya angkuh sekali!"

"Jika memang aku angkuh, tentu aku tidak akan melayani Cinjin buat berbicara!"

"Anak muda, kau terlalu sekali!" kata si Tojin habis sabar.

Pelajar itu melirik.

"Keterlaluan kenapa?" tanyanya.

"Hemmm, aku mengajak kau bicara baik-baik tapi kau malah melayani aku bicara dengan sikap acuh tak acuh dan malah kata-katamu itu seakan juga akan hendak mempermainkan diriku!"

"Itu sudah kukatakan, hanya perasaan Cinjin saja!"

"Bukan!"

"Bukan bagaimana?"

"Aku merasakannya kau memang tak memandang sebelah mata padaku!"

"Oya? Kukira tidak! Aku setiap kali melihat pada Cinjin tentu akan mempergunakan sepasang mataku!"

Dada si Tojin jadi tergoncang karena menahan marah, tapi rupanya ia belum lagi menjatuhi alasan tepat buat mencari ribut. Ia mendengus, kemudian katanya:

"Siapa namamu? Dan kau dari perguruan mana?" tanyanya kemudian.

Pelajar itu menggeleng perlahan.

"Tidak perlu Cinjin mengetahuinya." Katanya. "Jika memang aku memberitahukannya tokh akan percuma juga, karena Cinjin tidak memiliki hubungan apapun juga denganku!"

"Oh, itulah jawaban yang kurang ajar sekali!" kata si imam dengan mendongkol, "Sikapmu sangat kurang ajar begitu. Apakah kau tahu tengah berhadapan dengan siapa?"

Pelajar itu melirik.

"Ya, memang aku tengah berhadapan dengan Cinjin, bukan?" Tanyanya dingin.

Tojin itu semakin mendongkol, karena dia merasakan dirinya benar-benar tengah dipermainkan.

"Hemm, kau benar-benar tidak kenal dan tidak mengetahui siapa diriku?"

"Kukira memang aku tidak memerlukan untuk mengetahui siapa adanya Tojin itu!"

Mendengar jawaban si pelajar yang ketus seperti itu si Tojin jadi semakin sengit.

"Belum pernah seumur hidupku di dalam kalangan Kang-ouw menerima perlakuan sekasar ini!"

"Itu hanya perasaan Cinjin saja!"

"Perasaan bagaimana?" bentak si Tojin.

"Ya, aku tak merasa memperlakukan Cinjin dengan kasar!" kata si pelajar itu.

Tojin itu benar-benar mendongkol, ia sudah tak bisa mempertahankan kemendongkolan hatinya, dengan sengit hud-tim di tangannya dikebutkan kemuka si pelajar.

Pelajar itu merasakan sambaran angin hud-tim, ia jadi gusar ia berkelit.

"Tojin kau, mengapa kau menyerangku?" makinya. Malah tangannya segera menotok ke biji mata Tojin itu.

Tojin itu berkelit.

"Hai! Hai! Hai! Jangan berkelahi!" teriak beberapa orang di dekat mereka.

Tojin itu memang tak menyerang lagi.

"Untung ada yang memisahkan, sehingga aku tidak jadi menghantam batok kepalamu sampai pecah!" kata si Tojin lagi.

"Hemmm, seharusnya kau bersyukur, ada yang memisahkan, sehingga kau tidak perlu kuhajar!" menyahuti si pelajar juga jadi sengit bukan main.

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang