Tapi gadis itu tidak berani berayal. Ia telah duduk di pembaringan, menyilangkan kakinya, duduk bersila, dan tangannya didekapkannya, bersemedhi, sepasang matanya juga dipejamkan. Jantungnya berdegup keras, ia berpikir-pikir, entah apa yang dialaminya selanjutnya.
Si pemuda berbaju putih yang sejak tadi menyaksikan apa yang terjadi di dalam kamar itu, sesungguhnya diliputi kemarahan yang bukan main. Dia bertekad jika Bun-ong Hoat-ong hendak memperkosa gadis itu, disaat itulah baru ia akan melompat turun dan akan menggempur si pendeta.
Tapi pemuda yang baju putih itu menjadi terheran-heran, karena si pendeta tidak memperlihatkan maksud dan keinginannya buat memperkosa gadis itu. Malah dilihat dari sikap si pendeta, sama sekali ia berniat tidak baik pada si gadis. Memang dari sinar matanya terlihat dia menginginkan apa yang dilakukan si gadis.
Namun tetap saja pendeta itu tidak melakukan gerakan dan tindakan yang menunjukkan dia hendak memperkosa gadis itu. Dan hati si pemuda bertanya-tanya, entah apa yang ingin dilakukan dengan memerintahkan gadis itu duduk bersila, bersemedhi di pembaringan dan memejamkan matanya?
Pemuda baju putih itu jadi mengawasi terus dengan penuh perhatian. Dan siap siaga karena begitu si pendeta bermaksud tidak baik dan memperkosa gadis itu dia akan segera mencegah dan menempur pendeta itu.
Dia juga telah mempersiapkan beberapa batang jarum di tangannya yang akan dipergunakannya jika memang si pendeta bermaksud buruk pada gadis itu. Jarum rahasia itu dapat dilontarkan pada saat yang tepat.
Waktu gadis itu masih duduk bersila di pembaringan dengan se-pasang mata yang terpejamkan. Dan ia terlihat gemetaran, tubuhnya tergoncang dan dadanya turun naik, karena memang dia tengah menekan perasaan takutnya.
Bun-ong Hoat-ong melangkah mendekatinya dan perlahan-lahan berdiri di pinggir pembaringan, matanya berkilat tajam sekali. Perlahan-lahan tangan kanannya mencabut sebatang pedang pendek, yang dihunus dari balik jubahnya.
Pemuda baju putih yang ada di atas genting jadi kaget tidak terkira. Apa yang hendak dilakukan pendeta itu terhadap diri si gadis?
Dan dia benar-benar jadi tergetar hatinya, tegang sendirinya. Ia mengawasi tajam dan bersiap-siap hendak bertindak jika telah tiba waktunya.
Pendeta itu terus mendekati pembaringan dia menundukkan kepalanya, seperti melihat sesuatu di tubuh gadis itu. Pendeta itu memburu napasnya.
Dilihat demikian, dengan tangan mencekal pedang, apakah si pendeta bermaksud mempergunakan pedang itu mengancam si gadis dan ia akan memperkosanya?
Tapi tidak mungkin!
Pendeta itu tidak membuka bajunya dan memang tidak terlihat tanda-tanda bahwa ia ingin memperkosa gadis itu.
Disaat itu pedangnya perlahan-lahan diangkat dan didekatkan kepada paha si gadis.
Pemuda baju putih itu mengawasi terus dengan menahan napas. Dan dia berdebar hatinya, tegang sekali.
Tapi, tiba-tiba pendeta ini merandek, dia tertegun sebentar, seakan-akan ada sesuatu yang tengah diperhatikan. Tiba-tiba benar, sangat mendadak, tahu-tahu tubuh si pendeta telah berdiri tegak, memutar tubuhnya.
Sambil membentak, tangan kanannya bergerak, maka meluncurlah pedang pendeknya itu ke tengah udara, menyambar ke atas langit-langit kamar. Dan tujuannya pada jurusannya, tepat dimana si pemuda baju putih tengah bersembunyi di atas genting!
Pedang pendek itu meluncur pesat membolos ke atas, dan akan menghujam dada si pemuda baju putih. Untung saja pemuda baju putih itu berwaspada sejak tadi, dengan demikian, dia bisa menghindarkan dari sambaran pedang pendek itu cepat sekali, dia telah menggeser tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh Seruling Sakti
FantezieCinkeng ini merupakan lanjutan dari "Anak Rajawali".