Jilid 101

1.8K 34 2
                                    

Sedangkan Tang-ting Hweshio melirik beberapa kali melihat cara Hui-houw-to berlari.

"Hemm, kalau saja ia mau berlatih dengan tekun, memperoleh petunjuk dari orang yang benar-benar memiliki kepandaian tinggi, tentu akan memperoleh kemajuan yang pesat. Dia memiliki bakat yang cukup baik, sayang jiwanya belum lagi tetap benar.......!"

Sambil berpikir begitu, tampak Tang-ting Hweshio beberapa kali memperhatikan cara melompat Hui-houw-to. Ia memperoleh kenyataan masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh Hui-houw-to. Tapi pendeta itu berdiam diri saja. Ia tak memberi komentar apa-apa.

Waktu itu kota sudah sepi, karena jarang sekali orang berlalu lalang. Dan rupanya kota sudah tidur dari segala macam keramaian.

Hanya tampak beberapa kantor Piauw-kiok yang masih buka, dengan beberapa orang piauwsu yang tengah mengadakan penjagaan, untuk menerima tamu, kalau saja ada pedagang yang ingin melakukan perjalanan malam.

Dengan gin-kang yang diandalkannya, maka Tang-ting Hweshio dapat berlari di atas genting tanpa ada orang yang bisa melihatnya.

Hui-houw-to sendiri karena jalan darah Yu-nan-hiatnya sudah berhasil ditembus oleh hawa murninya, sehingga bisa menerobos sampai pada Tan-tiannya membuat ia merasa segar dan ia bisa berlari dengan baik.

Walaupun ia masih sering tertinggal oleh si pendeta, tokh ia berusaha untuk sedapat mungkin mengimbanginya. Ia berlari selalu dengan ringan dan mengejarnya.

Demikianlah, mereka mengelilingi kota itu dengan mengambil jalan di atas genting, sampai akhirnya mereka tiba di sebelah selatan kota Lu-shia.

Keadaan di tempat itu benar-benar sepi sekali. Hanya terlihat seorang pedagang teh.

Cepat-cepat Hui-houw-to melompat turun diikuti oleh Tang-ting Hweshio. Mereka menghampiri penjual teh.

"Aku akan menanyakannya pada dia.......!" Kata Hui-houw-to dengan suara perlahan.

Tang-ting Hweshio tidak mencegah, cuma mengangguk saja.

Hui-houw-to menghampiri penjual teh itu. Dia melihat orang tua penjual teh tersebut tengah mengantuk, menunggui barang dagangannya dengan kepala tertunduk mengantuk.

"Paman.......!" Panggil Hui-houw-to dengan suara tak begitu keras.

Penjual teh itu terkejut, dia mengangkat kepalanya.

"Ohh, maaf, toaya ingin minum?" Tanyanya segera.

Hui-houw-to mengangguk.

Penjual teh itu mempersiapkan air teh dan menuangkan dua cangkir ketika melihat bahwa di belakang Hui-houw-to ada si pendeta. Dia juga mengeluarkan makanan kecil, kueh kering.

Waktu itu, Hui-houw-to sambil mengangkat cangkirnya. Cawan yang cukup besar, dia bilang, "Lopeh, (paman) ada yang hendak kutanyakan kepadamu.......!"

"Oh, silahkan....... silahkan.......!" Kata penjual teh itu dengan segera, "Apakah yang Toaya hendak tanyakan? Silahkan!"

"Dimana letak markas Hek-pek-kauw?!"

"Apa?"

Tampak penjual teh itu jadi kaget.

Hui-houw-to tersenyum.

"Kami baru saja menerima undangan dari Hek-pek-kauw, yang meminta kami datang buat menjadi tamu kehormatan mereka. Tapi karena tidak mengetahui, di mana letak markas besar Hek-pek-kauw itu. Karenanya kami mencarinya seharian begini......."

Penjual teh itu mengawasi Hui-houw-to dan Tang-ting Hweshio bergantian, kemudian baru dia bilang dengan ragu-ragu. "Jadi jiewie adalah sahabat-sahabat dari Hek-pek-kauw?"

Pendekar Aneh Seruling SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang