-[24]- Something Weird

16.4K 942 18
                                    

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian plus tolong dong rekomendasikan cerita ini yaa ^_^

Happy reading all

.

.

.

.

.

.

.

"HIK...HIK...HIK..."

Sudah lima menit berlalu dah cegukan Amare belum juga pulih padahal Amare sudah minum banyak air dan cegukan itu tidak kunjung hilang. Belum lagi jantungnya yang masih berdetak tidak norma sampai sekarang dan apa – apa an posisinya ini. Kenapa Azhe bisa ada di sebelah gue sambil nepuk punggung gue sih, pikir Amare.

Amaro memandang Amare dan Azhevadino secara bergantian. Sepertinya dia telah melewatkan sesuatu. Pandangannya lalu beralih pada Eaton, Amaro menjadi kasihan melihatnya. Amaro memijat kedua pelipisnya yang terasa berkedut – kedut tapi tidak pusing. Dia bingung harus memilih yang mana, Azhevadino atau Eaton. Sepertinya gue harus memastikan perasaan Ame, batin Amaro.

"Ame biar gue yang urus. Inver di sini dulu yaaa."

Rhinvero, malaikat kecil itu menggeleng keras dan tetap setia duduk di pangkuan Amare tanpa ada niat untuk beranjak sedikit pun. Amare tersenyum disela – sela cegukannya sambil membelai lembut rambut Rhinvero. Ya. Rhinvero sempat menangis dan takut karena Bundanya, Amare tidak berhenti – henti cegukan dan saat ini wajah Rhinvero masih sembab akibat bekas tangisannya.

"Inver di sini dulu sama Ayah. Biar Om Aro nyembuhin Bunda. Gimana?" bujuk Azhevadino.

Rhinvero memandang lekat – lekat Azhevadino lalu pandangannya beralih pada Amaro yang langsung memasang senyumnya untuk meyakinkan Rhinvero. Dengan ragu, malaikat kecil itu pun menganggukan kepalanya lalu berpindah ke pangkuan Azhevadino. Amaro segera menggiring Amare ke lantai atas dan entah mengapa suasana menjadi canggung walau di sana ada Skylar, Rhine, dan Yovan.


Amaro's POV

Gue sekarang duduk berhadapan dengan Ame di atas kasur. Sudah lima menit berlalu tapi cegukan Ame masih belum hilang. Ini pasti karena dia terlalu menyangkal akan sesuatu.

"Dari dua laki – laki di bawah, lo lebih suka sama siapa? Eaton atau Azhe?"

Oke, gue nggak mau bertele – tele jadi langsung to the point. Laki kan emang begini kan? To the point dan apa adanya.

Gue menghela napas saat Ame hanya diam dengan iringan cegukannya tanpa membalas pertanyaan gue.

"Lo suka sama Azhe?"

Ame menggeleng – geleng dengan cepat. Gue tersenyum tipis. Telalu kentara Ame.

"Lo cegukan karena terlalu menyangkal sesuatu Ame, jadi mengakulah dan terima saja hal yang tidak ingin lo akui."

Gue menatap kaget Ame. Adik gue itu terdiam dan begitu pula cegukannya namun semua itu malah membuat masalah baru.

"Huaaaaaa..."

Gue panik. Asli gue panik banget. Ame tiba – tiba nangis sambil meluk gue. Gue mau nggak mau meluk dia dan berusaha buat nenangin dia. Apa segitu nggak terimanya dia kalo menyukai Azhe?


Amare's POV

Gue membasuh muka gue setelah menangis hampir satu jam lamanya. Gue tadi sebenarnya pengen marah karena tiba – tiba Bang Aro nuduh gue kalo gue suka sama Azhe tapi kenapa mulut gue nggak bisa nyangkal dan apa – apa an sama jantung gue yang nggak bisa berhenti berdetak cepat saat nama Azhe disebutkan. Berarti gue suka dong sama Azhe, iya kan? Tapi karena gue nggak bisa menerima semua tuduhan yang ternyata benar gue nangis saking frustasinya gue.

Padahal duda kan daftar atas black list gue. Gimana dong? Atau gue jalani aja sama Kak Eaton? Kan perasaan gue ini belum dalam jadi bisa gue lupakan dengan mudah. Iya kan? Ah, iya gitu.

Gue pun membasuh lagi wajah gue dan mengeringkannya dengan handuk. Gue pun keluar dari kamar mandi dan Bang Aro sudah menunggu gue sambil berkacak pinggang. Lucunya cegukan gue langsung hilang setelah gue menangis sepuasnya.

"Jadi, gimana keputusan lo?"

"Kak Eaton."

Gue mendengar napas kasar yang dihembuskan sama Bang Aro. Bang Aro seperti nggak suka gitu sama keputusan gue. Lha, kok jadi gini? Bukannya Bang Aro nggak suka sama statusnya Azhe makanya dia selama ini jauhin gue dari Azhe. Kok wajahnya Bang Aro kayak nggak setuju gitu sama keputusan gue? Bukannya Bang Aro harusnya seneng ya kalo gue milih Kak Eaton.

"Denger, Ame. Gue nggak mau lo jadi nggak bahagia karena terpaksa memilih. Gue hanya ingin lo bahagia. Prioritas gue adalah kebahagiaan lo."

"Kok lo kayak pengen gue ngeship Azhe ya Bang?"

"Karena lo suka sama Azhe jadi gue mau nggak mau harus menerima Azhe."

"Semudah itu?"

Gue menelisik raut wajah Bang Aro. Ya. Abang gue sepertinya menyembunyikan sebuah rahasia sehingga membuat dia menerima Azhe. Apa sih yang sedang mereka berempat bicarakan? Bunda sama Ayah kayaknya juga nerima Azhe yang deketin gue. Bukannya ge er ya, tapi gue merasa Azhe lebih agresif sama gue ketimbang sama cewek lain.

Lucu nggak sih, Bos yang terkenal judes, jutek, dan galak sama cewek lain bisa lembut, perhatian dan agak posesif sama gue. Gue nggak ge er tapi gue sudah mengobservasi tindakannya selama ini.

"Yap. Semudah itu. Jadi, seengaknya cobalah dulu."

Gue menghela napas panjang. Really? Semudah itu?

"Terus kenapa kemarin – kemarin lo berusaha jauhin gue dari Azhe?"

"Soal itu, gue nggak bisa jawab. Lo bakal tau. Nanti. Okay?"

Nah kan. Kalo gini gue makin penasaran dasar Abang Dodol. Bilang aja nggak papa atau apa kek. Kalo jawabnya gitu gue tambah penasaran. Haish. Kenapa kehidupan cinta gue tambah ribet sih.




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang