-[63]- Resign

8.9K 476 2
                                    

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

"RESIGN?"

"Kok resign Bu?"

"Jangan resign dong."

"Terus siapa dong yang gantikan Ibu? Tolong jangan bawa Nenek Lampir dong Bu buat gantiin Ibu. Ibu di sini aja, jangan resign, sudah nyaman."

Amare tersenyum geli melihat rekan – rekan kerja yang sudah menemaninya selama hampir empat tahun ini.

"Tenang saja. Besok yang menggantikan saya langsung standby kok. Jadi yang penasaran mohon bersabar ya sampai besok." Ujar Amare yang juga berusaha menenangkan rekan – rekan kerjanya.

"Saya juga resign deh." Ujar Tama kesal.

"Lo kalo mau resign mikir dulu deh. Tugas lo yang paling numpuk berjipun gitu mau resign? Gaji nggak dikasih baru iya." Ujar Indra sarkas.

Tama yang merasa terhina –tapi emang rekan paling hina di departemennya– menatap tajam Indra.

"Sudah – sudah. Saya langsung pulang ya. Semoga sukses selalu buat kalian."

"Lho tunggu bentar Bu. Besok udah nggak masuk kerja lagi dong?" tanya Indra

Amare menganggukkan kepalanya tegas. Toh dia tadi sudah memberesan semua perkakas kerjanya dan juga sudah menata rapi kerjaannya.

"Terus nggak ada acara perpisahan gitu?" tanya Indra lagi.

Amare mendengus geli. Rekan yang satunya ini emang makhluk nyeleneh yang pertama kali Amare temukan selama hidupnya.

"Ya makanya. Sebagai rasa bentuk terima kasih saya atas kerja keras kalian semua, saya mentraktir Saudara – Saudara sekalian."

"Yhaaaa Bu. Kok baru bilang sekarang sih. Kan belum kasih kado perpisahannya." Ujar Diana dengan nada sedih.

"Kan kita nanti bisa ketemu di acara pernikahan saya. Kalian tidak mau hadir?"

"Mauuuu." Ujar mereka serempak.

"Kalau begitu saya pamit dulu ya. Sampai jumpa kembali."


Azhevadino's POV

Gue tersenyum saat melihat siluet yang gue nanti - nantikan keluar dari restoran itu. Akhirnya pujaan hati gue satu – satunya datang juga.

"Sudah lama?"

"Sepuluh menit yang lalu kok." Ujar gue snatai sambil tersenyum.

Gue melingkarkan lengan gue di pinggang Ame lalu menggiring kekasih gue yang sangat cantik itu ke mobil gue. Sesekali gue mendekatkan indra penciuman gue pada tengkuk leher Ame. Aroma mint dan raspberry yang pastinya akan gue rindukan. Gue dan Ame memasuki mobil dan gue langsung menyalakan mesin setelah semua siap lalu menjalankan mobil gue menjauhi restoran itu.

"Kamu beneran harus berangkat ya?" tanya gue buat memastikan, siapa tau kan Tuhan berkehendak jadi Ame nggak jadi berangkat.

"Kita sudah bahas ini sudah berpuluh – puluh kali ya, Zhe. Jangan manja deh."

Iya sih. Fyi, gue tuh nggak pernah manja sama siapa pun sekali pun sama Bunda tapi itu sebelum gue bertemu sama Ame. Setelah bertemu Ame entah mengapa gue ingin dimanja terus gitu tapi hanya sama Ame aja.

"Masa aku ngga boleh manja sama kekasih sendiri." Rajuk gue

"Atau kamu ikut ke Berlin?"

"Wah, boleh juga tuh."

Gue terkekeh geli saat melihat wajah kaget Ame saat gadis itu mendengar jawaban gue atas ajakannya.

"Jangan bercanda, Zhe. Ingat karyawanmu, ingat Bunda sama Inver. Kamu harus kerja pokoknya."

"Kan aku bisa ngambil alih perusahaanku yang di Berlin?"

"Katanya sudah dipegang kendali sama Andrew."

"Iya sih. Tapi-"

"Bukannya dia orang yang paling kamu percaya selain Yovan. Ya udahlah daripada repot udah biar diurus Andrew."

"Kok kamu kayaknya nggak mau aku ke sana ya?"

"Bukannya nggak mau. Tapi kalau kamu kesana bisa – bisa kamu memecah konsentrasiku." Ujar Ame lirih yang membuat gue menyeringai senang.


Amare's POV

"Kok kamu kayaknya nggak mau aku ke sana ya?"

Bukannya nggak mau. Tapi kalau kamu kesana bisa – bisa kamu memecah konsentrasi aku, gumam Amare dalam hati. Sejak beraku kamu sama Azhe aku jadi kebiasaan beraku sama yg lain bahkan ke diri aku sendiri hahaha. Kalo sama Vina dan Yovan masih lo gue soalnya mereka canggung katanya kalo beraku kamu an sama aku.

"Nggak konsentrasi karena ketampananku ya? Atau bibirku yang seksi?"

Tunggu dulu? Jangan bilang aku nggak sengaja mengutarakan isi hatiku, gumamku dalam hati. Aku menatap tajam Azhe saat lampu merah dan tiba – tiba saja Azhe mendekat dirinya ke aku. Kejadian itu begitu cepat hingga aku nggak bisa menghindar. Bibir seksi itu melumat lembut bibir aku, astagaaa. Cukup lama hal itu terjadi sampai aku tersentak dan akhirnya ciuman itu berakhir akibat nyaringnya klakson yang terdengar di belakang kami.

"Ck. Dasar pengganggu." Ujar Azhe kesal.

Aku nggak menggubris kekesalan Azhe, yang sekarang aku fokuskan adalah untuk mengatasi debaran jantungku ini dan lucunya entah mengapa aku merasa panas padahal aku yakin kalo Azhe sudah menyalakan AC di mobil tapi kenapa masih panas ya?

"Sayang, wajahmu memerah. Kamu sakit ya?"

Ingin rasanya aku memuji Azhe karena mengkhawatirkanku namun saat aku melihat senyuman jahil yang laki – laki itu tunjukkan setelah bertanya seperti itu, aku sangat kesal dibuatnya. Fix, kamu aku diamin sampai besok, rutukku dalam hati. 




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang