-[88]- His Cousin Past

11.9K 447 7
                                    

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

Azhevadino's POV

"WILLIAM tadi nemui gue. Lokasi gue sudah terbongkar."

Aku terdiam. Sebenarnya aku nggak terlalu suka dengan rencana adik sepupu tercintaku yang selalu nomaden kalo bertemu dengan tiga serangkai itu. Tapi namanya juga saudara, kekeras kepalaan mereka sama deh sama aku. Aku pun hanya menghela napas panjangku. Padahal aku baru saja melepas rindu dengan Sher, adik sepupu yang sangat aku sayangi. Bagiku sosok Sher itu sudah seperi Zheva. Kami saling menyayangi bahkan gue bisa tau rasa sayangnya ke gue sebagai saudara melebihi rasa sayangnya terhadap saudara – saudara kandungnya.

"Hati – hati. Kalau ada waktu mampir lah ke sini lagi."

"Tentu saja. Apa sih yang nggak buat keponakan gue yang ucul banget."

Aku terkikik geli saat melihat Sher mengelus kedua pipi tembam milik Inver dengan gemasnya. Istriku, Ame juga ikut tertawa geli melihat kelakuan Aunty dan keponakan itu.

"Udah cepet dimakan, udah datang tuh pesanannya." Tegurku saat melihat pramusaji membawa pesanan Sher dan Inver.

"Inver makan sama Aunty ya? Kasihan Ayah tuh, mau disuapin Bunda tapi Inver gangguin terus."

Aku menatap tajam Sher, sedangkan yang ditatap hanya terkikik geli dengan wajah tanpa dosa. Boleh nggak aku ubah pernyataanku kalo Sher itu saudara yang kelakuannya paling ngeselin dan tengil?

"Hmmm, oke deh. Bunda kasihan Ayah itu wajahnya sedih banget. Bunda suapin ya?" ujar Inver

"Errrr...hahamm...i-iya sa-sayang." Ujar Ame

Aku menatap kesal istriku, Ame yang sedang menahan tawanya.

"Anak pinter. Inver pinter deh kayak, Aunty." Ujar Sher sambil mengerling ke arahku dan Ame.

"Iya dong, Inver kan harus adil. Nanti kasihan Ayah sedih terus." Ujar Inver dengan wajah polosnya.

"Hahahahahaaha."

Aku mendelik dan menatap Sher yang tertawa lepas lebih tajam. Dasar adik kurang ajar, rutukku dalam hati.


Amare's POV

"Dadaah Bunda, Dadah Ayah." Ujar Inver sambil melambaikan tangannya.

Aku kira Sherefina akan pergi begitu saja sambil menyerahkan kembali Inver pada kami berdua setelah makan siang, tapi ternyata perkiraanku salah.

"Sana dipuas – puasin kencannya, mumpung aku jadi adik sepupu dan adik sepupu ipar yang baik." Ujar Sher dengan wajah angkuhnya.

Nggak kakak sepupu nggak adik sepupu sama – sama angkuhnya. For God's Sake.

Aku tersenyum geli melihat kelakuan adik sepupu iparku itu. Entah kenapa, aku merasa seperti bertemu teman lama saat pertakali bertemu Sher dan lucunya selera kita sama. Sher juga nyambung kalo diajak ngomong. Tipikal humble and society woman goals. Aku melihat kepergian Inver dan Sher setelah mereka berdua menghilang dari pandanganku.

"Adikmu baik ternyata." Ujarku jujur.

"Dia terlalu baik tapi orang – orang yang ia sayangi selalu menyakitinya." Ujar Azhe, suamiku dengan nada lemah dan aku masih bisa menangkap rasa sedih di dalam nada perkataannya.

"Tapi kan ada kamu sama Bunda. Jadi dia sepertinya sangat optimis."

"Yhaaa, aku bersyukur jika karena kami dia menjadi optimis. Tapi sepertinya keoptimisannya mulai redup. Masalahnya kali ini lebih rumit. Aku jadi kangen sama Sher yang dulu."

"Bagaimana kalau kita bantu?"

Aku melihat Azhe menggelengkan kepalanya lalu suamiku itu menggiringku menuju mobil.

"Dia pasti menolaknya, Ame. Sama sepertiku, dia selalu memendam masalahnya sendiri dan mencari solusi sendiri."

"Saudaranya?"

"Mereka tidak mau memahami dan mengerti dengan keadaan Sher. Itulah yang kusayangkan dari sikap keluarganya. Kalau saja mereka menyadari keberadaan Sher, gadis itu sangatlah bersinar."

"Orangtuanya?"

"Mereka tidak peduli. Asal anak – anaknya tidak mempermalukan nama keluarga mereka, mereka akan baik – baik saja. Karena itu, semenjak menikah dengan Ayah, Bunda membatasi komunikasi dengan keluarganya kecuali dengan Sher. Gadis itu benar – benar butuh pertolongan saat itu dan Bunda yang awalnya benar – benar ingin memutuskan komunikasi dengan keluarganya itu, mau tidak mau dia mulai berkomunikasi dengan mereka untuk menyelamatkan Sher."

Aku terdiam. Aku nggak pernah menduga adik sepupu iparku yang sangat ceria, aktif, dan penyayang itu memiliki masalah serumit ini.

"Jika Bunda nggak menolong, Sher. Mungkin mental gadis itu akan lebih parah." Ujar Azhe.

Aku memerhatikan suamiku yang sudah menjalankan mobilnya dalam diam. Sepertinya masalah Sherefina sangat sensitif untuk dibicarakan, tapi aku bersyukur, suamiku masih mau bercerita walaupun itu kisah garis besarnya.

"Tenang saja. Aku akan menjadi kakak ipar yang baik untuk Sher."

"Aku tahu itu. Kamu pasti menjadi kakak ipar yang baik."

Aku menggenggam tangan kiri suamiku yang bebas dari kemudi. Mulai saat ini aku nggak akan menyia – nyiakan orang – orang yang ada di sekitarku. Terutama orang – orang yang aku sayangi dan yang menyayangiku. Mulai sekarang aku harus turut andil melindungi orang – orang tersayangku.




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang