Special Chapter for AMAZHE's Lovers ^_^

12.8K 456 6
                                    

Hanya secuplik cerita tentang Cia dan Cio

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

CIERRA memandang kesal anak laki – laki seumurannya yang berdiri di hadapannya dengan wajah mengejek khas anak laki – laki. Selama lima tahun ini anak laki – laki itu selalu merebut apa yang dia mau. Siapa lagi kalau bukan saudara kembarannya, Cierro.

"Kak, Cio. Baliki cookies Cia." Ujar Cierra dengan nada kesal.

"Ambil lagi sana."

"Nggak mau! Itu kan yang banyak choco chipnya. Balikin ishhh."

Cierro yang emang selalu ingin menjahili adik kembarannya itu langsung memasukkan cookies yang baru saja dia ambil dari Cierra ke dalam mulutnya. Sepasang mata kelabu Cierra melotot saat melihat Abang kembarannya, Cierro memasukkan cookies pilihan terbaiknya itu.

"Huaaaaaa, Bundaaaa. Kak Cio makan cookies Cia. Huaaaaa."

Cierro sangat panik saat melihat Cierra langsung menangis histeris hanya sebuah cookies. Really? Dia langsung memberikan cookies yang masih ada setengah bagian pada Cierra. Merasa kesal, Cierra langsung melempar cookies yang masih setengah bagian itu. Cierra tidak suka makan makanan bekas orang lain bahkan saudaranya. She's like a princess. Anak gadis itu sudah tidak nafsu makan lagi. Cierra berlari ke arah dapur, tempat dimana Bundanya berada.

"Bunda, Kak Cio jahatin Cia." Ujar Cierra dengan terisak sambil memeluk kaki Amare.

Amare segera mencuci tangannya dan menyuruh Bi Minah untuk melanjutkan kegiatannya. Amare mengangkat Cierra ke dalam gendongannya lalu ia menepuk lembut punggung Cierra sambil menenangkan anak gadisnya itu. Cierro menunduk sambil mendekati Amare, anak laki – laki itu tidak berani menatap Bunda dan adik kembarannya karena merasa sangat bersalah. Amare tertawa geli melihat kelakuan anak kembarnya itu. Selalu saja bertengkar tapi juga selalu berakhir damai.

"Abang ngapain Cia kok Cia sampai nangis hmmm?" tanya Amare sambil berjongkok untuk menyejajarkan tinggi Cierro.

"Mmmm. Abang udah ngambil punyanya Cia tanpa izin."

"Udah minta maaf?"

Bukannya bilang minta maaf kepada Cierra, Amare dibuat heran saat melihat Cierro yang malah meninggalkannya menuju tempat diletakkannya toples cookies buatan Amare. Cierro nampak sangat serius sambil bolak balik memilih cookies. Setelah satu menit berlalu, Cierro membawa sebuah cookies utuh dan mengulurkannya pada Cierra. Cierra menatap Cierro dengan wajah sembabnya.

"Maafin, Abang ya Cia. Ini Abang sudah pilihkan yang banyak choco chipnya sebagai ganti punyamu." Ujar Cierro dengan kalem dan tersenyum.

Cierra tersenyum kembali dengan wajah sembabnya lalu ia menerima cookies pemberian Cierro dan memakannya. Cierra meminta Amare untuk menurunkannya dari gendongan, anak gadisnya itu menggandeng Cierro menuju ruang bermain mereka. Hah, ada – ada saja si kembar itu, batin Amare sambil tersenyum geli.

Amare merasakan seseorang memeluknya dengan posesif dari belakang. Azhevadino memeluk Amare dari belakang dengan masih menggunakan setelan jas kantornya lalu wajahnya ia dekatkan di tengkuk leher milik Amare. Amare menatap jam dinding yang ada di dapur dan masih menunjukkan jam tiga sore.

"Kok udah pulang?" tanya Amare.

"Kangen My Sweetheart."

"Nggak usah gombal ih."

"Biarin."

"Udah tua, masih aja ngegombal."

"Kita masih muda, Sweetheart."

"Mau kepala empat dibilang masih muda?"

"Ayo kita juga main."

"Main apa?"

"Main di ranjang."

Amare langsung mencubit lengan Azhevadino dengan gemas, bisa – bisanya laki – laki itu membahas hal itu saat anak – anak masih ada di rumah.

"Sakit, Sweetheart." Rengek Azhevadino sambil meringis.

"Makanya jangan aneh – aneh,"

"Ayolah, aku bosan nih lihat anak – anak main terus. Daripada nungguin mereka, kita main di ranjang yuk." Bisik Azhevadino.

"Ng-"

Azhevadino langsung menggendong Amare ala bridal style. Amare melotot pada Azhevadino karena suaminya itu bersikap semena – mena.

"Azhe turunin."

Azhevadino tetap diam. Pria itu membawa Amare ke kamar mereka di lantai dua. Azhevadino menutup pintu kamar dengan dorongan kakinya lalu ia menaruh Amare di atas kasur.

"Azhe, jangan sekarang oke?"

"Aku mau sekarang."

"Astagaaa, nan-"

Belum sempat Amare membalas ucapan Azhevadino, Azhevadino langsung melumat bibir Amare dengan lembut. Azhevadino semakin dalam menciumnya dan Amare menjadi terbawa suasana. Amare membalas ciuman Azhevadino lalu mengalungkan lengannya pada leher Azhevadino. Azhevadino memposisikan tubuhnya di atas tubuh Amare. Mereka berdua sudah lupa dengan lingkungan sekitar mereka. Azhevadino yang merasa bergairah pun dengan cepat melepaskan rok Amare sekaligus dengan dalaman Amare. Azhevadino mempersiapkan dirinya untuk mencari posisi yang nyaman. Ya lebih cepat lebih baik sebelum badai menerjang mereka.

BRAK.

Pintu kamar mereka terbuka dengan keras hingga membuat sepasang suami istri itu kaget. Baik Azhevadino dan Amare menoleh ke arah pintu dan mendapati Cierra dan Cierro yang berdiri di ambang pintu menatap sepasang suami istri itu dengan wajah polos mereka. Amare sangat panik, ia tidak sengaja mendorong Azhevadino terlalu keras hingga tersungkur di lantai dan Amare segera menutupi dirinya dan memakai roknya dalam selimut. Bahkan Amare sempat meringis saat mendengar suara terantuk yang cukup keras di lantai.

Azhevadino segera memakai celana setelannya dan setelah pakaiannya lengkap ia merasakan nyeri di bagian pantatnya. Sialan, rutuknya. Untung saja, Azhevadino masih memakai celana boxer miliknya. Sedangkan Amare sudah terlanjang setengah badan tapi untungnya tertutup dengan selimut. Azhevadino memandang kesal pada anak kembarannya Cierra dan Cierro yang saat ini duduk di atas ranjang dan sudah memonopoli Amare untuk mereka sendiri. Hah, kalian memang persis dengan kakak kalian, batin Azhevadino dengan rasa kesal.




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang