-[84]- Hang Up

13.6K 514 2
                                    

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

SETELAH memakai pakaiannya, Amare melirik ke pintu kamar mandi. Azhevadino dari tadi belum keluar dari kamar mandi dari satu setengah jam yang lalu. Gadis itu masih mendengar suara shower yang menyala.

"Sepertinya dia masih melakukan pelepasannya." Ujar Anggi sambil tersenyum geli.

"Aku merasa bersalah padanya, Bun."

"Kalian yang salah, kenapa kalian tidak mengunci pintunya?"

"Kita terlalu terlena dan lupa melakukan hal wajib itu. Aku kira Inver sudah tidur?"

"Tadinya iya, terus sepertinya ia tidak nyaman dengan posisi tidurnya, akhirnya ia terbangun dan menangis mencarimu."

Amare menatap wajah polos Rhinvero yang saat ini sedang tertidur pulas. Gadis itu membelai lembut rambut Rhinvero sambil tersenyum bahagia. Dia tidak akan pernah kesal terhadap malaikat kecil ini walaupun saat Rhinvero mengganggunya berolahraga malam dengan Azhevadino.

"Bunda akan menjaga Inver selama kalian bulan madu dan di bantu sama Mom dan Dadmu."

"Terima kasih, Bun. Tapi aku takut jika Inver akan terus menangis mencariku."

"Tenang saja, masih ada Rhine dan Skylar. Kami bisa menghandlenya, Ame. Lagi pula ada Aro juga kan? Selain itu, kamu nggak kasian sama Azhe."

Amare menghela napas panjang. Ia tidak menduga jika mengasuh satu bayi kecil dan satu bayi besar terasa seberat ini. Setidaknya walau terasa berat dan menyusahkan dia sangat menikmatinya.

"Gara – gara gangguan tadi, aku sempat melihat Azhe memajukan tiket keberangkatan kita."

"Oh iya?" tanya Anggi dengan wajah kaget dan heran.

Amare mengangguk sambil terkikik geli saat melihat tingkah laku menggelikan suaminya itu.

"Dia menjadwalkan keberangkatan besok pagi. Harusnya sih, kami berangkat lusa di sore hari."

"Hah, sepertinya dia sudah tidak sabar untuk menerkamu."

"Harusnya Bunda tau bagaimana ekspresi Azhe tadi saat Inver mendobrak pintu kamar kami."

"Bunda bisa membayangkannya. Yang pasti, dia tadi sempat mengutuk Inver walau di dalam hati."

Menantu dan ibu mertua itu terkikik geli saat membayangkan wajah kesal Azhevadino.

"Kamu istirahatlah, Ame. Bunda akan kembali ke kamar."

"Iya, Bun. Selamat tidur."


Amare's POV

Aku menyiapkan kebutuhan barang bawaanku dan juga Azhe, suamiku yang kami bawa di dalam tas kecil kami. Aku sudah selesai mengepak pakaian milikku dan juga Azhe dalam satu koper besar. Sekarang aku tinggal mengepak make up milikku di dalam koper kecilku dan juga aku tak lupa memasukkan skin care milik Azhe.

"Sudah siap?" tanya Azhe yang berdiri di ambang pintu kamar kami.

"Sudah. Kenapa keburu sekali? Kita masih ada waktu sampai jam 10 nanti kan?"

"Lebih cepat lebih baik. Mumpung Inver belum bangun."

Amare tersenyum geli saat mengingat kembali usaha Azhe tadi pagi yang memindahkan Inver ke dalam kamar Bunda lagi dari kamar kami.

"Baiklah, hubby?"

"Nice call, wifey."

Aku pun merangkul lengan Azhe yang kekar itu dan kedua koper kami dibawakan oleh Evan, bodyguard kepercayaan Azhe yang baru saja ia perkerjakan kembali ke Indonesia setelah sekian lama mendekam di Berlin.

Aku hanya sedikit mengetahui tentang Evan. Evan merupakan kepala bodyguard yang dibentuk di bawah naungan Müller Corp. Sejak kejadian penculikanku, Azhe langsung memanggil Evan dan beberapa anak buah kepercayaan Evan untuk kembali ke Indonesia dan menugaskan mereka menjagaku dan keluarga kami. Lebay? Mungkin, tapi itu lah bentuk kasih sayang suamiku ini untuk melindungi keluarganya. Kalau aku sih menganggapnya wajar, mungkin suamiku masih trauma dengan peristiwa penculikanku dulu.

Evan sebenarnya ditugaskan untuk memantau keamanan di kantor pusat yang berada di Berlin. Namun tugas itu sudah diserahkan pada tangan kanannya Evan. Aku sebenarnya agak asing dengan berbagai pelayanan ini, yhaaa, karena aku sudah terbiasa hidup mandiri dan tiba – tiba segalanya sudah serba dilayani. Walaupun keluargaku tergolong kalangan atas, tapi keluargaku masih mempertahankan sifat kemandirian. Sepertinya mau tidak mau aku sudah harus mulai membiasakan diri hidup manja dan serba dilayani.


Azhevadino's POV

Aku memeluk posesif pinggang Ame saat kami memasuki lobi bandara dan banyak wartawan yang mengerumuni kami. Keenam bodyguard yang sudah aku bawa berhasil menahan para wartawan yang sangat heboh dan penuh penasaran itu.

Kami pun lolos setelah berhasil melewati pemeriksaan barang bawaan. Evan dan Tomy berjalan di depanku dan Ame dengan jarak dua ratus meter. Josh dan Adam berdiri di sisi kami dengan jarak dua ratus meter. Ollie dan Ron yang mengawasiku dan Ame dari belakang.

"Apakah ini tidak terlalu berlebihan, Azhe?"

Aku tersenyum geli saat melihat wajah Ame yang sangat kesal. Ya. Aku sangat tau jika istriku yang sangat cantik dan menggemaskan ini tidak suka dengan pelayanan yang dimanjakan dan serba dilayani seperti ini.

"Tidak, Sweetheart. Malah menurutku kita kurang membawa bodyguard."

Tawaku meledak begitu saat Ame memelototiku dengan wajah garangnya yang menurutku sangat menggemaskan. Hah, istriku ini sangat menggemaskan saat kesal seperti ini.

"Ini untuk keamanan kita. Lagipula aku harus memperketat keamanan karena usahaku yang semakin berkembang pesat."

"Tapi ini sangat berlebihan. Enam bodyguard? Really?"

Aku menangkupkan kedua tanganku pada wajah istri tercintaku.

"Tidak ada yang berlebihan jika menyangkut keselamatanmu. Aku tidak ingin kejadian itu terulang kembali, Ame."

"Bukankah aku sudah aman karena mereka sudah mendekam di penjara?"

"Itu musuhmu, siapa tau ada musuhku juga kan?"

"Hah, sebenarnya bagaimana sih kamu menjalankan perusahaan yang mengakibatkan banyak musuh di sekitarmu."

"Aku hanya bermain adil saja. Mereka saja yang iri denganku dan bermain licik di belakangku. Kita nikmati saja perjalanan ini ya?"

"Baiklah. Kita akan naik pesawat apa?"

"Ah, aku lupa mengatakan itu padamu. Kita tidak jadi naik pesawat komersil, terlalu lambat."

"Azhe, jangan bilang kalau-"

"Kita akan naik jet pribadi. Pilotku sudah siap."

Aku terkekeh geli saat melihat Ame yang langsung membuang mukanya dengan wajah kesalnya. Hah, betapa menggemaskannya istriku ini kan?  




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang