Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca
Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗
Happy reading all ^_^
.
.
.
.
.
.
.
AZHEVADINO menatap layar yang menunjukkan perkembangan anaknya itu. Tiba – tiba air matanya menetes karena laki – laki itu sangat terharu. Sekarang usia kandungan Amare sudah menginjak 9 bulan dan tinggal hitungan beberapa hari lagi bayi itu akan keluar.
"Bayinya sehat ya Ibu dan Bapak. Ini sudah menjelang mau persalinan jadi Bapak harus siap siaga 24 jam. Terus agar Ibunya juga lancar dalam persalinan sering – sering dibuat jalan ya." Ujar Dokter Rini
Amare mengangguk – anggukan kepalanya. Azhevadino masih terdiam dan terkesima dengan hasil USG itu. Ia pun mencium perut Amare yang buncit itu dengan gemas. Setelah bertanya beberapa hal, Azhevadino dan Amare meninggalkan ruangan itu. Rhinvero berlonjak senang saat melihat Bunda dan Ayahnya akhirnya keluar. Sedangkan Anggi hanya tersenyum melihat betapa bahagianya cucu, anak dan menantunya itu.
"Bagaimana?" tanya Anggi.
"Sehat, Bun. Ame harus banyak jalan juga biar lancar dalam persalinan."
"Syukurlah kalau begitu."
"Debaynya sebentar lagi mau keluar, Bun?" tanya Rhinvero dengan wajah antusiasnya.
"Iya, sayang." Ujar Amare sambil mengelus – ngelus rambut Rhinvero.
Rhinvero mendekat lalu mengusap pelan perut buncit milik Amare. Malaikat kecil itu menciumi perut Amare dengan gemas namun lembut dan berhati - hati lalu ia tersenyum menatap perut Bundanya.
"Debay cepat keluar ya? Abang sendirian nih. Cepet temenin Abang ya, Debay."
Amare, Azhevadino, dan Anggi tertawa geli melihat tingkah Rhinvero yang lucu itu.
Amare's POV
Lima hari telah berlalu setelah aku berkunjurng dari dokter kandunganku, Dokter Rini. Saat ini aku sedang duduk santai dan menyelonjorkan kedua kakiku di sofa keluarga yang panjang itu sambil membaca novel yang baru saja aku beli kemarin. Aku terkesiap kaget saat melihat suamiku, Azhe mengangkat kedua kakikudan meletakkannya di atas pangkuan suamiku.
"Capek?" tanya suamiku.
"Lumayan."
"Aku pijitin ya?"
Aku hanya mengangguk saja. Mau menolak yang ada aku dan suamiku itu akan berdebat terus.
"Kamu yakin nggak mau lihat jenis kelaminnya?" tanya suamiku.
Aku pun menutup buku novelku lalu meletakkannya di atas pangkuanku. Aku merasa kalo acara membaca novelku akan gagal karena suamiku ini mengajakku bicara terus, akhirnya aku memutuskan menghentikan kegiatan membaca novelku. Udah nggak ada mood baca.
"Yakin. Biar jadi kejutan, hehehehe. Kenapa? Kamu penasaran, hubby?"
"Sangat."
Aku terdiam sejenak mencoba merasakan kembali apa yang baru saja sekilas aku rasakan. Aku kembali merasakan perutku sangat mulas dan seketika rasa sakit mendera perutku. Sepasang mata kelabuku membulat saat ada air yang mengalir menuruni sofa di ruang keluarga.
"Azhe, air ketubanku pecah."
Azhevadino's POV
Aku memegangi tangan Ame, aku nggak masalah kalo diriku harus terluka agar Ame bisa melampiaskan kesakitannya itu padaku dan aku jadi bisa merasakan bagaimana sakitnya perjuangan seorang wanita saat melahirkan. Tadi aku sempat panik saat air ketuban Ame tiba – tiba pecah padahal aku sudah siap siaga kapan pun.
"Ayo terus dorong, Bu. Kepala bayinya sudah keluar."
"Mmmmpppphhh. Huh.....huh....huh....."
Aku terdiam dan mengamati istriku sedang berjuang keras saat ini. Keringat seukuran biji jagung mengalir terus – terusan di wajah cantik Ame. Wajahnya yang menahan rasa sakit yang dideritanya membuat hatiku terasa pilu. Aku pun mengelus punggung tangan Ame dengan Ame dan menggenggamnya erat. Semoga saja melalui kehadiran dan genggaman tanganku aku bisa menyalurkan emosiku padanya.
"Ayo Bu Ame. Tinggal satu dorongan lagi."
Aku memerhatika Ame menarik napas dalam – dalam lalu aku melihat wajah istriku yang berusaha mengeluarkan seluruh tenaganya. She's so beautiful and incredible. Lagi dan lagi, I'm fall in love again to her.
"Oek..oek...oek..."
Aku melihat Dokter Rini sedang menggendong bayi mungil yang memerah itu lalu ia menyerahkan bayi mungil merah itu pada perawat untuk dibersihkan. Setelah dibersihkan perawat memberikan bayi tersebut padaku. Dengan tangan yang sedikit gemetar aku pun menerima bayi mungil itu dalam gendonganku. Aku menggendongnya dengan hati – hati, takut menjatuhkan makhluk mungil yang menggemaskan ini.
Aku menelusuri bayi mungil yang ada di dalam gendonganku ini. Air mataku mengalir dengan deras dan tak bisa kubendung. Aku pun menatap Ame dengan senyum tulusku pada istriku yang sangat hebat ini. Aku memerhatikan Ame yang terlihat sangat sangat kelelahan tapi wanitaku itu tetap membalas senyumanku. Bahagia. Senang. Haru. Ketiga rasa itu bercampur jadi satu saat ini. Saking bahagianya aku tidak bisa berkata – kata.
"Selamat ya, bayi Anda laki – laki." Ujar Dokter Rini lalu meninggalkan aku, Ame, dan bayi mungil kami sendirian.
Aku mendekatkan bayi mungil itu pada Ame lalu aku membantu Ame untuk menggendongnya. Aku melihat betapa bahagianya istriku itu. Kukecup berkali – kali kening Ame untuk mengucapkan rasa terimakasihku padanya, rasa beruntung dan bahagiaku yang memilihnya untuk bersanding denganku.
"Terima kasih, Sweetheart karena sudah mau mempertaruhkan nyawamu untuk membawa bayi mungil yang indah ini ke dunia."
Aku melihat istriku hanya bisa tersenyum namun aku tahu jika Ame sangat tulus untuk menerima terima kasihku.
"Jadi, sudah ada pikiran namanya?" tanya Ame dengan nada lemah.
"Varenzhio Gallen Müller."
"Nama yang bagus."
Aku melumat lembut bibir istriku itu dan mencurahkan segala kebahagiaanku padanya melalui ciuman kami. Akumenatap lekat – lekat manik kelabu itu. Kami berdua tersenyum sangat bahagia.
"Aku mencintaimu, selalu." Ujarku sambil membelai lembut rambut istriku.
"Aku mencintaimu, selalu." Balas Ame.
TBC...
![](https://img.wattpad.com/cover/184307452-288-k203697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AMAZHE
ChickLitTHIS IS MY ORIGINAL STORY. DON'T COPY MY STORY IF YOU WANT TO GO TO THE HELL #1st SERIES OF DUDA'S WORLD This story I make since March 2019 "Bundaaaaa!" Ame hampir terjengkang saat seorang malaikat mungil nan imut menghambur ke arahnya dan memelukn...