-[67]- She's Gone

10.2K 494 0
                                    

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

AMARE menceritakan berbagai macam cerita rakyat mulai dari bawang merah, si Kancil dan petani, hingga Malin Kundang. Azhevadino tersenyum melihat keharmonisan Amare dan Rhinvero itu. Wajah laki – laki itu berubah murung saat ia tidak bisa melihat pemandangan yang saat ini ia lihat, keharmonisan Amare, Rhinvero, dan dirinya. Azhevadino kembali memandang jalanan dan ia menghela napas beberapa kali. Amare yang menyadari jika Azhevadino sering menghela napas itu memandang wajah kekasihnya itu.

"Dari tadi kamu menghela napas melulu, apa ada yang mengganggumu, Darl?" tanya Amare.

"Kamu...kamu beneran harus berangkat ya?"

Kali ini Amare menghela napas panjang. Pembahasan ini lagi yang selalu dibahas di antara mereka.

"Iya. Keadaanku benar – benar serius. Lagian akhir tahun ini daripada menghadiri ulang tahun perusahaan, kalian kan bisa mengunjungiku kan?"

"Iya sih. Tapi kan beda."

"Beda gimana sih? Kan setiap hari juga aku pasti menghubungi kalian lewat video call."

"Tetap beda, Amare. Aku seperti kehilangan setengah jiwaku kalau kamu pergi."

"Nggak usah lebay deh, Darl. Kalau aku cepat menuntaskan masalah ini aku bakal balik sebelum 6 bulan."

"Apa aku sama Inver pindah ke sana aja ya? Terus kerjaanku aku tinggalkan ke Yovan."

Amare langsung menatap tajam Azhevadino. Bisa – bisanya laki – laki ini menyepelekan hal yang bernama pekerjaan.

"Nggak boleh, kamu harus jadi contoh sebagai pemimpin yang baik dan bijaksana. Masa hanya masalah ini kamu mau melalaikan pekerjaanmu itu? Aku tidak suka dengan pria yang nggak gentle lho."

Azhevadino terdiam. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi bertindak, sepertinya dia harus menerima kenyataan ini dengan hati yang enggan.

"Bunda mau naik pesawat yaa?" tanya Rhinvero dengan antusias.

Amare memerhatikan Rhinvero yang duduk berhadapan di atas pangkuannya. Ia mengelus lembut rambut Rhinvero dengan penuh kasih sayang. Gadis itu pasti akan merindukan malaikat kecil yang ada di hadapannya ini. Sangat.

"Iya. Bunda harus pergi sama Om Aro. Inver tau Om Aro kan?"

"He em. Om Aro yang selalu belikan Inver es krim hehehe." Ujar Rhinvero dengan tawa lepas dan wajah polosnya.

"Iya. Bunda boleh minta tolong nggak sama Inver?"

"Boleh."

"Inver harus nurut sama Ayah ya selama Bunda nggak ada di dekat Inver."

"Lho Bunda mau kemana? Katanya Bunda mau liburan sama Om Aro pasti nggak lama kan Bun?"

"Hmmmm kayaknya Bunda kembali ke sini lama deh soalnya Bunda mau mengelilingi seluruh dunia. Nanti Bunda bawakan oleh – oleh. Jadi Inver nurut sama Ayah ya? Kalau Ayah sedih Ayah harus dihibur. Inver tau kan cara menghibur seseorang?"

"Iya Inver tau. Kayak Bunda menghibur Inver waktu Inver sedih kan? Kan Bunda selalu meluk Inver gitu."

"Anak pintar."

Azhevadino memarkirkan mobilnya lalu segera turun dan membawa koper Amare tanpa berbicara sepatah kata pun. Entah mengapa percakapan Amare dan Rhinvero menyayat hatinya. Amare turun dengan menggendong Rhinvero lalu Azhevadino seperti biasa, berdiri di samping Amare sambil merangkul pinggang Amare dan memerhatikan interaksi Amare dengan Rhinvero lalu tangan yang satunya membawa koper Amare. Sesampainya di lobby utama Bandara Soekarno – Hatta, gadis itu memeluk Rhinvero sekali lagi lalu menciuminnya bertubi – tubi dan menyerahkan Rhinvero pada Azhevadino.

Amare pun menatap Azhevadino, ia tahu laki – laki ini sedang kecewa padanya tapi mau bagaimana lagi. Amare pun tersenyum lalu mendekat pada Azhevadino dan memeluknya penuh kasih. Ia mencium lembut bibir seksi Azhevadino itu lalu melepaskannya perlahan – lahan dan ia pun membelai lembut rambut belakang Azhevadino.

"Tunggu sebentar." Ujar Azhevadino.

Amare memerhatikan Azhevadino yang sedang merogoh sesuatu di saku mantel laki – laki itu. Sebuah kotak persegi panjang Azhevadino keluarkan dari mantelnya. Azhevadino segera membuka kotak itu dan sebuah kalung dengan liontin berlian berbentuk huruf A&A menjadi hiasan utama kalung itu. Tanpa meminta izin Amare, Azhevadino segera memasangkan kalung itu dan ia pun tersenyum tipis saat melihat kalung itu cocok sekali di leher Amare, Amare-nya.

"Bukankah ini terlalu berlebihan? Berlian? Yang benar saja Azhe."

Azhevadino tetap tersenyum pada Amare tanpa menjawab sepatah kata pun. Amare menghela napasnya, ya setidaknya dengan dia menerima pemberian Azhevadino, kekecewaan laki – laki itu akan berkurang.

"Aku pergi dulu ya. Jaga kesehatan, Darl."

Azhevadino tidak bergeming. Amare pun kembali memeluk kekasihnya itu dan mencium lembut bibir Azhevadino. Laki – laki itu tetap terdiam bahkan saat Amare membawa kopernya dan beranjak dari tempatnya, Azhevadino tetap terdiam. Menatap nanar kekasihnya itu dengan putus asa hingga sosoknya menghilang.

"Cepatlah kembali, Amareku." Ujar Azhevadino lirih.




TBC

.

.

.

See yaa ^_^

Vote jangan lupa hai para reader dan silent readers untuk di setiap chapter ^_^ 

Vey benar - benar membutuhkan VOTE dari kalian ^_^

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang