-[16]- Rival or Not ???

22.9K 1.2K 6
                                    

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

AMARO menutup ponselnya dengan kesal. Hah, tiada hari tanpa mengkhawatirkan seorang Amare. Untung rutenya nggak ribet, batin Amaro. Amaro yang memang sedang dekat dengan lokasi yang diberikan Amare, tidak membutuhkan lima belas menit dia sudah sampai di lokasi itu.

Amaro berdecak kagum saat lokasi yang diberikan Amare adalah sebuah mansion mewah. Gila mewahnya nggak kalah jauh sama punyanya Eaton, batin Amaro. Setelah izin dengan petugas keamanan di sana dan mengidentifikasi diri, Amaro akhirnya memarkirkan mobilnya. Dengan tergesa – gesa Amaro menuru pintu utama mansion itu.

TING. TONG.

Amaro mengerutkan keningnya saat ia melihat seorang laki – laki yang terkenal berdiri di hadapannya. Si Ame lagi ketiban duren kali bisa kenal orang terkenal kayak gini, pikir Amaro.

Di sisi lain, Azhevadino terkejut akan tamunya. Amaro RM. Arsitektur yang namanya sudah terkenal mendunia dan salah satu arsitektur yang jarang mau menerima pelanggan.

"Anda sedang apa di sini?" tanya Azhevadino

"Amare ada?"

Amare juga kenal dia, pikir Azhevadino. Dalam diam Azhevadino menggertakan gigi – giginya. Satu lagi saingannya muncul bahkan orang terkenal pula.

"Ehem. Permisi, apakah Amare ada?"

"Ah, iya. Dia ada di dalam, silahkan masuk."

Amare sudah penasaran siapa tamu yang bertandang ke sini dn betapa senangnya dia melihat sosok yang sangat dicintainya itu. Amare segera beranjak dan berlari menuju Amaro lalu memeluk laki – laki itu. Sedangkan Amaro langsung mencium kening Amare saat gadisnya itu memeluknya.

Azhevadino mendengus kesal melihat pemandangan itu. Entah mengapa dia merasa mual. Yovan menahan tawa saat melihat wajah kesal Azhevadino yang melihat keakraban Amaro dan Amare. Yovan pun mendekati mereka bertiga sekalian menyapa Amaro.

"Hai, Bro." Sapa Yovan.

Pandangan Amaro teralihkan dan betapa terkejutnya laki – laki itu menemukan Yovan di sini. Sebenarnya apa yang sedang terjadi sih, pikir Amaro.

"Lo di sini juga?" tanya Amaro.

"Iya."

"Azhe, ada tamu kok nggak diajak masuk sih." Tegur Anggi.

Anggi yang awalnya tidak ingin nimbrung di depan pintu, akhirnya mengikuti Yovan karena penasaran dengan siapa tamunya. Betapa terkejutnya wanita paruh baya itu saat melihat tamunya akrab dengan Amare bahkan sampai merangkul pinggang Amare. Anggi menatap kasihan putra semata wayangnya. Banyak juga sainganmu, Nak, batin Anggi.

"Nggak usah, Tante. Ini saya cuma jemput Ame kok. Lagian udah malam."

"Iya, Bun. Ame pulang aja. Maaf ya udah ngerepoti Bunda dan Pak Azhe."

Pak dan Pak lagi. Azhevadino sudah kesal mendengarnya. Yovan berusaha menahan tawanya saat melihat wajah Azhevadino yang semakin tertekuk.

"Tante di dalam aja. Zhe lo temenin Tante Anggi dulu biar Amaro dan Amare gue anter ke mobilnya."

Mau nggak mau Azhevadino menuruti perkataan Yovan daripada makan hati terus melihat keakraban Amaro dan Amare. Yovan, Amare, dan Amaro berjalan berdampingan menuju mobil Amaro.

"Azhevadino kok bisa ada di sini?" tanya Amaro.

"Ceritanya panjang, Bro. Lo tanya ke Ame aja."

"Lo juga kenapa bisa di sini, Van."

"Gue kan udah bilang entar gue ceritain ke lo, Bang." Ujar Amare dengan nada lelah

"Yaudah, kalian pulang aja. Hati – hati di jalan." Ujar Yovan.

"Oke, thanks bro."

Amare segera masuk ke mobil dan Amaro pun mengemudikan mobilnya menjauhi mansion mewah itu.


Amaro's POV

Gue menghela napas panjang setelah mendengar semua hal yang diceritakan oleh Ame. Gue dan Ame memutuskan ke Starbuck buat membicarakan itu semua dan gue sangat terkejut karena gue sudah ketinggalan banyak informasi.

"Terus sekarang mau lo apa?" tanya gue ke Ame.

"Gue nggak tau deh Bang. Yang jelas gue nggak mau sama duda."

"Jangan bilang lo masih berpegang teguh sama black list lo itu?"

"Emang iya."

Gue mengusap wajah gue dengan kasar. Black list sialaaan. Kalo gue lihat – lihat sih Azhe juga kriterianya bagus lebih bagus malah dari Eaton. Cuma status dudanya yang menghambat. Apa gue teliti lebih jauh ya soal masa lalu Azhe, pikir gue. Kayaknya Azhe bisa buat pertimbangan.

"Nggak usah nikah deh, Me kalo gitu."

"Mau gue juga gitu. Tapi Bunda nih yang getol banget nyariin gue calon pasangan hidup."

Yap. Itu bener juga. Gue nggak bisa melawan Bunda karena Bunda sayang banget sama Ame. Duh, gimana dong. Jujur aja tadi waktu gue keteu sama Azhe, gue bisa tahu jelas kalo Azhe tertarik sama Ame. Secara gitu, dia mandangi gue tajam banget waktu gue nyium keningnya Ame sama ngerangkul pinggangnya Ame.

"Kalo lo nggak mau kenapa lo deket sama anaknya? Kalo anaknya nggak mau pisah sama lo gimana?"

"Yhaaa, lo kan tau sendiri Bang. Gue tuh paling nggak tegaan sama anak kecil."

"Harusnya lo nolak dari awal sampai ke anaknya kalo lo nggak mau berhubungan sama bapaknya."

"Lo dari tadi ngeledek gue terus, Bang. Niat bantuin nggak sih?"

Yang ada gue malah mau nyeburin lo ke danau toba, Me, umpat gue dalam hati.




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang