-[68]- Withstand The Longing

8.6K 491 3
                                    

Hayooo siapa yang kaget lihat notifnya???

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

AZHEVADINO memerhatikan Rhinvero yang tertidur pulas di kasur empuknya. Laki – laki itu menghela napas lelah lalu berbaring di sebelah Rhinvero. Kehidupannya selama lima bulan ini sangatlah menyusahkan bagaikan neraka. Akhir tahun kemarin ia dan Rhinvero tidak jadi mengunjungi Amare karena ia takut, jika ia sudah nyaman di sana dia tidak akan bisa kembali ke Jakarta lalu bagaimana nanti dnegan Anggi, Ibundanya itu. Azhevadino menghela napas lagi, ia terlalu lelah untuk bersih diri. Laki – laki itu menatap malaikat kecil yang saat ini tidur pulas dengan wajah polosnya itu. Mengingat kembali bulan pertamanya tanpa Amare, Azhevadino bersusah payah membujuk Rhinvero bahwa Bundanya itu akan segera kembali. Awalnya Rhinvero selalu menangis setiap hari karena tidak bisa bertemu dengan Bundanya tetapi setelah Azhevadino dan Anggi membujuknya, Rhinvero pun bisa tenang namun anak itu menjadi diam.

"Good night and have a nice dream, my little angel." Ujar Azhevadino.

Laki – laki itu pun terlelap begitu saja. Ia harus segera tidur agar bisa semangat menempuh hari esok, tanpa Amare.


Amare's POV

"Finally, I'm back."

Aku tersenyum senang saat melihat lobby utama Bandara Soekarno Hatta itu. Aku hanya terkekeh geli saat melihat kakak kembarku itu mendengus kesal melihat kelakuanku. Masa bodo, yang penting aku kembali lagi. Hah, betapa rindunya aku dengan kekasihku dan juga malaikat kecilku itu.

"Karena semua sudah beres, Abang anterin gue ke rumahnya Azhe ya?"

"Ini sudah jam 8 malam."

"Nggak papa. Bunda udah gue kabari kok."

"Yaudah. Pak Seto udah nunggu di bagian pick up."

"Okeey."

Aku berjalan dengan tergesa – gesa dan saat aku menemukan mobil yang dikendarai Pak Seto supir keluarga kami. Aku segera mendekat dan memberikan barang bawaanku pada Pak Seto. Setelah semuanya beres, mobil itu pun melesat meninggalkan bandara dan menuju kediaman Müller.

"Jadi, Mandy menghilang begitu saja?" tanyaku.

"Iya. Pengawal yang gue suruh untuk mengawasi Mandy tiba – tiba dia kehilangan jejak wanita itu. Lo harus hati – hati Ame, bisa saja dia ada niat buruk pada keluarga kita terutama lo."

"Iya gue tau."

"Gue akan menempatkan 2 pengawal untuk lo."

"Azhe juga pasti akan ngelakuin itu, Bang. Jadi nggak perlu cemas dan terlalu lebay deh."

"Nggak. Dari segi keamanan, pengawal kita lebih ahli Ame."

"Baiklah. Tapi gue takut Inver jadi kena imbasnya."

"Tenang saja. Gue pasti akan pantau terus gerak geriknya. Paman sama Bibi sekarang nggak bisa berkutik sama sekali, mereka sudah di bawa ke penjara kata Ayah. Mereka dipenjara selama 15 tahun."

"Bukannya Abang ngajuin 25 tahun penjara?"

"Yhaaa, ada beberapa poin pendakwaan yang tidak bisa diterima pengadilan dan akhirnya hukumannya diringankan. Pokoknya kamu harus hati – hati. Besok Erwin sama Aldo akan gue tempatkan ke sisi lo."

"Erwin sama Aldo? Kan mereka dua pengawal yang tingkatnya di atas rata – rata. Abang nggak berlebihan kan? Lagian gue juga bisa bela diri kok Bang."

"Nggak, tetep Abang harus meletakkan mereka berdua demi keamanan Inver juga. Nah sudah sampai, sampaikan salam gue ke Azhe dan Tante Anggi ya?"

"Okey, Bang."

Aku pun turun dari mobil lalu aku berjalan menuju pintu utama mansion itu. Aku menekan bel lalu pintu pun terbuka. Aku melihat Anggi, calon mertuanya berdiri di hadapanku sambil tersenyum lebar padaku. Aku pun langsung memeluk wanita paruh baya itu lalu mencium kedua pipi Bunda.

"Mereka udah tidur ya, Bun?"

"Iya. Azhe tidur di kamarnya Inver."

"Yaudah, Ame langsung ke kamar Inver ya Bun?"

"Kamu nggak makan dulu."

"Nggak, Bun. Tadi udah makan di pesawat."

"Yaudah kamu langsung istirahat aja kalo gitu, pasti kamu lelah. Oh iya, kamu nggak bilang ke Azhe kalau kamu pulang sekarang?"

"Hehehe, nggak Bun. Biar jadi kejutan gitu."


Anggi's POV

Aku menonton televisi yang ada di hadapanku sambil menunggu kedatangan calon menantu, Amare. Aku heran dengan Azhe saat melihat anakku itu langsung tidur begitu saja. Padahal hari ini adalah kepulangan Ame. Apa jangan – jangan Ame sengaja tidak mengabari Azhe tentang kepulangannya?

TING. TONG.

Saat mendengar bel rumah berbunyi aku beranjak dari tempatku untuk membuka pintu dan sekilas tadi aku melihat jam dinding yang ada di ruang keluarga. Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam. Sepertinya itu adalah menantuku, gumamku dalam hati. Aku langsung menuju pintu utama mansion itu dan senyumku langsung merekah saat melihat seorang wanita yang cantiknya bak Dewi Yunani lalu gadis itu mencium kedua pipiku bergantian sambil tersenyum senang. Sepertinya aku tidak pernah bosan menatap wajah cantik yang ada di hadapanku ini pantas saja aku melihat Azhe yang bucin ke Ame, gumamku dalam hati.

"Mereka udah tidur ya, Bun?"

"Iya. Azhe tidur di kamarnya Inver."

"Yaudah, Ame langsung ke kamar Inver ya Bun?"

"Kamu nggak makan dulu."

"Nggak, Bun. Tadi udah makan di pesawat."

"Yaudah kamu langsung istirahat aja kalo gitu, pasti kamu lelah. Oh iya, kamu nggak bilang ke Azhe kalau kamu pulang sekarang?"

"Hehehe, nggak Bun. Biar jadi kejutan gitu."

Hohohoho, seperti dugaannya, calon menantunya itu memang sengaja tidak memberitahu anak semata wayangnya itu. Oh, tenyata mau dikasih kejutan toh, pikirku sambil terkekeh geli. Aku menatap kepergian Ame, calon menantunya itu hingga gadis itu menghilang memasuki kamar Inver. Aku tersenyum dan betapa aku sungguh beruntung telah dipertemukan dengan Ame dan gadis itu telah membawa Azhe pergi dari masa lalu kelamnya. Yhaaa, sekarang saatnya aku mempersiapkan menyambut cucu baru kan?




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang