-[25]- The Forced Heredity

15.6K 921 4
                                        

Maaf atas ketidaknyaman kalian dalam membaca. CHAPTER 25 dan 26 sudah kembali diupload. Thanks to slvrqueenn udah diingetin ^_^

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian plus minta tolong REKOMENDASIKAN ini cerita yaa ^_^

Happy reading AMAZHE's Loversss

.

.

.

.

.

.

.

AMARE menghela napas panjang entah yang keberapa kalinya. Sekarang dia berada di jet pribadi milik Azhevadino dan mereka dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Padahal waktu cutinya masih ada dua minggu lagi.

Amare tersentak kaget saat sebuah tangan mungil menepuk pelan kedua pipinya. Saat ini mata kelabunya menatap lurus manik mata dark choco yang sudah mengalihkan dunianya.

"Bunda, Inver ngantuk." Ujar Rhinvero sambil memainkan kedua pipi Amare.

Hah, sepertinya gue sudah terlalu jatuh cinta sama Inver, batin Amare.

Amare tertawa geli lalu ia menciumi wajah Rhinvero hingga malaikat kecil itu tertawa karena terlalu geli.

"Iiiiih, Inver ngantuk Bunda." Rengek Rhinvero.

Amare pun menyudahi aksinya dan kali ini ia mengelus lembut kepala Rhinvero lalu menyandarkan kepala Rhinvero di dadanya. Rhinvero memejamkan kedua matanya sambil memeluk tubuh Amare. Azhevadino tersenyum melihat pemandangan hangat itu dan pastinya dia tidak ingin hal itu menghilang, jauh di dalam lubuk hatinya.

"Bagaimana kalau kita ke Singapura? Kamu masih ada cuti dua minggu lagi kan?" tanya Azhevadino.

"Kita bertiga?"

Azhevadino menganggukkan kepalanya. Amare terdiam, dia tidak mungkin kan hanya liburan bertiga dengan Azhevadino dan Rhinvero pasti sangat canggung. Belum lagi di antara Amare dan Azhevadino tidak ada hubungan apa – apa.

Amare tiba – tiba teringat sesuatu. Dua minggu lagi adalah akhir bulan dan acara keluarga besarnya wajib ia hadiri karena itu hal rutin yang ia lakukan.

"Tidak. Kita nggak ada hubungan apa – apa. So, jangan aneh – aneh." Ujar Amare tegas.

Sebenarnya Amare tidak ingin mengatakan hal itu, tapi ia ingin mempertegas. Karena dari tindakan Azhevadino selama ini, pria itu hanya mendekatinya karena Rhinvero. Dia ingin mempertegas agar Azhevadino tau bagaimana tindakan selanjutnya untuk mendapatkan hati Amare.

Azhevadino terdiam. Laki – laki itu sangat terkejut dengan penolakan yang Amare berikan apalagi dengan pernyataan tegas dari Amare yang menyatakan bahwa mereka tidak ada hubungan apa – apa. Benar tapi kenapa hatinya merasa sangat sakit. Perasaan aneh apa ini, pikir Azhevadino.

Yovan yang sedari tadi mengamati interaksi Amare dan Azhevadino hanya menghela napas panjang. Kedua sahabatnya ini sama – sama bodoh. Saling menyukai tapi tidak tahu. Like a fool.

"Kamu sudah ada rencana?"

"Ya. Saya sudah ada rencana, Pak."

"Kalau boleh tahu-"

"Apakah saya harus menceritakan kehidupan pribadi saya kepada Anda? Itu sudah melewati batas. Saya harap Anda mengerti."

Azhevadino terdiam lalu ia menghela napas panjang. Sepertinya mendekati Amare akan menjadi salah satu pekerjaan yang paling sulit untuknya.

Amare menghela napas panjang. Gadis itu masih bingung dengan kelakuan Rhine, Skylar dan Amaro yang dengan mudahnya membiar Azhevadino mendekatinya. Apalagi Amaro yang awalnya tidak menyukai Azhevadino menyuruhnya untuk mencoba menjalin hubungan dengan Azhevadino. Lalu kalo semudah ini kenapa Rhine memaksanya untuk berkencan buta dengan Eaton?"

Amare's POV

Entah kenapa gue terjebak lagi di sini berdua an dengan Azhe. Ah, ada Inver juga. Gue tadi udah mau nebeng Yovan untuk pulang ke apartemen gue tapi bos sialan ini maksa gue untuk ikut ke rumahnya plus ditambah dengan rengekan Inver dan tentu saja gue nggak bisa nolak.

"Ayo, turun." Ujar Azhe.

Gue pun mengikuti Azhe dengan menggendong Inver yang sangat antusias soal kedatangan gue di kediaman yang wow ini. Sepasang mata gue nggak lelah buat lihat ke sana kemari. Gilaaa, mansion yang indah dan mewah banget. Apa mereka nggak merasa kesepian ya?

"Waaah, hello there. Kita ketemu lagi ya, Me."

Gue memerhatikan wanita yang kira - kira seumuran dengan Bunda mungkin lebih muda soalnya wajahnya glowing dan masih kencang walau ada kerutan sedikit di kedua matanya. Gue tersenyum dan nggak lupa menyapa wanita paruh baya itu. Bunda Anggi, ibunya Pak Bos yang beberapa hari yang lalu ketemu di Surabaya.

"Bun, udah siap?"

"Hah, kamu bilangnya mendadak jadi belum siap semuanya. Lebih baik kalian bersih diri dulu."

"Bunda masak banyak lagi?" tanya gue.

"Iya, tapi belum selesai. Soalnya Bi Nana masih keluar. Oh iya, akhir – akhir ini Inver bahagia banget lho dan juga anak saya ikut bahagia lho."

"Bunda." Hardik Azhe.

Azhe bahagia? Bahagia karena apa?

Gue melihat terkekeh geli saat melihat Bunda Anggi tersenyum jahil pada anaknya dan Azhe hanya bisa menghela napas panjang. Ada apa sih?

"Kamu nginep kan?"

"Nggak, Bun."

"Kalo gitu kamu di sini sampai sore yaa."

"Tapi, Bun. Ak-"

"Bunda nggak mau nerima penolakan."

Gue mendengus geli. Jadi ini dia sumber yang menurunkan sifat pemaksaan Azhe. Nggak anak nggak ibu sama – sama maksa dan nggak mau nerima penolakan.




TBC...

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang